Sempurnakan Upaya Boikot oleh Negara
Opini
Seruan boikot hanya akan efektif ketika sebuah institusi negara yang melakukannya
Negara memiliki kuasa dan mempunyai pengaruh kuat
______________________
Penulis Rosita
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gencarnya bombardir zionis Israel terhadap rakyat Palestina, mengundang simpati banyak orang tanpa kecuali baik dari kalangan muslim maupun non muslim. Atas nama kemanusiaan mereka rela melakukan apa saja demi menghentikan pembantaian yang terjadi di Palestina.
Dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan bahwa “Mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel baik maupun tidak langsung langsunghukumnya haram.” Karena itu, MUI merekomendasikan kepada semua masyarakat muslim di Indonesia untuk menghindari semaksimal mungkin bermuamalah, seperti transaksi jual beli dengan pelaku usaha yang secara nyata memberi dukungan terhadap agresi juga aktivitas zionis Israel. Hal ini disampaikan oleh Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam. (VOA, 12 November 2023)
Seperti yang disuarakan oleh pemilik usaha furniture, Dekorin Wood, Darmawan Nasution. Menurut beliau dukungan terhadap penghentian kekerasan di Gaza tidak dengan perang, bukan juga lewat aksi demo besar-besaran. Namun dengan cara mengurangi ketergantungan kepada seluruh produk-produk yang terafiliasi Israel. (tirto[dot]id, 7 November 2023)
Begitu besarnya dukungan bagi rakyat Palestina, sehingga masyarakat dengan suka rela meninggalkan produk-produk yang disinyalir mendukung terhadap aksi Zionis Israel. Seruan boikot produk yang mendukung Zionis Yahudi adalah wujud kesadaran individu masyarakat untuk membela palestina.
Umat rida melakukan segala daya upaya yang mereka lakukan, terlebih dalam situasi ketika negara tidak melakukan pembelaan yang lebih nyata atas nasib muslim Palestina. Sehingga seruan boikot dari rakyat mampu mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa. Berharap fatwa tersebut tidak berhenti sampai seruan boikot tetapi sampai seruan untuk jihad.
Adapun langkah Majelis Umat Indonesia (MUI) ini patut diapresiasi karena telah mendukung perjuangan Palestina untuk mengusir penjajah. Dengan mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memakai produk-produk yang disinyalir keuntungannya digunakan untuk mendukung zionis Israel.
Meski demikian, faktanya seruan boikot dari umat dan MUI tidak luput dari pro dan kontra. Terlebih produk-produk yang disinyalir mendukung Zionis Israel itu banyak melibatkan para pegawai atau karyawan yang menggantungkan mata pencahariannya dari produk tersebut.
Di sisi lain, seruan boikot hanya akan efektif ketika sebuah institusi negara yang melakukannya. Karena, negara memiliki kuasa dan mempunyai pengaruh kuat. Lebih jauh bahwa tidak cukup sekadar dengan aturan boikot saja. Seharusnya negara mengirimkan bantuan pasukan militer untuk memberikan pembelaan secara nyata, bukan hanya mengirimkan bantuan berupa bahan pokok. Karena, dengan bantuan pasukan militer yang penuh dan kuat akan lebih mempercepat untuk menyelesaikan masalah genosida (pembantaian besar-besaran) yang ada di Palestina.
Begitulah fakta yang ada saat ini, sikap dunia terhadap penjajahan atas Palestina. Hingga kini Tidak ada satu negara yang berani menyatakan dukungan dengan mengirim bantuan militer untuk melawan penjajah Zionis. Pembelaannya hanya sebatas pidato dan pernyataan di hadapan awak media. Bantuan yang diserukan hanya sebatas kemanusiaan berupa makanan, obat-obatan, kain kafan, atau sekadar upaya diplomasi untuk mewujudkan dua negara.
Inilah yang terjadi bila negara tidak memiliki kedaulatan yang penuh. Negara ini seperti halnya negara-negara muslim lainnya yang saat ini terbelenggu prinsip nasionalisme dalam sistem kapitalisme liberal. Seakan-akan masalah negara lain itu bukan suatu urusan dan ancaman untuk negaranya.
Berbeda dengan paradigma dalam Islam bahwa umat Islam memiliki kekuatan yang besar yaitu memiliki akidah yang sama. Muslim diibaratkan satu tubuh, bila ada salah satu bagian yang sakit, maka seluruh tubuhnya pasti akan merasakan sakit.
“Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam.” (Khalifah Abdul Hamid II, 1897)
Itu artinya Palestina adalah milik umat Islam, dan Islam memandang wilayah umat wajib dipertahankan. Syariat Islam menerapkan kewajiban membela muslim yang teraniaya apalagi terjajah. Dalam hal ini pemboikotan tidak akan mampu untuk menyelesaikan masalah secara hakiki, hanya salah satu opsi saja. Apalagi pemboikotan ini hanya seruan dari sebagaian masyarakat, bukan atas peran negara yang berdaulat dan mengikat.
Seperti yang terjadi dalam perang salib pada abad 15 M, dimana perilaku agama Nasrani di Eropa terhadap kaum muslim. Perlakukan mereka begitu keji dan ingin melenyapkan Islam serta kaum muslim. Kebencian yang teramat sangat dalam ini, terdapat dalam jiwa-jiwa semua orang Eropa. Saat itu umat muslim ditindas, dihina, dijajah dan pembelengguan sampai menyentuh ke sektor politik, maupun akidah. Gerakan itu disebut dengan gerakan misionaris, dibentuk atas dasar tujuan penghapusan Islam dengan tikaman dari dalam.
Hal inilah yang melatarbelakangi panglima tentara Dinasti Zankiyah Asaduddin Syirkuh juga panglima perang muslim Kurdi dari Mesir dan Suriah, Salahuddin al-Ayyubi. Untuk membebaskan Yerusalem dengan menyerang tentara salib. Dengan persiapan yang matang dan menyebarkan dakwah, persatuan dan kesatuan umat ditanamkan serta dibangkitkan kesadaran mereka untuk menghadapi tentara salib.
Dengan kampanyenya ia berhasil menyatukan penduduk Syam, Irak, Yaman, Hijaz, dan maroko di bawah satu komando. Terbentuklah pasukan yang tangguh serta memiliki pembangunan markas militer, benteng-benteng perbatasan, memperbanyak jumlah pasukan, memperbaiki kapal-kapal perang, membangun rumah sakit, dan lain-lain. Semua dilakukan dengan tujuan yang sama yakni mengusir dan memerangi para penjajah atau tentara Salib.
Pada tahun 1187 pasukan Salahuddin al-Ayyubi melancarkan serangan skala penuh ke Yerusalem. Serangan tersebut ditujukan untuk memerangi kaum Frank (tentara Salib dan Eropa Barat) di semua tempat dan berhasil mengalahkan mereka dengan telak pada 4 Juli 1187.
Inilah yang terjadi saat aturan Islam diterapkan, di mana seorang muslim harus membela saudaranya sesama muslim sampai melakukan perlawanan dengan cara jihad. Seharusnya hal serupa terjadi saat ini, bukan hanya masyarakat saja yang memboikot produk-produk yang disinyalir membantu zionis Israel, tetapi seluruh pemimpin Islam bersatu mengirimkan pasukan militer untuk mengusir dan memerangi penjajah zionis Israel. Karena itu adalah bagian dari perintah dari Sang Pencipta.
Seperti firman Allah dalam Al-Qur'an: “Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu.” (TQS Al - Baqarah : 191). Wallahualam bissawab. [Dara]