Kendari Langka Elpiji, Solusi Pemerintah Setengah Hati?
Opini
Berulangnya kelangkaan elpiji menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki langkah-langkah tanggap darurat dalam menangani pemenuhan kebutuhan masyarakat. Padahal, kebutuhan akan energi khususnya gas sangat urgen bagi masyarakat dan menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya
Sayangnya, pemerintah dalam hal ini yang berwenang mengurusi energi terkesan gagap dan tidak siap jika terjadi kelangkaan
____________________
Penulis Sartinah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Elpiji 3 kg masih menjadi primadona bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Harganya yang lumayan terjangkau membuat si hijau melon ini terus diburu sebagai bahan bakar utama dalam memasak sumber pangan. Sayangnya, kelangkaan elpiji 3 kg di beberapa wilayah Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Kelangkaan tersebut tak hanya sekali atau dua kali, tetapi terus berulang dan tidak ada solusi tuntas. Salah satu wilayah yang ikut mengalami kelangkaan elpiji 3 kg adalah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Kelangkaan gas elpiji 3 kg di Kota Kendari mengakibatkan harganya terus melambung. Hingga saat ini belum memperlihatkan tanda-tanda akan kembali normal. Jika sebelumnya elpiji 3 kg dapat dibeli dengan harga Rp50 ribu per tabung, kini harganya melonjak drastis di kisaran Rp70 ribu hingga Rp80 ribu per tabung. Mirisnya, tidak hanya harganya yang terus melambung, stok elpiji di tingkat pengecer mulai sulit diperoleh. (kendariposfajar[dot]co[dot]id, 02/11/2023)
Merespons keluhan masyarakat Kota Kendari tentang kelangkaan elpiji, Sales Area Manager Retail Sulawesi Tenggara Pertamina Patra Niaga, Muhammad Faruq, menjelaskan bahwa pihaknya selalu mendahulukan kepentingan masyarakat, terutama terkait kebutuhan elpiji. Faruq meminta agar masyarakat tenang dan tidak panik. Selain itu, ia mengimbau agar masyarakat membeli elpiji di pangkalan resmi pemerintah untuk menghindari oknum-oknum tertentu menjual elpiji di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Alasan Kelangkaan dan Minim Solusi
Salah satu alasan langkanya elpiji di Kota Kendari yakni adanya kebakaran Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) PT Osu Wonua Perkasa di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Hal tersebut disampaikan oleh Romi Bachtiar, selaku Senior Supervisor Comrel PT Pertamina Regional Sulawesi. Romi menyebut, sebab lain kelangkaan gas melon di Kendari adalah adanya alih suplai ke beberapa SPBE dalam rangka memenuhi kebutuhan elpiji di agen dan pangkalan di wilayah Sultra. (tribunnewssultra[dot]com, 24/10/2023)
Pernyataan pihak Pertamina yang menyebut bahwa kelangkaan elpiji di Kendari disebabkan adanya kebakaran di salah satu SPBE, seperti bentuk pembelaan diri. Pasalnya, kelangkaan elpiji di Kota Kendari dan kota-kota lain terus berulang. Artinya, tanpa ada kasus kebakaran, kelangkaan elpiji tetap terjadi.
Jika alasannya adalah kebakaran, bukankah seharusnya pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap sumber bahan bakar rakyat ini menerapkan standar penanganan kebakaran? Hal ini harus dipikirkan jika terjadi kebakaran, langkah-langkah antisipasi sudah disiapkan sehingga pasokan elpiji untuk masyarakat tidak terganggu. Adanya kelangkaan elpiji membuat harganya melonjak dan akan memicu kenaikan bahan-bahan kebutuhan pokok lainnya.
Sudah menjadi rahasia umum jika sebagian masyarakat menengah ke bawah sangat mengandalkan elpiji untuk memasak bahan pangan mereka. Jika terjadi kelangkaan elpiji masyarakat akan kesulitan memasak bahan pangannya. Meski beberapa pengamat berpendapat bahwa kelangkaan elpiji di beberapa daerah hanya bersifat sementara. Tetapi bagi rakyat yang tidak memiliki alternatif bahan bakar lain, kelangkaan elpiji membuat aktivitas mereka makin sulit.
Apalagi harganya terbilang cukup mahal dan tidak semua masyarakat mampu membeli elpiji dengan harga Rp70–Rp80 ribu. Selain itu, anjuran pihak Pertamina untuk membeli elpiji di agen resmi agak sulit dilakukan oleh sebagian warga Kota Kendari, khususnya mereka yang jauh dari agen resmi Pertamina. Walhasil, masyarakat terpaksa harus membeli gas elpiji di warung atau kios yang harganya lebih mahal berkali-kali lipat karena butuh dan tidak punya pilihan.
Buah Kapitalisme
Berulangnya kelangkaan elpiji menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki langkah-langkah tanggap darurat dalam menangani pemenuhan kebutuhan masyarakat. Padahal, kebutuhan akan energi khususnya gas sangat urgen bagi masyarakat dan menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Sayangnya, pemerintah dalam hal ini yang berwenang mengurusi energi terkesan gagap dan tidak siap jika terjadi kelangkaan.
Fakta tersebut semakin menunjukkan kegagalan negara dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan bagi rakyatnya. Inilah realitas kepengurusan rakyat di bawah payung kapitalisme. Di bawah sistem rusak ini, prioritas pengurusan negara bukan mewujudkan kesejahteraan rakyat, tetapi mewujudkan kesejahteraan para korporat. Tak heran, jika kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah lebih condong pada kepentingan korporasi.
Lebih dari itu, negara hanya sebatas regulator yang sekadar membuat kebijakan. Sedangkan urusan masyarakat diserahkan pada pihak swasta. Apalagi banyak pihak tak bertanggung jawab yang berusaha meraup untung dari pengadaan elpiji yang sebagian besar diperoleh dari impor. Karena itu, solusi parsial tidak mampu menyelesaikan kelangkaan elpiji di negeri ini.
Tanggung Jawab Penguasa dalam Islam
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang mengatur urusan manusia dengan sempurna. Pengaturan tersebut di mulai dari level individu, masyarakat, hingga negara. Salah satu yang diatur dalam Islam adalah peran seorang penguasa. Sebab, penguasa dalam Islam adalah mereka yang benar-benar berfungsi sebagai pengurus (raa'in), bukan sekadar menduduki kekuasaan sebagai penguasa.
Islam memandang tujuan dari pengurusan rakyat adalah untuk mewujudkan kemaslahatan. Artinya, seorang penguasa benar-benar memainkan perannya sebagai pengurus rakyat dalam segala urusan, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan energi secara merata dan adil.
Beberapa langkah yang ditempuh oleh penguasa yang menggunakan sistem Islam demi mewujudkan pemenuhan kebutuhan energi bagi seluruh rakyatnya adalah: Pertama, negara akan mengelola sendiri sumber daya alam yang sangat besar demi mewujudkan kesejahteraan rakyatnya sekaligus membangun kemandirian energi. Dalam hal ini, negara tidak akan memberikan penguasaan dan pengelolaan SDA kepada pihak lain baik swasta maupun asing. Pengelolaan SDA secara mandiri akan memberikan jaminan ketersediaan energi secara mudah dan murah.
Kedua, negara akan melakukan sistem pendistribusian yang adil dan merata kepada seluruh masyarakat. Dengan distribusi yang baik, tidak akan muncul kekurangan stok energi di satu wilayah dan kelebihan di wilayah lainnya. Selain pendistribusian yang adil dan benar, negara juga menjalankan fungsi pengawasan mulai dari produsen hingga konsumen untuk mencegah berbagai kecurangan dan penyelewengan.
Selain itu, negara akan menyiapkan langkah-langkah penanggulangan jika sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terjadi kebakaran di stasiun pengisian gas. Langkah-langkah penanggulangan tersebut disiapkan demi memenuhi hak seluruh rakyat tanpa ada yang merasa terzalimi. Sebab, seorang penguasa adalah raa'in (pengurus) bagi rakyatnya, sebagaimana tertuang dalam hadis riwayat Bukhari, yang artinya: "Imam (khalifah) adalah (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."
Demikianlah, karut-marut pengelolaan gas di negeri ini hanya mampu diselesaikan oleh sistem sahih rancangan Ilahi yakni sistem Islam. Di bawah naungannya pemenuhan kebutuhan rakyat menjadi prioritas, kesejahteraan rakyat bukan sebuah utopis.
Wallahualam bissawab. [Dara]