Menjadikan ODGJ Tercatat dalam DPT, Waraskah?
Surat PembacaIslam memfungsikan akal sebagaimana tujuan akal diciptakan oleh Allah
Akal memang mempunyai peran penting dalam keimanan seseorang, bahkan taklif hukum syarak kepada diri seseorang ditentukan berdasarkan akalnya
______________________________________
KUNTUMCAHAYA.com. SURAT PEMBACA - Secara nalar, perbuatan, perkataan orang gila, memang sulit diterima kebenarannya. Sehingga bagaimana mungkin orang gila bisa menentukan target yang mengarah pada tujuan selama hidupnya. Masuk tahun politik menjelang pemilihan umum 2024.
Demi kepentingan politik mereka sibuk berhitung bagaimana memanfaatkan keberadaan orang gila ini sebagai suatu hal yang sangat menguntungkan bagi kepentingan politik mereka. Maka ODGJ mulai diliriknya, disayangi, dimanjakan, serta memanusiakannya. Lima tahun sekali, menjadi momen yang membahagiakan bagi ODGJ.
Dilansir media Antara, KPU DKI Jakarta. Fahmi menuturkan ODGJ tetap diberikan kesempatan sebagai pemilih agar hak suaranya dapat diperhitungkan dalam Pemilu 2024. 22 ribu lebih ODGJ di DKI Jakarta yang berhak mencoblos pada Pemilu 2024, semua akan didampingi KPU.
"Di DKI kami memberikan pelayanan terhadap ODGJ atau disabilitas mental untuk bisa memilih dalam Pemilu 2024," kata Anggota Divisi Data dan Informasi KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah. (detikNews[dot]com, 16/12/2023)
Astagfirullah. Tindakan seperti ini, kesempatan untuk memilih dalam pemilu bagi ODGJ telah berlangsung sejak 1995 berdasarkan berbagai ketentuan yang tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia.
Sebenarnya aneh menjadikan ODGJ meski atas nama hak politik setiap warga. Apalagi selama ini ada standar ganda di negeri ini. Di mana orang waras dengan akal sehat yang full yang penuh kebenaran dianggap gila, sebaliknya orang gila menyuarakan kebencian dianggap hak asasi manusia.
Walhasil, pemilihan umum yang berkeadilan sejatinya telah hilang sejak seratus tahun lamanya. Sungguh miris, nampak hari ini banyak sekali kezaliman dipertontonkan tanpa sensor.
Penganiayaan terhadap ulama disebut pelakunya dengan ganguan jiwa dia tidak dibebankan hukum, sementara menjelang pemilihan umum dia dibebankan hukum hak untuk memilih. Lantas, kita hidup di sistem apa ini? Masa iya, seorang ODGJ diberikan kesempatan untuk memilih?
Dalam kasus kriminalisasi ulama, pelaku dianggap ODGJ dan bebas dari sanksi. Namun ketika pemilu, ODGJ diambil suaranya. Jika akal kita digunakan tentulah tidak akan semudah itu untuk memberikan kesempatan pada ODGJ untuk mencoblos.
Lalu apa solusi terbaik yang Islam berikan terkait ODGJ ini?
Islam memfungsikan akal sebagaimana tujuan akal diciptakan oleh Allah. Akal memang mempunyai peran penting dalam keimanan seseorang, bahkan taklif hukum syara’ kepada diri seseorang ditentukan berdasarkan akalnya. Oleh karena itu, orang yang belum balig dan orang gila tidak dibebani kewajiban syari’at karena akalnya tidak sempurna.
ODGJ dalam Islam diakui sebagai makhluk Allah yang wajib dipenuhi kebutuhannya, namun tidak mendapatkan beban amanah.
Islam memiliki mekanisme pemilihan pejabat dan wakil umat dengan cara yang sederhana dan masuk akal, dan semua demi menegakkan aturan Allah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Wahai para pemimpin dan para saksi jangan menggunakan hak suara lagi untuk ODGJ, biarkan mereka hidup sesuai dengan fitrahnya saja. Jangan memanfaatkan situasi yang ada, zalim namanya. Wallahu alam bissawab. [SJ]
Arsy Novianty
Pegiat Literasi Kabupaten Bandung