Jaminan Keamanan Obat dan Pangan Hanya Ilusi
Opini
Faktanya, pengelolaan kesehatan yang ada saat ini sudah terpola sebagai bisnis, uang, dan keuntungan alias bersifat komersialisasi
Hal ini tidak lain akibat penerapan akidah sekulerisme. Di dalam pandangan ini tidak ada halal haram, yang ada hanyalah bagaimana semua hal dapat dijadikan sebagai proyek bisnis semata
_________________________
Penulis Mia Agustiani, A. Md.
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi Muslimah Majalengka
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa obat sirup yang sempat dikonsumsi oleh salah satu korban dalam kasus gagal ginjal terbaru sejak Desember sesuai standar dan aman digunakan.
Seperti diberitakan, korban mengonsumsi obat sirop merek Praxion sebelum menderita gagal ginjal akut dan kemudian meninggal dunia. Merek tersebut sudah dinyatakan aman oleh BPOM, menyusul rentetan kasus gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) Desember lalu (www[dot]bbc[dot]com, 8/2/2023).
Kasus kematian yang menimpa anak penderita gagal ginjal akut berbuntut pelaporan pada Bareskrim Polri. BPOM dituntut atas kelalaian menetapkan prosedur penerbitan izin edar obat yang tidak sesuai standar. Kasus ini disinyalir terjadi akibat adanya cemaran pelarut pada obat sirup sehingga berujung maut.
Guru besar Farmakologi & Farmasi Klinik UGM Zullies Ikawati mengatakan bahwa, ada kemungkinan faktor lain yang menyebabkan gagal ginjal akut. Hal ini membutuhkan investigasi lebih lanjut, karena ada dua faktor yang mampu mempengaruhi. Faktor internal bisa saja disebabkan oleh infeksi atau kondisi nutrisi. Sementara faktor eksternal bisa saja terjadi akibat paparan zat beracun (toksikan) dari luar.
Apapun penyebabnya, kasus kematian akibat anak mengalami gagal ginjal akut harus mendapatkan perhatian yang serius. Izin edar obat haruslah ditangani oleh pihak yang berkompeten, sehingga tidak ada tumbal dalam hal ini. Pemerintah juga seharusnya bersikap proaktif, cepat, dan tepat dalam penanganannya. Jangan sampai ada banyak korban meninggal baru kasus ini muncul ke permukaan.
Dilansir katadata[dot]co[dot]id bahwa gagal ginjal akut mencapai 324 di 27 Provinsi pada November 2022. Hal ini menunjukan belum ada solusi tuntas untuk menghentikan permasalahan mengenai jaminan obat dan pangan di Negeri ini. Bagaimana mungkin hal ini lamban ditangani? Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas kekacauan ini?
Pada akhirnya banyak masyarakat yang tidak percaya kepada pemerintah. Salah seorang ibu menyebutkan bahwa anaknya terbunuh oleh sistem. Kematian anak yang tinggi seharusnya menyadarkan pemerintah dan masyarakat bahwa adanya kesalahan dalam tata kelola kesehatan di negeri ini.
Kesehatan sangat berhubungan erat dengan kebersihan lingkungan, makanan bergizi, edukasi pola hidup sehat, dan perlindungan negara terhadap penyakit menular. Hal ini seharusnya difasilitasi secara lengkap oleh negara. Agar ada bentuk preventif yang proaktif sebagai bentuk tanggung jawab terhadap rakyat.
Faktanya, pengelolaan kesehatan yang ada saat ini sudah terpola sebagai bisnis, uang, dan keuntungan alias bersifat komersialisasi. Hal ini tidak lain akibat penerapan akidah sekulerisme. Di dalam pandangan ini tidak ada halal haram, yang ada hanyalah bagaimana semua hal dapat dijadikan sebagai proyek bisnis semata.
Subsidi kesehatan yang selalu dikurangi setiap tahunnya menunjukkan bahwa negara tidak menjadikan perhatian pada kebutuhan rakyat akan kesehatan sebagai fokus utamanya. Negara hanya memfasilitasi karpet merah untuk para korporasi di bidang kesehatan dan tak jarang hanya menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan. Nyawa manusia tidak pernah dihargai pada sistem rusak sekulerisme.
Maka tidak heran apabila penanganan kasus gagal ginjal sangat lamban mendapat perhatian. Ratusan nyawa anak dipertaruhkan dalam bisnis nakal para korporasi kesehatan. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh pelayanan yang kurang, tetapi kebijakan yang disandarkan pada sistem kapitalisme.
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS. Ar-Rum: 41)
Lain halnya ketika Islam diterapkan dalam kehidupan, maka kesehatan akan menjadi salah satu kebutuhan rakyat yang wajib dipenuhi negara. Nyawa anak akan sangat berharga. Islam memandang anak bukan hanya sebagai generasi penerus bangsa, tetapi anak juga merupakan bagian dari masyarakat yang wajib dipenuhi kebutuhannya.
Islam menjadikan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat dalam semua aspek kehidupan termasuk keamanan makanan dan obat. Tanpa terkecuali semua kebutuhan rakyat dipenuhi secara merata di kota dan di desa. Sehingga fasilitas kesehatan harus memadai bagi siapapun.
Negara juga akan menetapkan standar kualitas yang tinggi sehingga rakyat benar-benar terlindungi. Menyiapkan SDM profesional dan amanah sehingga meminimalisir bentuk kecurangan pada izin edar obat dan pangan. Serta hal lain yang akan dibutuhkan untuk menghasilkan sistem kewaspadaan yang cermat serta berkualitas.
Ketika aturan Islam diterapkan, maka jaminan kesehatan akan diperhatikan secara penuh dan totalitas. Kenakalan pihak yang tidak bertanggungjawab akan ditindak tegas. Kasus besar gagal ginjal akut akan sangat menjadi prioritas untuk diusut tuntas. Akhirnya anak tidak akan menjadi tumbal dalam kesalahan tata kelola pada obat dan pangan lagi. Wallahualam bissawab. [GSM]