Penerima Bansos Dipangkas Tak Peduli Realitas
Opini
Dengan pengaturan Islam semuanya akan mendapat pelayanan yang sama dari Islam, tanpa dibedakan berdasarkan kedudukan, agama, ras, dan lain sebagainya
Itulah bentuk keadilan Islam dalam kepengurusan kepentingan rakyatnya, maka sejatinya hanya Islam yang layak untuk dijadikan pengatur kehidupan karena Islam adalah Rahmatan Lil 'Alamin
______________________________
Penulis Putri Efhira Farhatunnisa
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bansos (Bantuan Sosial) beras 10kg telah membantu masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga pengeluaran untuk pangan dapat ditekan. Namun sayangnya, penerima bansos tersebut dipangkas sebanyak 690 ribu keluarga oleh pemerintah.
Bansos beras 10kg per bulan yang tadinya disalurkan pada 21,35 juta keluarga, menjadi hanya 20,66 juta keluarga. Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani mengatakan bahwa penerima bansos sebelumnya sudah ada yang meninggal dunia, pindah lokasi atau dianggap sudah mampu. (cnnindonesia[dot]com, 29/10/2023)
Penerima Sudah Mampu, Benarkah?
Koreksi data penerima bansos ini perlu dipertanyakan kebenarannya. Karena kalaupun ada yang pindah lokasi tentu masih wilayah Indonesia, maka mereka masih berhak untuk menerima bansos, hanya perlu memindahkan data ke daerah tujuan saja.
Ada pula yang dianggap sudah mampu, tetapi benarkah mereka sudah hidup layak? Karena di tengah harga pangan yang serba mahal pasca pandemi ini kemungkinan telah mampu itu sangat kecil. Yang ada adalah kesenjangan sosial terus menganga. Yang miskin kian miskin, yang kaya makin kaya.
Terlebih adanya UU yang tak berpihak pada kaum buruh, sehingga mereka mudah sekali untuk kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Belum lagi ada ancaman resesi ekonomi yang membuat dunia industri melakukan PHK besar-besaran. Hal itu akan membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya, bukankah justru masyarakat miskin makin bertambah?
Realita Kehidupan ala Kapitalisme
Perkara bansos ini memang sudah lama bermasalah. Misalnya saja pemberian yang tidak tepat sasaran karena ketidakadilan saat pendataan, banyak di antara penerima yang merupakan orang mampu atau memiliki hubungan dekat dengan aparat pengurus bansos.
Selain itu, masalah dana bansos yang dikorupsi oleh pejabat tak bertanggung jawab. Maka dari itu manipulasi data bukan hal yang dapat disingkirkan begitu saja dalam koreksi pendataan kali ini. Beginilah kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme buatan manusia. Kebijakannya tak memedulikan realita kehidupan yang ada.
Bukan Saatnya Bersabar dengan Diam
Pangan yang serba mahal dan sulitnya mencari pekerjaan tak menjadi pertimbangan pemerintah untuk kebijakannya. Padahal masyarakat jelas-jelas butuh bantuan negara untuk mempermudah kehidupannya, kepada siapa lagi rakyat mengadu kalau bukan pada pemimpinnya?
Dan sabar bukan kata yang tepat dalam kondisi seperti sekarang di mana masyarakat banyak yang dizalimi negaranya sendiri. Bersabar yang pasif dan hanya berdoa pada Yang Maha Kuasa jelas tidak cukup. Karena ini merupakan sebuah kezaliman yang harus dilawan.
Sabar dalam Islam ialah berusaha semaksimal mungkin untuk mengentaskan permasalahan yang ada, sabar selama menjalani, lalu tawakal atas hasil yang Allah tetapkan. Hal ini berlaku bukan hanya bagi rakyat, melainkan penguasa juga harus memiliki sikap yang sama.
Jika hal tersebut tidak terjadi pada para penentu kebijakan, maka rakyat harus beramar makruf nahi mungkar. Karena sejatinya yang mengawasi berjalannya pemerintahan ialah rakyat, karena negara hanyalah pelayan yang harus mengurusi kepentingan masyarakatnya.
Islam dalam Kepengurusan Rakyat
Posisi rakyat bagi penguasa dalam Islam ialah 'anak bagi ibu' yang harus dilayani sepenuh hati, dipenuhi kebutuhannya, dan diprioritaskan segala kepentingannya. Pemimpin hanyalah pelayan umat, yang harus selalu mendahulukan kepentingan rakyat dibanding kepentingan pribadi.
Islam juga memiliki banyak teladan pemimpin yang baik, salah satunya Sayyidina Umar bin Khattab r.a.. Beliau adalah pemimpin bijaksana yang selalu mendahulukan kepentingan rakyatnya. Bahkan ia rela makan seadanya dan tidak suka jika diberi hadiah yang dikhususkan hanya untuknya.
Suatu hari seorang utusan gubernur Azerbaijan (wilayah kekuasaan Islam dibawah Khalifah Umar bin Khattab) membawa gula-gula khusus dari Azerbaijan. Lalu Sang Khalifah bertanya "Apa semua penduduk juga mendapatkan ini?" Ketika tahu bahwa itu hanya untuknya, beliau marah dan segera membagikan gula-gula tersebut pada fakir miskin.
Pada kisah lainnya saking takutnya akan pertanggungjawabannya sebagai pemimpin di akhirat kelak, Sayyidina Umar pernah hanya makan roti dan minyak hingga tubuhnya menghitam dan kurus ketika masa paceklik, ia tidak mau lebih mewah dari rakyatnya. Di manakah kita bisa menjumpai pemimpin seperti beliau sekarang ini?
Kesejahteraan rakyat diperhatikan individu per individu, kebutuhan pokok seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan menjadi tanggung jawab Islam. Dan Islam memiliki mekanisme tersendiri untuk menjamin hal tersebut, maka terpenuhinya kebutuhan akan dimudahkan.
Islam juga akan mempersembahkan kualitas pangan terbaik dan kuantitas yang memadai untuk masyarakat, karena begitulah seharusnya. Jaminan tersebut juga akan dinikmati oleh seluruh warga yang tinggal dalam wilayah Islam, baik muslim maupun nonmuslim.
Dengan pengaturan Islam semuanya akan mendapat pelayanan yang sama dari Islam, tanpa dibedakan berdasarkan kedudukan, agama, ras, dan lain sebagainya. Itulah bentuk keadilan Islam dalam kepengurusan kepentingan rakyatnya, maka sejatinya hanya Islam yang layak untuk dijadikan pengatur kehidupan karena Islam adalah Rahmatan Lil 'Alamin.
Wallahualam bissawab. [SJ]