Paradigma Kapitalisme, Mampukah Mencegah Kekeringan?
OpiniAir merupakan kepemilikan umum yang diharamkan negara menyerahkannya kepada perusahaan-perusahaan air minum seperti saat ini
Negara justru harus memfasilitasi agar rakyat mudah mendapatkannya, bukan menjualnya dengan alasan apa pun
________________________________
Penulis Nuni Toid
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi AMK
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Saat ini tengah terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrem di berbagai daerah termasuk Kabupaten Bandung. Kondisi tersebut berdampak pada munculnya kekeringan. Untuk itu, dibutuhkan penanganan sedini mungkin untuk menghadapinya.
Dilansir dari balebandung[dot]com, (05/10/23), Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kementerian Sosial RI memfasilitasi pembentukan Kampung Bedas Siaga Bencana yang berlokasi di Kampung Nagreg dan Desa Tenjolaya Kecamatan Pasirjambu, karena kedua tempat ini dinilai rawan.
Untuk itu, Bupati Bandung, Dadang Supriatna melantik para pengurus kedua kampung tersebut pada pagelaran apel kesiapsiagaan menghadapi perubahan iklim di lapangan desa/kec Nagreg. Mengapa melibatkan warga setempat? Karena menurutnya, hal itu tidak bisa diatasi oleh pemerintah saja, tapi harus melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Caranya melalui program dan skema pentahelix, di mana penanggulangannya merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah, unsur akademis, dunia usaha, masyarakat, komunitas dan media massa. Ia pun menginstruksikan kepada rakyat untuk menanam pohon, melakukan salat sunah istisqa dengan harapan agar negeri ini segera terbebas dari kekeringan.
Sekilas tindakan pemerintah dalam mencegah terjadinya bencana akibat perubahan iklim tidaklah salah. Hanya saja, bersifat parsial dan tambal sulam saja. Ibarat mengurai benang kusut yang tidak ada ujungnya, dipastikan sulit, dan tidak akan pernah tuntas hingga ke akarnya.
Dimana rakyat hanya diminta menanam pohon, salat meminta hujan, dan dianjurkan untuk melapor bila mengalami kekeringan air di rumahnya. Sedangkan inti dari permasalahannya tidak diselesaikan.
Padahal semua kerusakan dan bencana yang terjadi akibat perbuatan manusia itu sendiri, yang karena keserakahannya mereka merusak ekosistem alam. Misalnya, penggundulan hutan-hutan dengan alasan pemerataan pembangunan, untuk pembangunan kompleks perumahan, pertokoan, infrastruktur dan lain sebagainya. Yang tanpa disadari tindakan ini telah merusak lapisan ozon yang sangat penting untuk melindungi bumi dari panasnya matahari yang merusak.
Selain itu, penguasaan mata air oleh perusahaan-perusahaan air minum dengan izin penguasa melengkapi penderitaan rakyat. Air bersih atau air minum harus dibeli dengan harga mahal, yang dulunya tidak terpikirkan hidup di negeri yang subur, air minum saja harus beli.
Inilah buah diterapkannya sistem kapitalisme-liberal. Alih-alih kesejahteraan yang dicapai, justru yang terjadi musibah dan petaka yang silih berganti. Adanya ide kebebasan membuat sistem kepemilikan kacau balau. Manusia merasa berhak memiliki dan menguasai segala sesuatu. Yang penting adalah bagaimana bisa menguntungkan pihaknya tanpa menghiraukan dampak yang akan ditimbulkannya.
Hutan yang seharusnya menjadi paru-paru dunia dengan segala manfaat yang dimilikinya, ternyata memiliki berbagai jenis tumbuhan yang dapat menyerap karbon dioksida dengan tinggi. Keberadaanya juga mampu menjaga keseimbangan air, memberi kesuburan, mencegah banjir, dan dapat mencegah tanah longsor dan lain sebagainya. Hanya saja sekarang, kelestarian tidak terjaga akibat liberalisasi, sehingga bencana terus terjadi.
Islam sebagai Solusi
Paradigma kapitalisme jelas tidak mampu mencegah bencana akibat perubahan iklim. Karenanya kita wajib merujuk kepada Islam, yaitu aturan sahih yang berasal dari Sang Maha Pencipta. Sistem inilah yang mampu mengelola alam dengan sempurna.
Negara memandang bahwa manusia, kehidupan dan seluruh isinya adalah satu kesatuan yang saling berkesinambungan dan telah ditetapkan sesuai syariatNya. Karenanya manusia harus menjaga kelestarian bumi dengan memanfaatkan alam sebaik mungkin demi kesejahteraan dan kebaikannya. Islam telah melarang dengan tegas untuk tidak merusaknya.
Sebagaimana firman Allah Swt.: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya …." (QS.: Al-Araf: 56)
Negara juga akan mengembalikan fungsi hutan dan yang lainnya sebagai pengatur iklim global. Sehingga yang tercipta adalah kelestarian alam, bukan kerusakan.
Begitu pun dengan pemenuhan air bersih bagi rakyat. Negara akan menyediakan teknologi perpipaan, seperti PDAM secara gratis, bila pun harus membayarnya, tentu dengan harga yang terjangkau atau sangat murah.
Air merupakan kepemilikan umum yang diharamkan negara menyerahkannya kepada perusahaan-perusahaan air minum seperti saat ini. Negara justru akan memfasilitasi agar rakyat mudah mendapatkannya, bukan menjualnya dengan alasan apa pun.
Sudah waktunya umat bersatu meninggalkan aturan kapitalisme yang rusak dan menyengsarakan ini. Dan beralih kepada sistem Islam yang mampu mengatasi segala problematika kehidupan, termasuk berbagai bencana yang terjadi akibat perubahan iklim. Semua akan terlaksana sempurna saat aturan Allah ditegakkan di setiap sendi kehidupan dalam naungan sebuah sistem pemerintahan. Wallahualam bissawab. [SJ]