Menjaga Diri Agar Terhindar dari Maksiat
Tsaqafah
Upaya mendekatkan syariat dianggap ancaman, sementara sekularisme, kapitalisme difasilitasi
Ini adalah godaan terbesar bagi seorang mukmin, yang akan mengantarkan dia terus terjerumus ke dalam kemaksiatan
___________________________
Bersama Ustazah Dedeh Wahidah Achmad
KUNTUMCAHAYA.com, TSAQAFAH - Melalui chanel youtube Muslimah Media Center (MMC), Ustazah Dedeh Wahidah Achmad memberikan penjelasan terkait bagaimana caranya agar kita terhindar dari perbuatan maksiat, yang mungkin akan mengundang murka Allah Swt.. Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Sebagai manusia, kita pasti pernah melakukan kesalahan. Bahkan, kalau dibandingkan antara kebaikan dan kemaksiatan, boleh jadi justru lebih banyak kemaksiatan yang kita lakukan. Itulah manusia.
Meski begitu, realitas ini tidak boleh dijadikan dalil. Tidak apa-apa kita maksiat, tidak apa-apa kita melanggar. Namanya juga manusia, kita bukan nabi, kita tidak di-ma'sum, kita tidak terjaga, maka wajar jika kita melakukan kesalahan. Bahaya sekali jika hal tersebut dijadikan standar bahwa kemaksiatan boleh dilakukan.
Meskipun kita punya celah, ada peluang untuk melakukan kemaksiatan, sebagai orang yang beriman, kita diberi tahu oleh Allah Swt.. Bagaimana cara menjauhkan diri dari pelanggaran dan kemaksiatan tersebut.
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya mengatakan, ada tiga celah yang bisa menyebabkan manusia melakukan pelanggaran atau kemaksiatan.
Pertama, karena lemahnya mengaitkan akidah keimanan dengan amal perbuatan. Banyak di antara kita, orang-orang yang secara keimanan dia beriman, secara keilmuan dia paham bahwa berzina itu haram, korupsi itu haram, tapi masih banyak dari mereka yang terjebak, sehingga melakukan hal tersebut. Seperti berzina, korupsi, serta melakukan hal-hal haram lainnya.
Hal itu karena, ketika ada dorongan dari dalam dirinya untuk melakukan kemaksiatan, dia lepas. Artinya, dia tidak mengaitkan amalan dengan standar keimanan. Bahkan, dia mengatakan tidak apa-apa sedikit melanggar, nanti segera bertobat. Tidak apa-apa mengambil hak orang lain, kan cuma sedikit.
Coba orang lain, korupsinya bermiliar-miliar. Tidak apa-apa berdua-duaan yang penting tidak berzina. Toleransi terhadap diri sendiri itulah, yang menyebabkan seseorang mudah melakukan pelanggaran.
Berbeda halnya dengan orang yang mengaitkan pemahaman dengan amal yang akan dia lakukan. Orang yang beriman, ketika dia tahu bahwa berbohong adalah dosa, bisa menyebabkan murka Allah Swt., mengantarkan kepada siksa-Nya.
Maka walaupun ada dorongan untuk berbohong, meskipun itu untuk membela diri, untuk meraih keuntungan. Namun ketika dia tahu dampaknya adalah azab besar di sisi Allah Swt., maka dia tidak berani untuk melakukannya.
Kedua, lemah dari sisi keilmuan, jahil atau bodoh. Masih banyak di masyarakat, orang-orang yang mengaku beragama Islam, tetapi bagaimana dengan kadar keislamannya? Apakah dia tahu bahwa dalam Islam ada sistem ekonomi?
Yang dalam sistem tersebut mengakui adanya tiga kepemilikan. Satu, kepemilikan individu, mengakui apa yang boleh dimiliki oleh individu. Dua, kepemilikan umum, seperti, tanah, api, dan air, adalah milik umum. Tidak boleh dikuasai oleh individu, oleh negara, apalagi oleh asing dan swasta. Tiga, adalah kepemilikan negara.
Faktanya, banyak orang-orang Islam yang tidak mengerti tentang pembagian kepemilikan dalam Islam tersebut. Sehingga mereka diam saja ketika miliknya diambil, dirampas, baik oleh individu, korporasi, perusahaan asing ataupun lokal atas nama investasi. Padahal semua itu adalah hak kita, yang wajib untuk dipertahankan.
Contoh lain, tidak semua muslimah di negeri ini memahami bahwa batas aurat bagi seorang perempuan itu dari ujung rambut sampai ujung kaki, yang semua itu wajib untuk ditutup kecuali wajah dan telapak tangan. Banyak di antara mereka yang dengan senang hati, tidak merasa berdosa, ketika seluruh tubuhnya dipertontonkan.
Bahkan ia merasa bangga karena kemolekan tubuhnya, kemulusan kulitnya bisa menghasilkan keuntungan secara materi. Ia bisa menjadi model, peragawati, di-endorse produk terkenal, mereka bangga dengan kemaksiatan.
Sebaliknya, jika keimanan telah sampai kepada kita bahwa aurat selembar rambut pun, sekecil apa pun bagian tubuh perempuan tidak boleh diperlihatkan kepada yang bukan mahram. Dia tidak akan membiarkan rambutnya tergerai, dia akan menutupinya. Kesadarannya tentang pengetahuan, tentang hukum, akan membuat dia terjaga dari melakukan pelanggaran.
Di sisi lain pun banyak anak-anak yang berani melawan orang tua, dia membantah, membangkang, berkata kasar kepada ibu dan bapaknya. Boleh jadi, itu semua karena ia tidak tahu hukum birrul wa lidaiin di dalam Islam. Dia tidak tahu hukum-hukum Islam. Bagaimana seharusnya seorang anak memperlakukan kedua orang tuanya.
Bagaimana kita lihat orang-orang yang dengan riangnya, ke sana- kemari berdua-duaan, laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Dia berkhalwat, pertimbangannya hanya karena tidak berzina. Mereka tidak merasa berdosa, padahal Rasulullah saw. telah menjelaskan tentang haramnya berkhalwat:
"Dua orang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berdua-duaan, maka yang ketiganya adalah setan."
Ketiga, adanya godaan dan rangsangan dari luar.
Banyak sekali rangsangan di luar yang bukan rangsangan untuk ketaatan, tapi justru rangsangan untuk melakukan pelanggaran. Seperti yang saat ini terjadi, setiap hari kita dipertontonkan dengan terumbarnya aurat. Dihadapkan dengan orang-orang yang biasa melecehkan ajaran Islam.
Ajaran Islam sebagai candaan di konten-konten komedi, hal itu tidak dirasakan sebagai pelanggaran. Tidak salat dibiarkan, korupsi dibebaskan, zina diizinkan, dan lain-lain. Maka ketika ada rangsangan di luar untuk melakukan kemaksiatan, ditambah dengan tidak adanya konsekuensi, wajar jika kemaksiatan akan dianggap sebagai kebenaran.
Berbeda, jika kondisi di luar individu adalah kondisi yang peduli terhadap kemaksiatan. Maka ketika terlihat sekecil apa pun kemaksiatan itu, akan ada kepedulian dari orang lain. Mereka saling mengingatkan, amar makruf nahi mungkar. Sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah saw.:
"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka rubahlah." (HR. Muslim)
Adanya godaan dari setan
Allah Swt., memberitahukan bahwa sesungguhnya kita sebagai manusia, senantiasa dilingkupi oleh musuh-musuh kita. Ada orang kafir, orang hasad, musyrik, munafik bahkan musuh yang paling kuat adalah nafsu dari kita sendiri. Untuk menghadapi godaan tersebut hendaklah kita selalu berdoa meminta perlindungan kepada Allah Swt..
"Ya Allah ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan." (QS. Al-Mukminin: 87)
Dari penjelasan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani bahwa ada tiga celah yang bisa mengantarkan seseorang kepada kemaksiatan. Untuk itu solusi untuk menghindarinya juga ada tiga.
Pertama, mengaitkan pemahaman dengan perbuatan. Kalau pemahaman kita mengatakan bahwa itu haram, akan mendatangkan murka dari Allah Swt.. Hendaknya kita senantiasa berazam untuk menjauhkannya. Sebaliknya, jika akan mendatangkan rida Allah, maka akan kita perjuangkan sebagai bentuk ketaatan kita sekalipun itu berat kita rasakan.
Kedua, menuntut ilmu Islam kafah. Supaya kita terhindar dari kebodohan. Karena ilmu akan menjadi kontrol bagi kita untuk tidak terjerumus kepada kemaksiatan. Berilmu sebelum beramal, artinya kita tidak boleh berbuat sesuatu sebelum mengetahui ilmunya, sebelum kita tahu cara melakukannya.
Jangan sampai apa yang kita lakukan, bukannya mendapatkan rida Allah Swt., tetapi justru akan menjerumuskan kepada kemaksiatan. Karena itu seorang mukmin akan mencari ilmu sebanyak-banyaknya untuk semakin paham dengan ajaran Islam. Dan, setelah paham kita akan berusaha untuk mengamalkannya.
Terakhir, berupaya menjauhkan godaan.
Berupaya menciptakan budaya amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Jangan dekat-dekat dengan komunitas, kelompok yang tidak peduli dengan aktivitas tersebut. Seperti yang terjadi hari ini yang taat dimusuhi, sementara yang maksiat dijadikan teman.
Upaya mendekatkan syariat dianggap ancaman, sementara sekularisme, kapitalisme difasilitasi. Ini adalah godaan terbesar bagi seorang mukmin, yang akan mengantarkan dia terus terjerumus ke dalam kemaksiatan.
Untuk itu harus ada upaya kita mewujudkan kondisi di luar yang mengantarkan kepada ketaatan. Dan itu hanya bisa terwujud jika ada institusi negara yang menerapkan Islam secara kafah.
Negara Islam tidak akan membiarkan sekecil apa pun celah pelanggaran. Kalaupun ada yang terlanjur melakukan pelanggaran, maka negara akan memberikan sanksi tegas demi penegakan hukum.
Maka ketika hukum diberlakukan dengan tegas dan adil, ini akan menjadi peringatan bagi orang lain untuk tidak melakukan kemaksiatan yang sama. Dengan begitu terjadinya pelanggaran dan kemaksiatan di tengah masyarakat semakin sedikit. Dan ketaatan bagi setiap individu pun dengan mudah direalisasikan... aamiin yra. Wallahualam bissawab. [MKC/Tinah Ma'e Miftah]