Kualitas Pendidikan Rendah Buah dari Sistem yang Rusak
Opini
Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah sebagai satu-satunya landasan, yang mengajarkan kepada manusia bahwa di balik alam semesta ada Allah Swt. sebagai Pencipta sekaligus Pengatur kehidupan
Kurikulum akidah menumbuhkan kesadaran bahwa kita harus tunduk terhadap semua aturan Allah Swt.
______________________________
Penulis Tinah Ma'e Miftah
Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi AMK
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menyedihkan, hasil riset Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia masuk ke dalam kategori negara dengan Learning Poverty cukup tinggi. Learning Poverty adalah istilah yang sering dipakai untuk mengukur ketidakmampuan anak usia 10 tahun, menguasai materi dasar pendidikan.
Artinya, Indonesia masuk ke dalam kategori negara dengan kualitas pendidikan yang sangat rendah. Kondisi ini didukung oleh fakta di lapangan yang menunjukkan 50 persen anak usia 10 tahun, mereka tidak memiliki kemampuan dasar membaca serta memahami apa yang dibacanya.
Yang lebih memprihatinkan lagi, terdapat puluhan siswa kelas tiga SMPN 1 Mangunjaya, di Kecamatan Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran, mereka belum bisa membaca dan menulis.
"Ada sebanyak 29 siswa di SMPN 1 Mangunjaya yang tidak bisa menulis dan membaca, mereka didominasi laki-laki," kata Dian Eka Purwanti, anggota Dewan Guru dan Koordinator Gerakan Literasi Sekolah (GLS). (detik[dot]com, 04/08/2023)
Padahal kemampuan dasar dalam membaca serta memahami apa yang ia baca adalah modal awal seorang anak untuk mendapatkan ilmu dan keterampilan yang lebih tinggi.
Keadaan ini tak sebanding dengan biaya yang harus orang tua keluarkan. Ketika menginginkan anaknya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Regulasi yang begitu rumit, yang mengharuskan sebagian orang tua bekerja keras, banting tulang, sampai ada yang berlaku curang hanya demi anaknya bisa diterima di sekolah yang diinginkan.
Meskipun beberapa kebijakan pemerintah telah dikeluarkan, mulai dari dana bos, kartu pip, pkh untuk keluarga miskin yang mempunyai anak sekolah dan balita, tetapi semua itu tidak menjadi solusi tuntas untuk mengatasi masalah pendidikan negeri ini.
Nyatanya, masih banyak kita jumpai terutama anak-anak di daerah tertinggal, mereka tidak bisa mengenyam pendidikan, meski hanya sekolah dasar. Pertanyaannya mengapa semua itu bisa terjadi, adakah kebijakan yang salah yang diambil oleh pemerintah dalam sistem pendidikan negeri ini?
Kalau mau jujur, rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia tidak lepas dari diterapkannya sistem pendidikan kapitalis-sekuler. Sebuah sistem yang sengaja menyingkirkan ilmu agama dari kurikulum pendidikan. Akibatnya, tanpa ilmu agama pendidikan ibarat sebuah mesin, yang hanya memproduksi barang sesuai keinginan pemesan.
Ditambah dengan para guru ketika mengajar semata karena tuntutan profesi, bukan dengan sepenuh hati memberikan edukasi kepada generasi. Begitu pun dengan peserta didik yang belajar dengan tujuan hanya untuk mencari materi semata. Akibatnya, kerusakan generasi dari hari ke hari semakin menjadi. Contohnya adalah adanya kasus perundungan atau bullying yang sering terjadi di lingkungan sekolah itu sendiri.
Sekolah bukan lagi tempat yang aman untuk menimba ilmu, tetapi fungsi sekolah kini telah berubah menjadi tempat adu kekuatan. Contohnya adalah, apa yang dilakukan oleh anak yang berinisial MK, siswa kelas 9 SMPN 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah yang mendadak menjadi pusat perhatian karena dia telah tega melakukan perundungan terhadap adik kelasnya.
Tak hanya di Cilacap kasus perundungan juga terjadi di beberapa kota dalam waktu yang hampir bersamaan. Di Jakarta, diketahui siswi kelas VI Sekolah Dasar (SD) 06 Pesanggrahan, Jakarta Selatan, ditemukan tewas setelah melompat dari lantai 4 gedung sekolahnya. Di Bandung, pihak kepolisian telah mengamankan tiga orang siswi SMP yang diduga juga melakukan perundungan terhadap temannya, hingga korban teriak kesakitan.
Kapitalisasi dunia pendidikan telah membuat para guru perhitungan dengan tenaga dan pikirannya yang mereka keluarkan. Keadaan yang sama pun terjadi pada peserta didik, mereka malas untuk belajar. Belajar membaca dan menulis mereka anggap sebagai sesuatu yang membosankan. Kualitas guru pendidik yang rendah pun menjadi sebab, mengapa learning poverty di Indonesia sangat tinggi.
Masih menurut Bank Dunia, pada tahun 2020 kualitas guru Indonesia terkategori sangat rendah. Baik dari segi kompetensi maupun kemampuan dalam mengajar. Hal ini terjadi karena kurangnya program dari pemerintah untuk para guru, terkait pelatihan dan pengembangan diri. Terutama guru-guru di daerah pelosok dan daerah minim. Banyak guru yang gagap terhadap teknologi sementara pengajaran di era digital mengharuskan seorang guru adaptasi dengan teknologi.
Rendahnya gaji yang diterima oleh para guru tak ayal membuat mereka kurang fokus dalam mengajar. Mereka harus mencari penghasilan tambahan demi memenuhi semua kebutuhan hidup. Akibatnya guru pun kehilangan semangat untuk terus berinovasi, dan mengembangkan diri dalam pengajaran demi memberikan edukasi kepada generasi.
Sementara itu, pemerintah seolah kurang perhatian dengan kondisi pendidikan di tanah air. Alokasi anggaran yang sangat kecil mengakibatkan negara tidak memiliki kemampuan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan.
Anggaran pendidikan hanya menyentuh level kota. Sementara sangat minim untuk sampai ke pelosok desa, sehingga anak-anak harus rela belajar dengan fasilitas seadanya. Distribusi guru tidak merata, guru banyaknya menumpuk di kota-kota besar, sementara di pedesaan kurang.
Hal tersebut berbeda dengan Islam. Karena Islam memandang, pendidikan adalah pilar utama dalam membangun peradaban manusia. Pendidikan yang baik pasti akan melahirkan generasi yang baik pula. Generasi cemerlang, yang mampu menyinari bumi dari gelapnya kebodohan.
Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah sebagai satu-satunya landasan, yang mengajarkan kepada manusia bahwa di balik alam semesta ada Allah Swt. sebagai Pencipta sekaligus Pengatur kehidupan. Menumbuhkan kesadaran bahwa kita harus tunduk terhadap semua aturan Allah Swt.. Itulah konsekuensi ketaatan kita, termasuk aktivitas mencari ilmu. Karena mencari ilmu diwajibkan oleh Allah Swt..
Seperti yang Allah Swt. jelaskan dalam Al-Qur'an, Allah Swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis," maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu," maka berdirilah niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadalah: 11).
Dalam negara yang menerapkan Islam secara kafah menganggap bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan vital bagi masyarakat, untuk itu wajib hukumnya bagi negara untuk memenuhi seluruh kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan.
Membangun gedung-gedung sekolah, asrama, laboratorium, perpustakaan, buku-buku, juga menyediakan guru-guru yang berkompeten di bidangnya sehingga pendidikan bisa dirasakan oleh seluruh warga negara secara merata, baik di kota maupun pelosok desa.
Adanya kesadaran bahwa mencari ilmu merupakan suatu kewajiban, bahwa semua perbuatan akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. kelak. Didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, anak-anak akan terus semangat dan fokus dalam belajar.
Sama halnya dengan para guru pendidik, ada jaminan kesejahteraan yang mereka dapatkan, maka mereka akan lebih fokus dalam mengajar, ikhlas dalam bekerja. Mengemban tugas mulia, mencerdaskan anak bangsa. Semata karena dorongan keimanan kepada Allah Swt.
Sayang seribu sayang semua itu hanya akan terwujudkan jika negara menerapkan Islam secara kafah. Untuk itu sampailah saatnya kita sebagai seorang muslim harus berjuang bersama untuk mewujudkan kembali negara Islam agar pendidikan mampu melahirkan generasi cerdas, tangguh dan bertakwa kepada Allah Swt..
Wallahualam bissawab. [SJ]