Stromatolit Awal Bukti Penciptaan Langit
Opini
Penemuan ini sejatinya adalah bukti nyata bahwa Bumi merupakan sebuah planet yang sangat luar biasa
Pemaparan tentang terumbu mikroba sebagai awal mula sejarah kehidupan di Bumi, menjadikan kita berpikir bahwasanya Bumi dengan segala keseimbangannya adalah sebuah ciptaan yang melampaui akal manusia
_________________________
Penulis Anita Rahayu
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Remaja
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ahli geologi Brian Hynek dari Universitas Colorado dan ahli mikrobiologi Argentina María Farías mengumumkan penemuan baru setelah mengamati dengan cermat citra satelit di sebuah lingkungan di Atacama. Lingkungan tersebut dinilai mencerminkan kondisi Bumi 3,5 milyar tahun lalu, yang juga menyerupai kondisi kawah di Planet Mars.
Kedua ilmuan itu menemukan penemuan ini setelah menganalisis gambar-gambar satelit selama lebih dari satu tahun. Mereka melihat sesuatu yang tampak seperti jaringan akuifer di tengah-tengah sebuah gurun. Mereka pun akhirnya mengunjungi dataran tinggi yang berlokasi 4.500 meter di atas permukaan laut tersebut. Kedua peneliti itu akhirnya menemukan puluhan laguna dengan air jernih yang sangat asin, serta memiliki dasar yang tertutup oleh gundukan stromatolit hijau.
Stromatolit sendiri merupakan batuan hidup, ia merupakan terumbu mikroba yang dibentuk oleh butiran mineral dan direkatkan oleh bakteri. NASA berpendapat bahwa stromatolit adalah bukti fosil dari kehidupan tertua di bumi yang diperkirakan sudah ada sejak 3,5 milyar tahun yang lalu. Sejak pertama kali muncul, stromatolit mendapatkan energinya dari matahari.
Stromatolit adalah terumbu mikroba yang menghasilkan oksigen dan menyumbang volume oksigen di atmosfer sebanyak 20% sehingga memungkinkan berkembangnya kehidupan di bumi. Planet Bumi sendiri diperkirakan terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu. Pada saat itu, kondisi bumi sangat jauh berbeda dengan kondisi bumi saat ini.
Ketika stromatolit muncul, benua-benua di bumi sedang dalam proses pembentukan dan masih banyak aktivitas vulkanik. Perairan pada saat itu juga mengandung arsenik dan jauh sangat asin dibandingkan air laut saat ini.
Salah satu penulis dalam temuan ini, María Eugenía Farías, menjelaskan bahwa Bumi tidak memiliki lapisan oksigen ataupun ozon pada saat itu. Ia mengatakan bahwa dalam kondisi demikian muncullah bentuk kehidupan pertama, yaitu proto bakteri yang berasosiasi dan membentuk koloni. Ujar ilmuwan asal Argentina.
Selama proses pembentukan koloni, bakteri akan menangkap karbon dioksida. "Sebagian dari karbon dioksida akan diubah menjadi bahan organik dan sebagian lain akan diubah menjadi kalsium bikarbonat yang membentuk sejenis batuan hidup yang kita kenal sebagai stromatolit, itu adalah fosil pertama di Planet ini," ungkap Farías.
Stromatolit melepaskan oksigen yang dihasilkan ke lautan dan ke atmosfer, yang kemudian membentuk lapisan ozon. Farìas memaparkan bahwa selama periode Kambrium (sekitar 540 juta tahun lalu), ketika Bumi memiliki kadar oksigen yang stabil, terjadi sebuah ledakan kehidupan eukariota. "Tumbuhan dan hewan pun muncul yang akhirnya memakan dan menggantikan stromatolit," jelas Farías.
Kondisi primitif Bumi pada 3,5 milyar tahun lalu serupa dengan kondisi di lingkungan tempat di mana ditemukannya stromatolit saat ini. Tempat-tempat seperti itu umumnya memiliki kadar oksigen rendah, radiasi ultraviolet yang tinggi, aktivitas gunung berapi, serta perairan yang asin.
Pada saat itu stromatolit hidup di sejumlah danau dan perairan asin di seluruh dunia. Sebab pada kondisi itulah tidak banyak predator yang bisa memangsa mereka. Shark Bay merupakan tempat yang memiliki keanekaragaman habitat stromatolit terbanyak yang berada di Australia, baik yang masih hidup maupun yang sudah berbentuk fosil.
Kendati demikian Farías mengatakan ekosistem yang berada di Andes berbeda dengan yang lain, sebab berada pada ketinggian lebih dari 3.600 meter di atas permukaan laut.
"Kondisi gurun di Atacama, di Argentina, Chilli, dan Bolivia sangat istimewa. Karena dikelilingi oleh gunung merapi, memiliki tekanan oksigen rendah dan radiasi ultraviolet yang tinggi karena letaknya, serta memiliki laguna asin yang kaya akan arsenik," ujar Farías. "Kondisi demikian ini sangat mirip dengan kondisi Bumi pada masa awal kehidupan," lanjut Farías.
Hynek dan Farías merencanakan untuk kembali ke Antacama demi melanjutkan penelitian mereka, terlebih pada stromatolit gipsum. Farías juga mengatakan bahwa stromatolit umumnya terbuat dari kalsium karbonat, akan tetapi stromatolit yang terbuat dari gipsum terbentuk dalam kondisi thalassic, di mana konsentrasi garam sangatlah tinggi, dan kondisi ini sangat mirip dengan yang ada di Planet Mars. Mereka menunjukkan bahwa ada sebuah kawah di Planet Mars dengan konsentrasi air asin yang sangat tinggi, sehingga airnya tidak bisa membeku.
"Karena kita masih belum bisa mencapai Mars untuk mengetahui apakah ada kehidupan di sana, setidaknya kita bisa melihat lingkungan serupa di Bumi, di Atacama," ujar Farías. Dikutip dari bbc[dot]com pada Sabtu, (23/12/2023).
Pembahasan ini begitu menarik ketika kita coba hubungkan dengan penjelasan Islam mengenai penciptaan langit dan bumi.
Sebagaimana yang tertuang dalam ayat berikut :
"هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌࣖ"
Yang bermakna, "Dialah (Allah) yang menciptakan segala yang ada di Bumi untukmu, kemudian Dia menuju ke (penciptaan) langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 29)
Jika kita memperhatikan dengan teliti terhadap ayat ini, maka kita bisa dapati bahwa Allah menciptakan makhluk Makrokosmos yakni langit dan bumi, dimulai dengan menciptakan Bumi dengan segala isinya, baru kemudian menciptakan langit. Hal ini sangat sejalan dengan pernyataan penemu María Eugenía Farías, bahwa Bumi tidak memiliki lapisan oksigen atau ozon pada mulanya.
Meskipun terdapat banyak bukti-bukti yang sangat jelas tentang penciptaan alam semesta, anehnya ada begitu banyak manusia yang masih begitu sulit mengakui bahwa Allah Subhana Wata'ala adalah Sang Pencipta langit dan bumi. Masih banyak manusia mengadopsi paham Barat bahwa alam semesta ada dengan sendirinya.
Penemuan ini sejatinya adalah bukti nyata bahwa Bumi merupakan sebuah planet yang sangat luar biasa. Pemaparan tentang terumbu mikroba sebagai awal mula sejarah kehidupan di Bumi, menjadikan kita berpikir bahwasanya Bumi dengan segala keseimbangannya adalah sebuah ciptaan yang melampaui akal manusia.
Penemuan-penemuan yang dewasa ini semakin membuat kita terpesona akan indahnya ciptaan Sang Ilahi, terlebih ini merupakan bukti bahwa jejak penciptaan menyibak misteri kehidupan dunia yang saat ini kita huni. Bumi terbentuk dengan proses yang beragam, dan mengalami banyak fase-fase sehingga dapat dihuni dengan nyaman, tumbuhan-tumbuhan yang beragam serta aneka hewan yang kita ketahui pun tak luput dari kebesaran Pencipta alam semesta.
Sudah sepantasnya sebagai manusia yang hakikatnya lemah ini, menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana berpikir tentang kehebatan penciptaan Allah Subhanahu Wata'ala. Tidakkah ini menambah keimanan kepada-Nya. Wallahualam bissawab. [GSM]