Derita Kaum Perempuan di Balik Meningkatnya Indeks Pembangunan Gender
Opini
Tuhan jelas telah menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda.
Oleh karena itu, dalam Islam perempuan sangat dilindungi hak-haknya dan didorong untuk melakukan kewajibannya.
________________________________________
Penulis Rismawati Aisyacheng
Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata.” (QS. An-Nisa' (4): Ayat 19).
Ayat di atas menjelaskan pada kita bahwa kaum perempuan itu tidak boleh dibebankan ataupun diberi paksaan. Karena perempuan adalah kaum yang lemah lembut, maka kaum lelaki ataupun negara berkewajiban untuk melindungi kaum wanita dari penindasan atau pemaksaan mencapai suatu hal yang keluar dari kodrat mereka yang lemah lembut itu.
Namun, bagaimana jadinya kalau ternyata perempuan justru dituntut untuk mengikuti kesetaraan gender demi capaian negara terkait indeks pembangunan gender (IPG) yang telah ia rancang.
Sebagaimana yang dilansir antaranews[dot]com (06/01/2024) bahwa KemenPPPA (Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak) telah menyampaikan terkait terjadinya peningkatan pada pemberdayaan perempuan di tahun 2023, hal itu di buktikan adanya peningkatan juga pada IPG (Indeks Pembangunan Perempuan).
Oleh karena itu, Leny N Rosalin selaku Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA mengatakan bahwa rencana di tahun 2024 tentunya ingin lebih meningkatkan peran dan kualitas perempuan dalam pembangunan.
Sebab, beliau juga menuturkan bahwa jika perempuan diperdayakan, maka hal itu akan menjadi landasan yang kuat dalam pembangunan bangsa. Selain itu, aktifnya perempuan dalam ranah-ranah penting dan sektoral mampu mendorong kesejahteraan gender di Indonesia.
Sangat jelas bahwa dalam sistem kapitalisme, perempuan dituntut untuk setara dengan kaum laki-laki. Namun, kaum perempuan seolah tak menyadari dirinya telah dijadikan bahan pemuas dari target-target kapitalisme yang hanya mementingkan materi semata. Kaum perempuan dalam sistem kapitalisme telah menutup mata untuk melihat kemuliaan dirinya disebabkan oleh limpahan materi yang di iming-iming negara kapitalisme kepada mereka.
Sungguh miris rasanya menyaksikan fitnah perempuan direnggut atas nama kebebasan. Lihatlah, karena keinginan negara untuk menggapai kesetaraan gender demi menjadikan kaum perempuan setara dengan laki-laki, kini kaum perempuan telah banyak berbuat lalai dari tugas-tugasnya sebagai istri dan ibu di rumahnya.
Alhasil, semua tanggung jawabnya di rumah mereka limpahkan kepada orang lain yang mereka gaji untuk mengurus keperluan suami dan anak-anaknya. Katanya semua ia lakukan untuk keluarganya. Tanpa sadar sebenarnya mereka sedang membuka cela kehancuran dalam rumah tangganya.
Kebijakan terkait kesejahteraan gender yang katanya untuk memajukan pembangunan negara sebenarnya adalah sebuah kebijakan yang kejam bagi kaum perempuan dalam sistem kapitalisme. Sebab, perempuan sudah memiliki banyak tanggung jawab untuk mengurus rumah tangganya.
Pikiran dan tenaganya seharian telah terkuras dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu atau istri di rumah. Namun, tiba-tiba kebijakan muncul untuk memberdayakan tenaga dan pikiran perempuan di luar rumah, bukankah itu suatu kekejaman yang nyata?
Namun, lagi-lagi sayangnya kaum perempuan banyak tidak menyadari dirinya telah dijadikan alat pemuas dalam pembangunan sebuah negara yang harusnya bukan tanggung jawabnya. Sebab, tanggung jawabnya untuk memajukan negara hanyalah dengan mendidik generasi bangsa yang kelak menjadi pemimpin selanjutnya. Bukan justru sibuk mengejar karier dan lupa tanggung jawabnya sebagai pendidik generasi bangsa di masa depan.
Walaupun Islam tidak melarang kaum perempuan bekerja, tetapi mereka tetap tidak boleh abai terhadap tanggung jawabnya. Karena aturan seorang perempuan boleh bekerja adalah dengan izin orang tua bagi yang belum menikah dan izin suami bagi yang sudah menikah, tapi tanpa mengabaikan tugas-tugasnya di dalam rumah.
Namun perempuan dan laki-laki tetaplah beda kodratnya di hadapan Allah, yang membuat mereka setara dan sama di hadapan Allah hanyalah keimanan semata.
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:
ۗ وَ لَيْسَ الذَّكَرُ كَا لْاُ نْثٰى
“.....dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. ......” (QS. Ali ‘Imran (3): Ayat 36).
Tuhan jelas telah menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda. Oleh karena itu, dalam Islam perempuan sangat dilindungi hak-haknya dan didorong untuk melakukan kewajibannya. Bukan justru membawanya keluar dari fitrahnya apa lagi menjadikannya kaum yang lalai dari tanggung jawabnya sebagai seorang ibu dan istri.
Dalam sistem Islam, justru negara berkewajiban untuk memberikan kemudahan dalam menjalankan tugas mereka. Dengan cara memberikan harta bagi yang berkekurangan, serta menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki atau suami para perempuan. Karena laki-lakilah yang diberikan tanggung jawab oleh Allah untuk menafkahi keluarganya.
Jika dalam sistem Islam ditemukan perempuan yang tak memiliki suami atau keluarga untuk menafkahi mereka, maka negara punya tanggung jawab untuk turun langsung dalam memberikan nafkah kepada kaum perempuan itu.
Dengan begitu kaum perempuan akan fokus untuk mendidik generasi bangsa serta fokus untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangganya karena tidak dibebankan lagi pekerjaan-pekerjaan yang ada di luar rumah.
Oleh karena itu, untuk mencapai kesejahteraan bagi perempuan, maka kaum perempuan butuh penerapan sistem Islam untuk melindungi dan memberi kesejahteraan kepada mereka. Sebab hanya sistem Islamlah yang mampu memberikan kesejahteraan bagi kaum perempuan. Wallahualam bissawab. [SJ]