Hidup Makin Berat, Pajak Kendaraan Bermotor Meningkat
Opini
Meski baru wacana kenaikan pajak motor bensin dengan alasan untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jakarta, solusi ini tidak tepat
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya polusi udara. Pertama, kasus kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi secara serentak. Kedua, polusi dari sektor transportasi dan produksi energi. Ketiga, emisi transportasi, rumah tangga, industri konstruksi, debu jalan dan lain lain
____________________
Penulis Wulan Eka Sari, S.H
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Terkait rencana kenaikan pajak motor konvensional atau Bahan Bakar Minyak (BBM/Bensin), Kemenko Marves mengungkapkan tidak dilaksanakan dalam waktu dekat. Adapun alasan menaikkan pajak kendaraan bermotor adalah untuk memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek. (CNBC Indonesia, 19/01/2024)
Meski baru wacana kenaikan pajak motor bensin dengan alasan untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jakarta, solusi ini tidak tepat. Karena, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya polusi udara. Pertama, kasus kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi secara serentak. Kedua, polusi dari sektor transportasi dan produksi energi. Ketiga, emisi transportasi, rumah tangga, industri konstruksi, debu jalan dan lain lain.
Polusi udara bukan satu-satunya penyebab pencemaran udara di wilayah ibu kota. Faktanya pembangunan kapitalistik yang memungkinkan terjadinya industrialisasi besar-besaran juga memperparah pencemaran udara. Jelas bahwa wacana menaikkan pajak kendaraan bermotor dengan alasan menekan polusi udara adalah suatu pembohongan publik.
Adapun tujuan sebenarnya adalah para oligarki politik ingin mendapatkan kepastian terkait keberlanjutan proyek pengadaan kendaraan listrik di negeri ini. Dengan kata lain, penguasa bersama para pengusaha berharap masyarakat beralih ke kendaraan listrik sehingga para oligarki mendapatkan keuntungan yang relatif cepat.
Alhasil, niat baik untuk mengurangi polusi udara tercemar oleh tujuan dan kepentingan korporasi. Itulah paradigma dalam sistem kapitalisme. Untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sementara rakyat, selalu menjadi korban untuk membayar berbagai macam pajak.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam adalah sistem hidup sempurna dalam menyelesaikan persoalan secara tuntas dan mendasar. Termasuk dalam menyelesaikan problem polusi di ibukota. Dalam Islam, udara dipandang sebagai kebutuhan pokok yang harus mendapatkan perhatian serius dari penguasa. Karena, penguasa dalam Islam memandang posisinya kelak harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt., sehingga, penguasa tidak boleh abai dalam menangani masalah polusi ini dan tidak boleh berlepas tangan.
Dalam Islam, pungutan pajak sangat jarang terjadi, sebab kas negara selalu terisi penuh. Jika kas negara kurang, sedangkan sumbangan sukarela dari kaum muslimin belum mencukupi, maka syariat Islam menetapkan pembiayaannya menjadi kewajiban seluruh kaum muslimin. Pajak adalah harta yang dipungut dari rakyat untuk keperluan pengaturan negara. Adapun ketentuan pajak dalam sistem Islam yaitu:
Pertama, pajak bersifat temporer, tidak bersifat kontinu. Hanya boleh dipungut ketika kas negara kosong atau kurang.
Kedua, pajak boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk pembiayaannya, tidak boleh lebih. Yaitu untuk:
1. Keperluan jihad
2. Pembiayaan pengadaan dan pengembangan industri militer dan industri pendukungnya.
3. Pembiayaan untuk menenuhi kebutuhan pokok orang fakir, miskin, dan Ibnu Sabil.
4. Pembiayaan gaji tentara, hakim, guru dan semua pegawai negara untuk menjalankan pengaturan dan pemeliharaan berbagai kemaslahatan umat.
5. Pembiayaan atas pengadaan kemaslahatan atau fasilitas umum yang tidak diadakan akan menyebabkan bahaya bagi umat semisal jalan umum, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. Adapun untuk menambah yang sudah ada, dan jika tidak dilakukan tidak menyebabkan bahaya, maka tidak boleh ada kewajiban pajak untuk itu.
6. Pembiayaan untuk penanggulangan bencana dan kejadian yang menimpa umat, sementara harta di baitulmal tidak ada atau kurang.
Ketiga, pajak hanya diambil dari kaum Muslim dan tidak dipungut dari non-Muslim. Sebab, pajak dipungut untuk membiayai keperluan yang menjadi kewajiban bagi kaum Muslim, yang tidak menjadi kewajiban non-Muslim.
Keempat, pajak hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya, tidak dipungut dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang memiliki kelebihan harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya bagi dirinya dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitarnya.
Kelima, pajak hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang diperlukan, tidak boleh lebih.
Demikian aturan Islam terkait dengan pajak. Sungguh sangat berbeda dengan sistem kapitalisme saat ini. Pajak dijadikan sebagai alat untuk memeras harta rakyat. Sudah selayaknya kita beralih kepada sistem Islam. Wallahualam bissawab. [Dara]