Kampanye 16 HAKtP, Solusi atau Ilusi?
OpiniPerhatian Islam terhadap perempuan bukan sekadar lip service atau selebrasi tahunan yang ternyata kering makna
Dalam sistem Islam, perempuan menempati posisi yang sama satu dengan yang lainnya, tanpa dibedakan karena paras cantiknya, kekayaan, predikat, dan jabatan
____________________________________________
Penulis Erni Setianingsih, S.Pd.
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kampanye 16 HAKtP digadang-gadang menjadi kesempatan penting untuk meningkatkan kesadaran dan mengambil berbagai langkah nyata dalam memerangi kekerasan terhadap perempuan.
Kampanye yang diperingati setiap 25 November sampai 10 Desember ini menjadi momentum yang diharapkan dapat membawa perubahan positif dan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua perempuan. KemenPPPA memandang peringatan ini sebagai refleksi kerja-kerja bersama bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan. (porosjakarta[dot]com, 30/11/2023)
16 Hari, akankah Menyolusi?
Dari berbagai macam agenda yang diselenggarakan untuk menuntaskan persoalan kekerasan terhadap perempuan, pertanyaan besar yang harusnya muncul adalah apakah permasalahannya sendiri sudah teratasi?
Fakta menunjukkan bahwa masalah perempuan tidak ada habisnya dibahas, di tengah segala pilihan solusi yang terus disajikan. Namun, realitanya nasib perempuan masih terpinggirkan.
Mengutip dari laman Komnas Perempuan, rangkaian agenda kampanye 16 HAKtP adalah sebagai berikut:
- 25 November sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP)
- 29 November sebagai Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM)
- 1 Desember sebagai Hari AIDS Sedunia
- 2 Desember sebagai Hari Penghapusan Perbudakan Internasional
- 3 Desember sebagai Hari Penyandang Disabilitas Internasional
- 5 Desember sebagai Hari Sukarelawan Internasional
- 6 Desember sebagai Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan
- 9 Desember sebagai Hari Pembela HAM Sedunia
- 10 Desember sebagai Hari HAM Internasional
Dari 9 rangkaian momentum di atas terkait hari peringatan anti kekerasan terhadap perempuan, sejauh ini bisa dikatakan sebagai rutinitas tahunan yang sekadar menjadi simbol perlawanan tanpa arti.
Fakta yang ada di lapangan ternyata menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami kenaikan drastis. Bahkan para pelaku kekerasan banyak dilakukan oleh kerabat terdekat, seperti suami, ayah, saudara kandung hingga tetangga. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Dalam periode 1 Januari hingga 27 September 2023 ditemukan 19.593 kasus kekerasan yang tercatat di seluruh Indonesia. (Datanoks, katadata[dot]co[dot]id, 12/09/2023)
Dengan segala kampanye yang dilakukan untuk menuntaskan persoalan kekerasan terhadap perempuan masih saja tidak membawa hasil. Langkah-langkah yang diambil saat ini bukanlah solusi yang tepat, justru sebaliknya.
Karena solusi dalam sistem sekuler kapitalisme tidak pernah menyentuh akar masalah. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sekuler kapitalisme telah dan akan selalu gagal melindungi dan mencegah perempuan dari kekerasan.
Sistem Sekuler Menumbuhsuburkan Kekerasan terhadap Perempuan
Berbagai macam masalah yang dihadapi perempuan saat ini bersumber dari diterapkannya sistem sekuler kapitalisme, yang memandang perempuan secara objek dan pemuas hawa nafsu lelaki semata. Perempuan dianggap sebagai komoditas bisnis yang dengan mudahnya dikendalikan guna mendatangkan besaran materi tertentu.
Perempuan akan diperhatikan ketika mereka menghasilkan keuntungan, seperti menjadi penopang ekonomi keluarga maupun negara, namun dilupakan ketika dianggap tak produktif. Tak mengherankan jika hal ini terjadi, karena sistem sekuler memisahkan agama dari kehidupan, sehingga paradigma yang muncul pun tidak selaras dengan pandangan agama.
Sistem kapitalisme saat ini menjadikan kecantikan perempuan sebagai modal untuk diperjualbelikan. Memiliki kecantikan fisik yang bisa dieksploitasi, hampir-hampir bisa disebut sebagai faktor produksi para perempuan dalam berekonomi. Belum lagi kemandirian dalam bentuk berdikari tanpa tergantung pada siapa pun dicap sebagai standar kesuksesan.
Walhasil, perempuan latah ingin berdaya tanpa ada jaminan yang jelas terhadap hak-hak dan keamanan mereka ketika berada di ruang publik. Bahkan, di ruang privat pun mereka tak luput dari bahaya akibat interaksinya dengan para lelaki sudah minim bahkan nihil dari aspek lain, selain ketertarikan secara seksual. Tak ayal, berbagai kekerasan terjadi terhadap perempuan pun terus bermunculan tanpa henti.
Sistem Islam Perisai Kehidupan Perempuan
Sistem Islam adalah satu-satunya yang mampu memberikan solusi tepat bagi berbagai problematika perempuan. Hal ini karena sistem Islam mampu menjaga perempuan dengan baik, sekaligus mengayomi, mengurusi, dan benar-benar menempatkan perempuan sesuai dengan fitrah dan kemuliaannya.
Kaum perempuan tidak perlu memperjuangkan hak-hak mereka dalam gerakan seperti feminis, karena semua hal itu telah disediakan dan dipastikan pengamalannya melalui institusi Daulah Islam.
Daulah Islam yang secara fikih juga dikenal sebagai Daulah Khilafah akan menerapkan aturan Islam secara sempurna dalam segala aspek kehidupan, termasuk jaminan keamanan bagi para perempuan di mana pun ia berada.
Sistem Islam memandang bahwa perempuan adalah makhluk mulia yang terhormat. Rasulullah saw. bersabda, "Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik pada perempuan." (HR Muslim)
Dalam hadis lainnya, beliau juga bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya. Dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku." (HR Tirmidzi)
Dua dalil ini saja sudah cukup membuktikan perhatian Islam terhadap perempuan bukan sekadar lip service atau selebrasi tahunan yang ternyata kering makna. Dalam sistem Islam, perempuan menempati posisi yang sama satu dengan yang lainnya, tanpa dibedakan karena paras cantiknya, kekayaan, predikat, dan jabatan.
Bahkan dengan para lelaki pun, mereka takkan didiskriminasi. Satu-satunya yang menjadi pembeda di antara perempuan dengan manusia lainnya adalah amalnya, yaitu ketakwaanlah yang menjadikannya mulia di sisi Allah Swt..
Pun jika ada perbedaan dalam aspek syariat, itu merupakan kebijaksanaan Allah Al-Hakim yang Maha Mengetahui akan segala kebaikan yang terkandung di dalamnya. Misalnya ada perbedaan dalam hak waris, perempuan tidak memiliki kewajiban nafkah, juga perempuan tak memiliki hak talak, maka mata orang beriman pasti akan menemukan keadilan hakiki dalam penerapannya.
Ketika ada gerakan untuk menyetarakannya, maka secara tidak langsung itu justru sama dengan mengatakan syariat-Nya tak baik. Yang lebih mengerikan adalah hal tersebut akan mengundang murka-Nya, bisa jadi dalam bentuk dunia kaum hawa yang kian hari kian suram, tanpa terlihat titik terang solusinya seperti saat ini. Nauzubillahi min zalik.
Tatkala kita paham bahwa akar masalah dari kekerasan terhadap perempuan adalah sistem kehidupan rusak ala kapitalisme, maka solusi tepat dan terbaik tentu dengan menggantinya. Sistem usang buatan manusia tersebut harus dibuang jauh dan diganti dengan sistem Islam yang langsung diturunkan Allah serta diteladankan Rasulullah. Dengan demikian, perempuan-perempuan yang hidup dalam sistem Islam akan terjamin kebaikan hidupnya, dunia dan akhirat. Wallahu alam bissawab. [SJ]