Ironi Covid-19 Muncul Kembali, Vaksin Gratis Tak Ada Lagi?
Opini
Penetapan vaksin berbayar ini menggambarkan potret negara kapitalis, yang tidak melayani rakyat dengan baik malah justru negara menjadi pedagang
Menyedihkan dalam kondisi rakyat yang ketakutan dengan mencuatnya kembali Covid-19, harus ditambah dengan kekhawatiran vaksin yang berbayar
__________________
Penulis Nina Marlina, A.Md
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Masyarakat diresahkan dengan munculnya kembali Covid-19. Data dari Infeksi Emerging per 6 Januari 2024, total kasus aktif di Indonesia berjumlah 2.557. Namun ironinya, pemerintah mewacanakan penghapusan vaksin gratis kecuali untuk beberapa kelompok. Artinya, rakyat harus bersiap-siap membayar jika ingin divaksin.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan vaksin Covid-19 mulai berbayar pada 1 Januari 2024. Adapun yang masih bisa mendapatkan vaksinasi Covid-19 secara gratis adalah masyarakat yang masuk dalam dua kategori khusus. Sebab mereka masih memiliki risiko fatalitas dan kematian akibat Covid-19. Mereka yang belum pernah menerima suntikan vaksin Covid-19 atau yang sudah menerima minimal 1 dosis vaksin Covid-19. Baik kelompok pertama maupun kelompok kedua dikhususkan bagi masyarakat lanjut usia, lanjut usia dengan komorbid, dewasa dengan komorbid, tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas di garda terdepan, ibu hamil, serta remaja usia 12 tahun ke atas dan kelompok usia lainnya dengan kondisi immunocompromised (orang yang mengalami gangguan sistem imun) sedang–berat. Sementara, bagi masyarakat yang tidak masuk dalam kriteria di atas, vaksinasi Covid-19 menjadi bersifat imunisasi pilihan secara mandiri. Dan bisa didapatkan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan layanan vaksinasi Covid-19.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor HK.01.07/MENKES/2193/2023 Tentang Pemberian Imunisasi Covid-19 Program. Di mana, Imunisasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) masuk menjadi program imunisasi rutin efektif mulai 1 Januari 2024 di seluruh Indonesia. Hal tersebut berdasarkan penuturan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, dr. Maxi Rein Rondonuwu dalam keterangan tertulisnya, Minggu 31 Desember 2023 (prfmnews[dot]id, 02/01/2024).
Kebijakan Vaksin Berbayar, Pemerintah Tak Mau Rugi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut Covid varian baru JN.1 penyebarannya meningkat secara pesat di dunia. JN.1 adalah subvarian baru dari strain Omicron. Sebagaimana kita ketahui selama ini virus Covid-19 terus bermutasi dan cepat menyebar. Sungguh, aneh saat kondisi mulai genting seperti sekarang, jika ingin divaksin harus berbayar.
Tentunya kebijakan Pemerintah menetapkan vaksin menjadi berbayar adalah tidak tepat. Seharusnya, negara memberikan vaksin gratis kepada semua rakyat mengingat penyakit ini termasuk penyakit menular. Di sisi lain, istilah kelompok rentan seolah menjadi alat pembungkam yang menghalangi pemberian vaksin pada yang tidak rentan. Padahal sejatinya semua rakyat rentan sehingga peningkatan kekebalan tubuh penting untuk semua lapisan masyarakat.
Penetapan vaksin berbayar ini menggambarkan potret negara kapitalis, yang tidak melayani rakyat dengan baik malah justru negara menjadi pedagang. Selama ini negara mendapatkan keuntungan dari bisnis PCR atau antigen. Menyedihkan dalam kondisi rakyat yang ketakutan dengan mencuatnya kembali Covid-19, harus ditambah dengan kekhawatiran vaksin yang berbayar. Dan bisa dipastikan harganya tidak murah sebagaimana tarif swab. Begitu nampak, pemerintah memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup untung.
Selain itu, Pemerintah semestinya berupaya melakukan pencegahan secepat dan sebaik mungkin untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Seperti dengan menutup sementara pintu masuknya WNA yang berdasarkan pengalaman menjadi penyebab penyebaran virus Covid-19. Tentunya negara harus berupaya melakukan pencegahan penyakit lain. Karena, Covid-19 bukan satu-satunya penyakit yang mengancam kesehatan rakyat.
Negara Sebagai Perisai Bukan Pemalak
Islam menetapkan negara sebagai rain (pengurus) dan junnah (perisai) termasuk dalam membentengi masyarakat menghadapi serangan penyakit menular. Kesehatan termasuk dalam kebutuhan pokok yang menjadi tanggung jawab negara. Merebaknya kembali kasus Covid-19 jangan dipolitisasi dengan vaksin berbayar. Layanan kesehatan tak semestinya dikomersialisasi.
Berbeda dengan pandangan Islam dalam menangani wabah. Dalam menangani kasus ini, negara akan melakukan dua macam tindakan yaitu tindakan preventif (pencegahan) dan tindakan kuratif (penanganan). Dalam upaya pencegahan, negara akan menciptakan lingkungan yang sehat dan memberikan kecukupan ekonomi kepada rakyat sehingga terpenuhi kebutuhan nutrisi mereka.
Alhasil, akan menjadikan tubuh mereka sehat dan kuat. Negara akan menutup sementara pintu masuknya orang asing dan memfasilitasi warganya dengan perlengkapan kesehatan seperti masker, rapid test dan vaksin gratis. Sementara, tindakan kuratif dilakukan oleh negara saat sudah terjadi penyebaran penyakit. Negara segera mengobati pasien yang sakit dan mengisolasi mereka hingga sembuh. Tentunya dengan pelayanan kesehatan yang gratis dan berkualitas. Selain itu, negara wajib memberikan rasa aman di tengah masyarakat bukan menimbulkan kepanikan.
Negara dengan sistem pemerintahan Islam akan memfasilitasi para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi sendiri sehingga mampu mencukupi kebutuhan vaksin secara gratis. Dengan ini negara mampu menangani wabah dan memberikan rasa aman kepada rakyatnya. Bukan dengan mempersulit urusan mereka. Wallahualam bissawab. [Dara]