Ilusi Bahan Pangan Murah untuk Rakyat
OpiniDalam hal pasokan pangan, Islam akan menetapkan sebuah mekanisme pasar yang sehat
Negara melarang perkara yang akan merugikan rakyat seperti penimbunan, penipuan, praktik ribawi dan monopoli
______________________________________
Penulis Elin Nurlina
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Persoalan naiknya bahan pangan seperti tidak ada hentinya. Apalagi kenaikan bahan pangan sering terjadi pada momen-momen hari besar agama, baik itu menjelang Ramadan, Lebaran maupun NataRu (natal dan tahun baru).
Kondisi ini tentu memengaruhi tingkat penurunan daya beli masyarakat terhadap bahan pangan tersebut. Penjual maupun pembeli sangat merasakan dampak dari kenaikan bahan pangan ini. Padahal bahan-bahan pangan tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya mulai dari beras hingga cabai rawit. (liputan6[dot]com, 26/11/2023)
Mahalnya harga pangan menunjukkan negara gagal menjamin kebutuhan pangan murah. Negara seharusnya melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kenaikan harga karena berbagai persoalan. Namun hari ini mustahil terwujud ketika negara hanya menjadi regulator dan fasilitator saja.
Sistem ekonomi kapitalisme membuat pengelolaan pangan dalam negeri amburadul sehingga menambah kesengsaraan. Tidak cukup hanya di situ, kesalahan sistem ekonomi kapitalis menyebabkan abainya perhatian distribusi pangan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat individu per individu.
Akibatnya banyak masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Kesalahan dalam menjaga stabilitas bahan pangan kadang membuat penumpukan bahan pangan. Karena itu bukan hal yang aneh ketika stok pangan berlebih dan berujung pada pemusnahan.
Hal itu telah terjadi pada tahun 2019 lalu, di mana 20 ribu ton beras yang memiliki usia simpan di atas 1 tahun harus dimusnahkan. Ini jelas, bahwa krisis pangan yang senantiasa terjadi bukan karena jumlah pangan yang tidak mencukupi kebutuhan manusia, tetapi karena sistem distribusi yang amburadul sebagai akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis dan kurangnya negara berperan dalam ketahanan pangan.
Patut kita ketahui, ketahanan suatu negara tidak hanya diukur dari ketahanan militernya saja tetapi negara harus mampu juga mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangannya. Itu perlu dilakukan agar masyarakat selalu terpenuhi kebutuhan akan bahan pangannya dengan mudah. Ketahanan pangan itu terdiri dari 4 hal, ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan stabilitas.
Yang dimaksud ketersediaan artinya negara harus mempunyai kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Adapun akses itu kemampuan memiliki sumber daya, baik itu secara ekonomi maupun fisik untuk mendapatkan bahan pangan.
Sementara pemanfaatan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar secara proporsional. Dan stabilitas adalah kemampuan menciptakan ketabilan akan tersedianya bahan pangan.
Islam memiliki sistem yang komprehensif dalam mengatasi masalah pangan. Kemandiriannya dalam ketahanan pangan bukan sesuatu yang utopis untuk diwujudkan seperti dalam kapitalisme. Apalagi Islam menjadikan penguasa sebagai peri’ayah yang wajib mengurus rakyat dan memenuhi kebutuhannya.
Negara akan melakukan segenap cara untuk mewujudkan hal itu karena sudah menjadi amanah yang dibebankan kepundaknya. Orientasinya bukanlah profit seperti halnya dalam sistem ekonomi kapitalisme, tetapi hal tersebut diwujudkan demi kemaslahatan umat. Islam juga memiliki konsep yang jelas dalam masalah ketahanan pangan agar tetap berjalan dengan baik dan mandiri, baik mengenai ketersediaan, akses, pemanfaatan maupun stabilitasnya.
Pun demikian mengenai pengelolaan pangan konsepnya pun jelas yaitu memiliki visi mewujudkan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan. Terkait visi, Islam memandang bahwa pangan adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara.
Maka negara akan melakukan beragam upaya untuk merealisasikannya agar kebutuhan masyarakat tetap tercukupi dengan baik, seperti peningkatan produktivitas lahan dan produksi pertanian yaitu melalui ekstensfikasi pertanian yaitu dengan menghidupkan lahan-lahan mati. Tujuannya agar produktif atau menanaminya dan tanah itu menjadi milik orang yang menghidupkannya. Syaratnya, tanah itu sudah tidak lagi dimanfaatkan oleh pemiliknya selama 3 tahun. Sehingga tidak ada lagi lahan kosong yang dibiarkan tanpa pemanfaatan untuk kemaslahatan rakyat.
Dalam hal pasokan pangan, Islam akan menetapkan sebuah mekanisme pasar yang sehat. Negara melarang perkara yang akan merugikan rakyat seperti penimbunan, penipuan, praktik ribawi dan monopoli.
Negara juga akan mengeluarkan kebijakan pengendalian harga, hal ini dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply dan demand bukan dengan kebijakan pematokan harga ala kapitalisme saat ini. Dalam hal ekspor impor, Islam akan senantiasa melihat dan memperhatikan kebutuhan pangan negara.
Ekspor akan dilakukan bila pasokan kebutuhan pangan negara sudah terpenuhi dan mengalami surplus. Adapun dalam hal impor, ini berkaitan dengan perdagangan luar negeri. Dalam pandangan Islam, perdagangan ini tidak dilihat dari aspek barang yang diperdagangkannya tapi lebih ke siapa yang melakukan perdagangan itu.
Maka kafir harbi yang ingin melakukan perdagangan dengan negara Islam, mereka harus memiliki visa khusus baik itu terkait dengan dirinya maupun terkait harta mereka. Kecuali harbi fi’lan maka mereka tidak boleh ada hubungan dengan negara Islam. Contohnya Israel, AS, Rusia, Inggris dan lainnya.
Adapun warga negara kafir muahad, boleh tidaknya melakukan perdagangan di wilayah negeri Islam, maka ini dikembalikan pada perjanjian yang berlaku antara negara Islam dan negara mereka. Sementara warga negara Islam baik muslim maupun nonmuslim (ahli zimah), mereka bebas saja melakukan perdagangan baik itu perdagangan domestik maupun luar negeri.
Hanya saja mereka tidak boleh melakukan ekspor komoditas strategis yang dibutuhkan di dalam negeri, karena itu bisa melemahkan kekuatan negara Islam dan menguatkan musuh. Namun hal demikian hanya akan terwujud apabila penerapan sistem Islam diberlakukan dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [SJ]