Negeri Agraris, tapi Harga Beras Bikin Miris
Opini
Negara wajib menjamin ketersediaan beras. Karena beras merupakan kebutuhan pokok yang sangat diperlukan masyarakat
Untuk itu, negara wajib mengelola beras mulai dari produksi, hingga distribusi ke masyarakat. Negara harus mencegah terjadinya monopoli dan penimbunan yang dapat merusak rantai distribusi
______________________________
Penulis Siska Juliana
Tim Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sidak yang dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Pasar Cihapit, Bandung menemukan bahwa kenaikan harga beras premium sebesar 21,58% menjadi Rp16.900/kg. Padahal HET beras premium adalah Rp13.900/kg. Sedangkan harga beras medium naik sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp10.900/kg menjadi Rp14.000/kg. (katadata.co.id, 11/02/2024)
Kenaikan harga dan kelangkaan beras merupakan permasalahan yang sudah lama terjadi di Indonesia. Pada tahun 2023 mengalami kenaikan 20% dari sebelumnya. Awalnya Rp10.000 atau Rp11.000/kg untuk beras medium. Menurut Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, petani akan menangis jika harga beras turun ke Rp10.000. Harga beras bisa turun ke Rp10.000/kg jika nilai tukar rupiah menguat di Rp13.000-Rp13.500 per US$, berangsur pulihnya perang Rusia-Ukraina, dan kondisi keuangan negara. (CNBC Indonesia, 05/01/2024)
Beras merupakan makanan pokok bagi penduduk Indonesia. Harga beras yang melambung tinggi membuat masyarakat semakin sulit. Pengeluaran keluarga untuk beras pasti akan bertambah dan mengurangi kebutuhan yang lain. Rakyat miskin akan sulit membeli beras dengan jumlah yang layak.
Selama ini pemerintah memberikan bansos untuk solusi kenaikan harga beras. Namun, nyatanya harga beras tetap tak terbendung. Bansos yang diberikan pun sering kali salah sasaran. Ditambah lagi adanya dugaan politisasi bansos.
Rusaknya rantai distribusi menjadi salah satu penyebab kenaikan harga beras. Perusahaan besar menguasai rantai distribusi. Mereka membeli gabah dari petani dengan harga yang lebih tinggi, sehingga penggilingan kecil banyak yang gulung tikar. Karena tidak mendapat pasokan gabah.
Pengusaha besar tidak hanya menguasai sektor hulu, tetapi juga sektor hilir. Mereka menggunakan teknologi canggih dalam menggiling padi, sehingga menghasilkan beras premium. Mereka juga dapat memproduksi berbagai merek beras. Sedangkan penggilingan kecil hanya menghasilkan beras medium.
Selain itu, petani dilarang untuk menjual beras langsung ke konsumen. Hal ini semakin mempersulit keadaan petani.
Perusahaan besar yang menguasai distribusi beras dari hulu ke hilir, dengan mudahnya dapat mempertahankan harga dan menahan pasokan beras. Beras ditimbun terlebih dahulu, kemudian dilepas ke pasaran ketika harga tinggi.
Praktik ini jelas sangat merugikan petani dan masyarakat. Karena harga yang diterima petani tetaplah murah. Yang mendapat keuntungan besar adalah para kapitalis. Mereka berhasil memonopoli distribusi beras.
Adanya monopoli beras ataupun komoditas lainnya disebabkan oleh sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Sistem kapitalisme melegalkan liberalisme ekonomi sehingga melahirkan persaingan bebas yang pasti dimenangkan oleh para pemodal besar. Para kapitalis memiliki modal besar yang berasal dari bisnis finansial ribawi (bank atau nonbank) dan pasar sekunder (saham, obligasi, dan lain-lain).
Negara wajib menjamin ketersediaan beras. Karena beras merupakan kebutuhan pokok yang sangat diperlukan masyarakat. Untuk itu, negara wajib mengelola beras mulai dari produksi, hingga distribusi ke masyarakat. Negara harus mencegah terjadinya monopoli dan penimbunan yang dapat merusak rantai distribusi.
Negara yang mampu mewujudkan semua ini adalah Negara Islam (Khilafah). Negara Islam menjamin kesejahteraan individu per individu, termasuk kebutuhan pangan. Pemenuhan kebutuhan pokok merupakan kewajiban negara.
Pada sektor produksi, negara memberi bantuan pertanian berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian, dan lainnya. Sedangkan pada sektor distribusi, negara akan mencegah segala hambatan dalam distribusi.
Perhatian yang diberikan oleh Khilafah adalah perwujudan peran negara sebagai pelindung (junnah). Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
"Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung dari (musuh) dengan (kekuasaan)nya." (HR. Muttafaqun alaih)
Khilafah tidak menentukan patokan harga (tas'ir). Harga dibiarkan terbentuk secara alami sesuai penawaran dan permintaan pasar. Negara menurunkan harga dengan cara memperbaiki sektor hulu dan hilir. Alhasil harga akan tetap stabil.
Khilafah juga melarang tegas praktik monopoli dan penimbunan beras maupun komoditas lainnya. Pelaku penimbunan akan diberi sanksi yang tegas dan membuat jera. Oleh karena itu, mekanisme yang diterapkan Khilafah dapat menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras. Wallahualam bissawab. []