Program Pelatihan Berwirausaha, Akankah Memajukan Perekonomian Negeri Ini?
Opini
Program pelatihan serta munculnya para pelaku UMKM hanya bentuk tanggung jawab negara yang bersifat parsial, karena semestinya program seperti ini bersifat menyeluruh untuk seluruh warga masyarakat yang membutuhkan modal dan pekerjaan
Jikapun program tersebut terlaksana, yang diuntungkan bukanlah rakyat itu sendiri melainkan para kapital dalam wujud pengusaha bermodal besar
______________________________
Penulis Ruri Retianty
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bermula dari program UMKM yang berhasil menjadi penyelamat roda perekonomian negara di saat menghadapi krisis atau resesi beberapa tahun yang lalu. Hal tersebut mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan lebih, seperti menyediakan pelatihan berwirausaha bagi masyarakat.
Program pelatihan berwirausaha juga diterapkan di wilayah Kabupaten Bandung, dengan penyelenggaranya adalah Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian RI yang bekerjasama dengan Komisi VII DPR-RI. Pelatihan ini pun mengundang antusiasme warga masyarakat yang ingin mengetahui ilmu berwiraswasta.
Pemerintah Kabupaten Bandung berharap pelatihan tersebut selain untuk menekan angka pengangguran juga bisa mencetak wirausahawan-wirausahawan baru dengan kemampuan ilmu dan keterampilan yang mumpuni serta menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat.
Adapun teknisnya, para calon wirausahawan akan diberikan pelatihan bagaimana cara mengelola usaha supaya bisa berhasil dan berkembang. Namun, hal tersebut tidak bisa diakomodasi semua karena keterbatasan waktu, tempat dan yang lainnya. Selain itu juga karena Diklat WUB ini mahal harganya sehingga tidak semua masyarakat bisa mendapatkan kesempatan dilatih untuk menjadi wirausaha lewat program ini. (Ayobandung[dot]com, 12/09/2023)
Pelatihan UMKM ini hanya menyasar pada masyarakat ekonomi menengah ke atas saja, tidak meluas ke seluruh lapisan masyarakat. Sebab untuk mendapat pelatihan tersebut harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang rumit dan juga mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.
Seharusnya negara memberikan pelatihan secara terbuka dan gratis bagi semua lapisan masyarakat yang ingin berwirausaha, karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara untuk mengatur urusan publik termasuk ketersediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Program pelatihan serta munculnya para pelaku UMKM hanya bentuk tanggung jawab negara yang bersifat parsial, karena semestinya program seperti ini bersifat menyeluruh untuk seluruh warga masyarakat yang membutuhkan modal dan pekerjaan. Jikapun program tersebut terlaksana, yang diuntungkan bukanlah rakyat itu sendiri melainkan para kapital dalam wujud pengusaha bermodal besar.
Begitulah faktanya yang terjadi saat ini, masyarakat bukannya mendapat untung melainkan merugi. Hal tersebut bisa terjadi karena sistem yang diemban saat ini, yaitu sistem kapitalis sekuler, di mana agama dijauhkan dari kehidupan. Sistem yang berpihak pada para pemilik modal ini bertujuan untuk meraih keuntungan semata tanpa memikirkan nasib rakyat.
Pelatihan yang diberikan selama ini tidaklah menjadi solusi karena masyarakat tidak hanya butuh pelatihan tapi juga modal usaha. Sementara saat ini persaingan usaha terutama antara pelaku usaha skala besar dan usaha mikro sangatlah tidak seimbang. Para pengusaha makro bisa menguasai pasar dengan mudah karena ada dukungan izin negara, sedangkan pelaku usaha mikro banyak yang putus di tengah jalan karena minimnya modal dan tak mampu membayar izin perpanjangan usaha.
Inilah persoalan utama yang dihadapi UMKM, maka selama negara tidak pro kepada mereka dengan kemudahan berupa izin, fasilitas, ketersediaan bahan baku, modal dan distribusinya, program untuk rakyat apa pun bentuknya tidak akan berjalan lama.
Berbeda dengan Islam. Agama satu-satunya yang bisa menyelesaikan semua problematika kehidupan, melalui aturan yang diturunkan oleh Sang Maha Pengatur bisa menyejahterakan kehidupan umat, karena negara yang akan bertanggung jawab dalam pemenuhan semua kebutuhan umatnya. Seorang pemimpin akan meriayah umatnya dengan baik dan bijak sesuai tuntunan syariat-Nya. Rasulullah saw. bersabda:
"Pemimpin adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari).
Adapun terkait UMKM, negara tidak akan menjadikan sektor ekonomi mikro seperti UMKM sebagai pilar perekonomian. Negara akan memenuhi kebutuhan ekonomi rakyatnya melalui prinsip kemandirian, di antaranya:
Pertama, negara mengedepankan dua jenis industri yang membuatnya menjadi negara mandiri dan berdikari, yakni industri berat dan industri terkait pengelolaan harta milik umum, semisal pengelolaan minyak bumi, barang tambang, listrik, logam, dan apa saja yang menjadi harta milik rakyat. Dengan kehadiran dua industri ini saja sudah cukup mampu menyerap tenaga kerja rakyat dalam jumlah yang sangat besar.
Kedua, negara mengatur status kepemilikan harta, seperti harta milik individu, umum, dan negara. Secara khusus negara melarang harta milik umum dimiliki individu atau swasta. Negaralah pihak yang berhak mengelolanya dan mengembalikan hasil pengelolaan tersebut kepada rakyat. Sabda Rasulullah saw.:
"Kaum muslim berserikat atas tiga perkara: padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Ketiga, negara menyediakan modal usaha dari kas negara yang disebut Baitulmal bagi rakyat yang belum bekerja. Bisa berupa pemberian sebidang tanah mati ataupun pinjaman tanpa riba. Bagi mereka yang tidak mampu bekerja atau tidak ada keluarga yang mampu menafkahinya, semisal cacat, tua renta, atau janda, negara menafkahi kebutuhannya secara langsung.
Keempat, negara akan merapkan pola hidup sehat, sederhana, dan secukupnya di tengah-tengah umat. Dengan pola hidup yang sesuai standar Islam. Produktivitas umat lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder. Adapun bagi yang memiliki harta berlebih akan didorong untuk bersedekah dan berinfak kepada yang kurang mampu sehingga harta tidak beredar pada golongan orang kaya saja.
Demikianlah Islam mengatur sektor perekonomian yang diwujudkan negara sebagai pelaksananya. Sistem ekonomi Islam diatur berdasarkan syariat agar membawa kemaslahatan. Distribusi dari pengelolaan SDA dan industri diberikan negara secara merata untuk seluruh masyarakat, muslim atau nonmuslim, kaya atau miskin.
Wallahualam bissawab. [SJ]