Menurunkan Stunting Ala Islam
OpiniPenurunan angka stunting dalam kondisi seperti ini akan sulit berhasil bahkan bisa dikatakan gagal
Karena permasalahan utamanya belum diselesaikan, yaitu kemiskinan yang menyengsarakan dan membelenggu kehidupan masyarakat
____________________________________
Penulis Umi Lia
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Akademi Menulis Kreatif
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Stunting menjadi viral kembali sejak ada public figure yang salah sebut "asam sulfat" untuk ibu hamil, padahal yang dimaksud seharusnya "asam folat." Program penurunannya menjadi salah satu fokus kerja pemerintah. Khususnya Pemkab Bandung yang akan mengerahkan 18 ribu ASN (Aparatur Sipil Negara) untuk ikut membantu. Bupati Dadang Supriatna, menyatakan bahwa jika APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sudah ketok palu dan ternyata tidak mencukupi. Maka, akan diminta kesadaran dari para ASN untuk menjadi bapak/ibu angkat untuk memberi gizi kepada mereka yang mengalaminya.
Kemudian, Bupati meminta kerja sama para kepala desa terkait data. Ada berapa titik fokus by name by address di masing-masing desa serta kondisi anak stunting dan ibu hamil. Nantinya, bapak/ibu angkat stunting akan mengeluarkan biaya sekitar Rp21.000 selama 120 hari untuk ibu hamil dan Rp16.500 per hari selama 56 hari untuk bayi yang baru lahir. Para ASN akan diberi kebebasan untuk memilih menjadi bapak/ibu angkat bayi yang baru lahir atau ibu hamil. Dadang merasa optimis program ini bisa menurunkan prevalensi dari 25% menjadi 10% atau bahkan zero stunting di tahun depan. (Pasjabar[dot]com, 27/11/2023)
Wacana menjadikan para ASN menjadi bapak/ibu angkat ini digulirkan, mengingat penurunan stunting adalah kewajiban sosial masyarakat secara umum. Namun, mampukah program tersebut menurunkan prevalensi stunting? Sebenarnya sudah banyak upaya yang telah dilakukan bahkan untuk tahun ini Menkeu Sri Mulyani konon sudah menggelontorkan biaya Rp30 triliun untuk mengatasinya. Hanya saja dana yang besar ini belum berhasil menurunkannya. Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab kegagalannya adalah terjadinya penyelewengan dana mulai dari tingkat daerah dan hanya sedikit yang sampai kepada yang berhak. Ada yang dipakai untuk keperluan rapat, perjalanan dinas bahkan untuk membangun pagar puskesmas.
Dengan kebocoran dana yang seperti itu, apakah pelibatan ASN untuk menurunkan angka stunting bisa berhasil? Karena yang nampak hanya sebuah bentuk pelepasan tanggung jawab negara dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus rakyat? Program ini tidak menjamin adanya penurunan karena tidak semua ASN orang kaya dan memiliki tanggungan masing-masing. Apalagi di saat biaya pendidikan, kesehatan, keamanan serta kebutuhan pokok terus naik.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), setidaknya ada dua penyebab stunting, yaitu faktor lingkungan seperti status gizi ibu, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan dan angka kejadian infeksi pada anak. Yang kedua adalah faktor genetis. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi hidup sehat kepada orangtua. Hanya saja, adanya masalah kemiskinan yang bersifat struktural, menjadikannya tidak serta-merta bisa diwujudkan.
Penurunan angka stunting dalam kondisi seperti ini akan sulit berhasil bahkan bisa dikatakan gagal. Karena permasalahan utamanya belum diselesaikan, yaitu kemiskinan yang menyengsarakan dan membelenggu kehidupan masyarakat.
Problem kemiskinan adalah bawaan dari kapitalisme sekuler yang saat ini tengah diterapkan. Selama sistem ini tegak, maka permasalahan akan tetap ada. Berbeda dengan Islam yang dulu pernah diterapkan oleh Rasulullah saw. dan dilanjutkan oleh para khalifah setelahnya. Negara ini berhasil mewujudkan kesejahteraan di tengah rakyatnya sampai-sampai tidak ada seorangpun yang berhak menerima zakat dan santunan.
Seperti yang kita ketahui, zakat adalah harta yang dikeluarkan oleh Muslim dan dikumpulkan oleh negara untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang berhak menerimanya menurut syariah. Allah Swt. berfirman dalam QS. At-Taubat ayat 60:
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), yang (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk yang di jalan Allah dan untuk orang yang sedanh dalam perjalanan sebagai kewajiban dan dari Allah."
Adapun cara sistem Islam dalam mengatasi stunting yaitu: Pertama, negara akan memastikan rakyat tercukupi seluruh kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanannya.
Kedua, seluruh biayanya diambil dari baitulmal. Harta zakat termasuk salah satu bagian dari Baitulmaal. Selain zakat sumber Baitulmaal ada dari jizyah, fai, kharaj, ghanimah, hasil pengelolaan sumber daya alam dan lain-lain.
Dalam Islam orang-orang kaya akan berlomba-lomba dalam kebaikan. Selain membayar zakat yang hukumnya wajib ada juga sedeqah dan infak yang hukumnya sunah.
Ketiga, laki-laki dewasa atau kepala keluarga wajib bekerja untuk menafkahi dirinya dan keluarganya. Untuk itu negara memastikan lapangan kerja tersedia dan cukup untuk seluruh rakyat. Jika perlu penguasa akan memberikan pinjaman modal tanpa riba kepada masyarakat untuk membuka usaha. Kemudian ketika sumber daya alam dikelola negara, otomatis akan menyerap tenaga kerja.
Keempat, jika masih ada rakyat yang miskin, negara akan memberikan zakat/bantuan langsung sampai dia mampu mandiri.
Kelima, apabila kepala keluarga tidak bekerja karena sakit atau keterbatasan fisik. Maka, tanggung jawab anak jatuh pada kerabatnya. Jika masih tidak ditemukan, maka beban itu akan diambil alih oleh negara.
Solusi-solusi ini InsyaAllah akan bisa mengatasi problem kemiskinan yang ujungnya bisa menurunkan angka stunting sampai nol persen. Namun, semua akan terwujud saat syariat Islam diwujudkan dalam sebuah sistem pemerintahan Islam. Wallahualam bissawab. [Dara]