Masyarakat Harus Cerdas Menyikapi Terorisme
Opini
Umat Islam harus cerdas dalam mendudukkan perkara ini. Umat Islam harus menghentikan berbagai klaim tanpa pembuktian
Umat Islam harus mencari informasi langsung pada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan As-sunnah sehingga bisa bijak dalam menyikapi isu terorisme ini
___________________
Penulis Inge Oktavia Nordiani
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Berita terorisme akhir-akhir ini terdengar kembali. Diawali dengan diamankannya sepuluh terduga teroris di wilayah Solo Raya pada Kamis 25 Januari 2024. Sepuluh orang terduga tersebut terdiri dari satu orang dari Solo, lima orang dari Sukoharjo, tiga orang dari Boyolali dan satu orang dari Karanganyar (CNN Indonesia, 25/1/2024).
Sampai penyisiran selanjutnya Sabtu 27 Januari 2024 Densus 88 kembali menangkap satu terduga terorisme di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Menurut informasi satu terduga teroris ini diringkus di wilayah kecamatan Cepogo pada sekitar pukul 11.00 WIB (CNN Indonesia, 27/1/2024)
Hingga tulisan ini dibuat belum ada yang menguatkan adanya keterkaitan mereka dengan jaringan tertentu. Apa ada hal yang membahayakan hingga sebelas orang harus diamankan? Hal ini menuai pertanyaan mengenai keseriusan penanganan masalah ini.
Sebagai manusia bisa memposisikan makna terorisme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata terorisme berarti penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan terutama tujuan politik (praktik tindakan teror). Dari definisi tersebut kita dapat memahami dikatakan ada terorisme apabila terdapat tindakan kekerasan yang menimbulkan adanya ketakutan dengan upaya menebar teror.
Istilah terorisme terdengar pasca peristiwa runtuhnya gunung kembar WTC pada 9 September 2000. Istilah terorisme diucapkan oleh Presiden George W. Bush yang kemudian menjadi semacam momok yang menghantui. Sampai kondisi mengharuskan berbagai pihak untuk memilih merapat bersama AS atau bersama teroris. Tidak sedikit negara yang menunjukkan keberpihakannya kepada AS. Dari kejadian pertama tersebut munculnya berbagai teror di berbagai wilayah negara. Hal ini menyebabkan berbagai negara menjadi responsif dengan fenomena ini. Kemudian, membentuk satuan khusus anti teror. Termasuk di Indonesia sendiri pemerintah membentuk Tim Densus 88 anti teror hingga disahkan undang-undang terorisme.
Ironinya yang menjadi tersangka dalam setiap aksi terorisme adalah orang Islam. Padahal beberapa aksi yang terjadi tidak dilakukan oleh orang Islam. Beberapa peristiwa dilakukan oleh non muslim anehnya peristiwa demi peristiwa tersebut tidak dikategorikan sebagai aksi terorisme.
Sebuah statemen oleh Presiden Bush seakan-akan menjadi pemberat harusnya keberpihakan pada AS yaitu "kalau tidak ingin disebut teroris berpihaklah kepada AS. Akhirnya pada tahun-tahun pasca peristiwa WTC, berdalih demi kedamaian dan untuk memberangus terorisme di negeri-negeri muslim, AS membombardir Afghanistan dan Irak. Dua negara ini diduduki AS selama bertahun-tahun. Tidak sedikit masyarakat sipil yang terbunuh, dianiaya, para perempuannya diperkosa. Lebih parahnya tindakan tersebut tidak disebut sebagai aksi terorisme. Begitu pula di negeri ini aksi-aksi pemboman yang terjadi di tempat ibadah, tempat wisata, kantor Kepolisian dikabarkan dilakukan oleh seorang muslim. Di sisi lain, orang-orang tertuduh tersebut adalah orang-orang yang dipandang baik oleh masyarakat sekitar. Bahkan, orang yang paham agama dan taat beragama. Lebih miris lagi terorisme disangkut pautkan dengan ajaran Islam. Barang-barang bukti berupa buku-buku yang membahas tentang jihad sering dikaitkan dengan terorisme. Padahal pembahasan mengenai jihad butuh didalami dan didudukkan konteksnya.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa isu terorisme ini menyerang Islam. Beberapa bukti menunjukkan bahwa isu ini merupakan agenda Negara Barat untuk memusuhi Islam. Islam diposisikan menjadi dua kubu yaitu kubu Islam pro barat dan kubu Islam yang menolak Barat. Indikasi Islam yang menolak Barat adalah yang menolak demokrasi, liberalisme, kapitalisme, sekulerisme, feminisme dan lain sebagainya. Sikap seperti ini dikategorikan dan diopinikan sebagai gerakan terorisme pemecah belah bangsa. Mereka menuduh setiap pemikiran Islam yang menolak paham-paham Barat sebagai pemikiran yang radikal. Pemikiran radikal inilah yang menurut mereka disebut penyebab dari tindakan terorisme.
Umat Islam harus cerdas dalam mendudukkan perkara ini. Umat Islam harus menghentikan berbagai klaim tanpa pembuktian. Umat Islam harus mencari informasi langsung pada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan As-sunnah sehingga bisa bijak dalam menyikapi isu terorisme ini.
Islam dengan keluhuran ajarannya memandang terorisme identik dengan bentuk kekerasan membahayakan orang lain, menghilangkan nyawa orang tanpa alasan yang dibenarkan syariat sampai menebar ketakutan. Semua hal tersebut diharamkan dalam Islam. Islam melarang seseorang membunuh seseorang muslim maupun non muslim tanpa sebab yang dibenarkan syariat. Islam justru memerintahkan khalifah atau pemimpin muslim memenuhi kebutuhan dasar masyarakat salah satunya adalah rasa aman. Bahkan, terdapat sanksi bagi para pelaku teror. Karena itu, umat Islam harus cerdas dalam menyikapi fenomena ini. Umat Islam harus berupaya mengembalikan citra baik Islam dengan memperjuangkan tegaknya Islam kaffah agar tergambar jelas keluhuran syariat Islam. Sebab itu dibutuhkan peran besar penguasa muslim untuk mendefinisikan hakekat sejati dari terorisme. Wallahualam Bissawab. []