Pejabat Makin Kaya Rakyat Tambah Menderita
OpiniBerada di kursi kekuasaan akan selalu jadi tujuan karena dengan posisi itu semua mudah didapatkan terutama keuntungan dan materi
Kesenjangan sosial dan ekonomi di kalangan masyarakat semakin terlihat jelas. Pejabat semakin kaya sementara rakyat akan terus menderita. Oleh karena itu, kesalahan sistem yang menjadikan keadilan dan kesejahteraan rakyat sulit untuk diraih
___________________________________
Penulis Sriyanti
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa waktu lalu, media diramaikan dengan pemberitaan terkait aset dan kekayaan Bupati Bandung yang terus meningkat selama menjabat. Menanggapi hal tersebut ketua DPD Korp Alumni KNPI Kabupaten Bandung Tubagus Topan Lesmana menilai ini merupakan sebuah kewajaran. Menurutnya, dengan adanya Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari pejabat yang dipublis ini. Masyarakat akan dapat melihat kinerjanya secara objektif. Topan juga memberi penilaian yang positif kepada Dadang Supriatna (DS), ia menilainya masih sangat layak menjabat pada periode selanjutnya.
Selama dua tahun menjabat, dari hasil LHKPN jumlah kekayaan kang DS diketahui bertambah sebesar 600 juta. Jumlah ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Di tahun 2023 jumlah kekayaan Bupati Bandung tersebut mencapai sebesar Rp9.492.804.928 dalam bentuk tanah, bangunan, uang kas, kendaraan dan sejumlah alat berat. (metrojabar[dot]com 16/10/2023)
Perbincangan mengenai harta pejabat bukan problem yang asing lagi. Sebelumnya, negeri ini dihebohkan dengan sederetan kasus pegawai dari Dirjen pajak terkait kekayaan dan tingkah laku keluarganya yang glamor. Para pemangku jabatan memang nyaman dengan posisinya. Bagaimana tidak, di tengah berbagai kesulitan yang melanda masyarakat saat ini mereka masih mendapatkan berbagai fasilitas dan tunjangan yang begitu fantastis. Kenaikan jumlah yang begitu besar oleh sebagian tokoh masih dianggap sebuah kewajaran. Tentu, klaim ini sangat melukai hati rakyat di saat kondisi perekonomiannya yang terpuruk 600 juta bukanlah nominal yang kecil.
Jika dicermati lebih mendalam, hal demikian memang lumrah terjadi dalam sistem kapitalis demokrasi. Hak asasi yang menjadi salah satu pilarnya telah menjadikan proses memperkaya diri di kalangan pejabat menjadi terlindungi sementara hak rakyat terabaikan. Berbagai kebijakan yang mereka keluarkan biasanya selalu berpihak pada para kapital. Sangat jauh dari kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Gratifikasi dikalangan penguasa dianggap sebagai hal yang biasa.
Berada di kursi kekuasaan akan selalu jadi tujuan karena dengan posisi itu semua mudah didapatkan terutama keuntungan dan materi. Kesenjangan sosial dan ekonomi di kalangan masyarakat semakin terlihat jelas. Pejabat semakin kaya sementara rakyat akan terus menderita. Oleh karena itu, kesalahan sistem yang menjadikan keadilan dan kesejahteraan rakyat sulit untuk diraih.
Lain halnya dalam sistem Islam yang berasal dari aturan Sang Pencipta dan Pengatur manusia. Dalam sistem ini jabatan penguasa merupakan sebuah amanah besar. Perannya sebagai pengurus dan pelayan seluruh kebutuhan umat. Ia tidak akan main-main dalam menjalankan tugasnya melayani rakyat. Apalagi sampai menjadikan orang-orang yang dalam pengurusannya menderita. Kesejahteraan masyarakat akan menjadi prioritas utama, karena seorang pemimpin memiliki kesadaran bahwa perkara ini kelak akan dimintai pertanggung jawaban. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Seorang imam (Khalifah) adalah pengurus bagi rakyatnya, dan ia dimintai pertanggung jawaban atas apa yang diurusnya." (HR. Bukhari)
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh para penguasa senantiasa bersandar pada syariat. Tidak akan pernah dijumpai pejabat yang membisniskan kekuasaannya sebagaimana yang terjadi pada sistem yang diterapkan saat ini. Dengan penuh keimanan dalam mengemban tugasnya seorang penguasa akan menundukkan hawa nafsu dari kemegahan dunia.
Khalifah Umar bin Khattab salah satu contoh pemimpin yang sangat luar biasa pengorbanannya untuk umat. Ia dikenal memiliki sifat yang adil, bijaksana, tegas, bertanggung jawab dan dikenang sebagai sosok penguasa yang miskin. Meski berkedudukan sebagai seorang petinggi negara namun, kesehariannya sangat sederhana. Khalifah hanya memiliki beberapa pakaian saja. Harrtanya diserahkan demi kesejahteraan umat. Dengan penuh keikhlasan ia rela menahan lapar dan makan seadanya.
Dari segi ketegasannya terhadap pejabat di bawahnya terkait kepemilikan harta, Umar mempraktekkan pembuktian terbalik sebagaimana yang dilakukan pada Abu Sufyan yang kekayaanya bertambah setelah putranya menjabat sebagai penguasa. Kemudian, Khalifah mengambil kelebihan harta tersebut untuk dikembalikan pada kas negara.
Itulah sedikit gambaran penguasa dalam Islam. Sangat jauh berbeda dengan fakta pemimpin dalam naungan kapitalis. Untuk itu, solusi hakiki agar kesejahteraan rakyat terwujud adalah kembali menerapkan syariat Allah Swt. di seluruh aspek kehidupan dalam naungan sebuah kepemimpinan. Wallahualam bisssawab. [Dara]