Rumah Tangga, Tak Cukup hanya Cinta
Opini
Penting bagi pasangan memahami hakikat pernikahan dalam Islam, yaitu merupakan penyempurnaan sebagian agama dan ibadah terpanjang di dunia sesuai sunnah Rasulullah saw.
Terdapat makna sakral dalam mitsaqan ghalizhan yang tidak hanya melibatkan manusia dengan manusia saja, tetapi juga merupakan ikrar yang disaksikan oleh Allah Swt.
_________________________
Penulis Ummu Bintang Al-Mustaniir
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ketika dua insan ingin membangun bahtera rumah tangga, dapat dipastikan tujuan mereka adalah untuk bahagia. Bersama merajut harapan guna mewujudkan keluarga sakinah mawadah warahmah sudah menjadi keinginan lazim sesuai fitrah manusia. Namun faktanya semua itu tak semudah membalik telapak tangan. Berbagai problematika rumah tangga mengiring perjalanan dan tak jarang berujung pada kegagalan.
Sebagaimana dikutip dari republika[dot]id terpampang angka perceraian di Indonesia sangat tinggi. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof Dr Kamaruddin Amin dalam agenda Rakornas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) di Jakarta (21/9/2023) menyatakan bahwa kasus perceraian sudah mencapai angka 516 setiap tahunnya. Sedangkan angka pernikahan justru menurun dari 2 juta menjadi 1,8 juta setiap tahun. Menurutnya ini sangat memprihatinkan dan membutuhkan perhatian serta kerjasama dari berbagai pihak untuk mengatasinya. Sebab kasus perceraian dapat berimbas langsung terhadap nasib generasi negeri ini.
Ada beberapa faktor pemicu terjadinya perceraian di antaranya adalah:
1. Perselisihan antara kedua belah pihak yang tak kunjung menemukan titik tengah. Sudah menjadi hal lumrah jika dalam rumah tangga terdapat perbedaan pendapat antara suami dan istri hingga akhirnya bertikai. Namun jika hal ini terus-menerus terjadi tanpa ada kesadaran untuk saling mengerti dan saling memahami, maka dapat berujung pada perpisahan.
2. Faktor ekonomi keluarga yang tidak mendukung. Meskipun bukan merupakan masalah utama, tetapi tidak dapat dinafikan jika faktor ekonomi keluarga merupakan penunjang pencapaian kehidupan rumah tangga yang harmonis. Apalagi minimnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki membuat seorang kepala keluarga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya. Hal ini pun dapat menimbulkan konflik rumah tangga dan mengakibatkan perceraian.
3. Pengaruh sistem kapitalisme. Ketika negara menganut sistem kapitalisme sekuler, maka dapat dipastikan masyarakatnya pun akan terbawa arus suasana kapitalis. Gaya hidup hedonis dan materialistis menggiring pemahaman manusia untuk menitik beratkan tujuan hidupnya hanya berorientasi pada materi semata. Hidup glamour dan eksis di sosial media menjadi kepentingan utama yang tak jarang menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Suami istri menjadi lupa akan tujuan utama pernikahan dan malah larut dalam ego masing-masing.
4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kurangnya ilmu dalam berumah tangga seringkali beriringan dengan kurangnya kemampuan pasangan dalam melakukan kontrol emosi. Entah itu merupakan karakter bawaan atau karena dipicu oleh hal lainnya, kasus KDRT acapkali terjadi dan menyebabkan cedera fisik. Biasanya pihak teraniaya akan menggugat cerai dengan harapan tidak akan terjadi penganiayaan berikutnya. Alhasil kehidupan rumah tangga pun sulit untuk dipertahankan.
Selain keempat faktor di atas masih ada lagi faktor-faktor pemicu terjadinya perceraian seperti kasus perjudian, mabuk, pernikahan usia dini, pernikahan paksa, murtad, dan lain sebagainya. Menilik dari berbagai faktor tersebut dapat kita cermati bahwa visi dan misi dalam berumah tangga menjadi hal penting ketika ingin mewujudkan keluarga sakinah, mawadah, warahmah. Bekal cinta saja tidak cukup untuk menghadapi terpaan badai masalah.
Visi dan Misi Berumah tangga
Biasanya manusia menikah hanya berbekal cinta dan mengutamakan rasa saling suka. Mengabaikan kesiapan mental dan ilmu, khususnya ilmu agama. Ketika berbicara tentang pernikahan tentu erat kaitannya dengan pemahaman seseorang tentang agama. Jika seorang kepala keluarga kurang dalam pemahaman agamanya, niscaya akan mengalami kebingungan dalam menentukan arah tujuan rumah tangganya. Begitu juga ketika seorang istri tidak mengerti akan tanggung jawabnya sebagai istri, niscaya rumah tangga terasa bagaikan neraka. Maka diperlukan visi dan misi yang jelas, serta bekal ilmu agama yang cukup agar selamat dunia akhirat.
Hakikat Pernikahan dalam Islam
Penting bagi pasangan memahami hakikat pernikahan dalam Islam, yaitu merupakan penyempurnaan sebagian agama dan ibadah terpanjang di dunia sesuai sunnah Rasulullah. Terdapat makna sakral dalam mitsaqan ghalizhan yang tidak hanya melibatkan manusia dengan manusia saja, tetapi juga merupakan ikrar yang disaksikan oleh Allah Swt. bahkan pelafazannya sampai mengguncang arsy. Dari sinilah lahir tanggung jawab berat antara suami dan istri. Harus ada korelasi dari kedua belah pihak dalam menjalani kehidupan rumah tangga, bukan keinginan untuk menonjolkan diri. Harus saling melengkapi, saling menerima dan sama-sama fokus untuk meraih rida Allah Swt.
Tujuan pernikahan tidak hanya meraih kebahagiaan dunia saja. Akan tetapi saling mengusahakan agar keluarga selamat hingga jannah-Nya. Sesuai dengan perintah Allah Swt. dalam QS. At-Tahrim ayat 6 yang maknanya, "Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." Konsekuensinya jelas bahwa tanggung jawab besar seorang suami adalah memastikan dirinya dan seluruh anggota keluarga selamat dari api neraka. Jadi pernikahan tidak dipandang sebagai hal main-main. Memang benar jika perceraian diperbolehkan agama, tetapi ketika benar-benar sudah tidak ada pemecahan bagi persoalan rumah tangga. Perlu diingat bahwa perceraian dibenci oleh Allah Swt.
Peran Negara
Dalam rangka mewujudkan keluarga sakinah mawadah warahmah juga diperlukan peran negara. Lalu di manakah letak peran negara dalam hal ini? Tentu saja negara berperan penting dalam mewujudkan masyarakat yang memiliki pola pikir islami dan pemahaman islami. Hal itu dapat terwujud jika negara menerapkan sistem Islam. Dalam sistem Islam, segala aspek kehidupan harus sesuai dengan hukum Islam, baik aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Tidak akan ada lagi masalah krisis ekonomi dan segala persoalan pelik mengenai kebutuhan hidup. Tidak ada lagi kasus perselingkuhan karena negara akan menindak pelaku zina dengan tegas. Tentang judi, masalah perlindungan anak, KDRT, dan semua faktor pemicu terjadinya perceraian akan dikendalikan dengan mudah oleh pemikiran Islam. Sehingga tercipta situasi yang saling mendukung demi terwujudnya keluarga sakinah mawadah warahmah.
Wallahualam bissawab. [GSM]