Peran Negara dalam Menjamin Sertifikasi Halal, Sebuah Keniscayaan dalam Sistem Islam
Opini
Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memberikan jaminan makanan bagi rakyatnya, bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak warga negara
Artinya negara seharusnya perlu mengawal dan berperan aktif dalam permasalahan ini
______________________________
Penulis Rahmah Afifah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sertifikasi halal sebagai proses pemberian jaminan bahwa suatu produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, atau barang lainnya telah memenuhi syarat-syarat kehalalan sesuai dengan ajaran Islam. Sertifikasi halal pada mulanya bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bagi konsumen muslim dalam mengonsumsi dan menggunakan produk halal.
Di Indonesia, sertifikasi halal diatur oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mulai berlaku sejak 17 Oktober 2019. UU JPH mengamanatkan bahwa setiap produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal, termasuk produk yang dihasilkan oleh pedagang kaki lima (PKL) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Namun, pelaksanaan UU JPH ini menimbulkan berbagai persoalan dan tantangan, baik dari sisi pelaku usaha maupun pemerintah. Salah satu persoalan yang muncul adalah terkait dengan biaya dan proses sertifikasi halal yang dianggap memberatkan bagi PKL dan UMKM.
Selain itu, ada juga pertanyaan tentang peran negara dalam memberikan jaminan halal bagi rakyatnya, serta perbandingan dengan sistem khilafah yang dianggap lebih ideal dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan ekonomi.
Persoalan Sertifikasi Halal bagi PKL dan UMKM
UU JPH menetapkan bahwa setiap produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal, kecuali produk yang secara pasti diketahui halalnya. Hal ini berarti bahwa PKL dan UMKM yang menjual produk makanan dan minuman juga harus mengurus sertifikat halal bagi produknya.
Namun, banyak PKL dan UMKM yang mengeluhkan bahwa sertifikasi halal ini memberatkan mereka, baik dari segi biaya maupun proses. Menurut data dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, biaya sertifikasi halal bagi PKL dan UMKM berkisar antara Rp230.000 hingga Rp300.000 per produk seperti yang diunggah oleh finance.detikcom dan dilansir pada Rabu (14/02/2024). Selain itu, proses sertifikasi halal juga membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 30 hari kerja.
Meskipun pemerintah telah menyediakan sekitar 1 juta layanan sertifikasi halal gratis sejak Januari 2023, jumlah ini masih jauh dari kebutuhan PKL dan UMKM yang mencapai sekitar 22 juta di seluruh Indonesia.
Selain itu, sertifikat halal juga memiliki masa berlaku yang terbatas, yaitu antara 2 hingga 4 tahun, tergantung dari jenis produknya. Hal ini berarti bahwa PKL dan UMKM harus melakukan sertifikasi ulang secara berkala, yang tentunya menambah beban bagi mereka.
Peran Negara dalam Memberikan Jaminan Halal
Persoalan sertifikasi halal bagi PKL dan UMKM ini menimbulkan pertanyaan tentang peran negara dalam memberikan jaminan halal bagi rakyatnya. Apakah negara harus hadir secara aktif dalam memberikan jaminan halal, atau hanya sebatas sebagai regulator dan fasilitator saja?
Dalam sudut pandang Islam, peran negara dalam memberikan jaminan halal memiliki implikasi yang mendalam dan penting. Pendekatan pertama negara sebagai aktor aktif, negara harus:
1) Mengeluarkan regulasi yang jelas tentang sertifikasi halal, termasuk proses pengawasan dan audit. 2) Mendirikan lembaga sertifikasi halal yang independen dan profesional. 3) Memastikan transparansi dalam proses sertifikasi dan memastikan bahwa informasi tentang produk halal mudah diakses oleh masyarakat. 4) Menyediakan pelatihan dan pendidikan bagi produsen, pedagang, dan konsumen tentang pentingnya halal. 5) Menegakkan hukum terhadap pelanggaran terkait halal.
Pendekatan kedua, negara sebagai regulator dan fasilitator. Pendekatan ini mengakui bahwa negara memiliki peran sebagai pengawas dan fasilitator. Negara memberikan kerangka kerja dan memfasilitasi proses sertifikasi, tetapi tidak terlibat secara langsung dalam setiap aspeknya. Maka negara harus:
1) Mengawasi lembaga sertifikasi halal untuk memastikan integritas dan kualitasnya. 2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses sertifikasi, termasuk melibatkan ulama dan ahli halal. 3) Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memilih produk halal dan bagaimana mengenali label halal. 4) Mengawasi pasar untuk mengidentifikasi produk yang tidak sesuai dengan standar halal.
Sistem Islam Telah Memberikan Jawaban
Dalil Kewajiban Negara untuk Melindungi Kesejahteraan Rakyat
Al-Qur’an menekankan pentingnya melindungi kesejahteraan rakyat. Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh warganya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah (2: 195): “Dan janganlah kamu mendorong dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Dalam konteks ini, negara harus memastikan bahwa makanan yang beredar di pasaran adalah halal dan aman untuk dikonsumsi.
Dalil Keadilan dan Keseimbangan
Keadilan adalah prinsip fundamental dalam Islam. Negara memiliki peran untuk memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan haknya dengan adil. Ini termasuk hak untuk makanan yang halal.
Al-Qur’an menyatakan dalam surah Al-Hasyr (59:7): “Apa yang diberikan kepada kamu oleh Rasul, maka terimalah; dan apa yang dilarang bagimu, maka tinggalkanlah.”
Negara harus memastikan bahwa makanan yang dilarang (haram) tidak beredar di pasaran.
Dalil Kesehatan dan Kebersihan
Al-Qur’an menekankan pentingnya menjaga kesehatan tubuh. Makanan yang halal dan bersih adalah bagian dari kesehatan.
Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah (2:168): “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sungguh, syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Negara harus memastikan bahwa makanan yang beredar telah melewati proses sertifikasi halal dan memenuhi standar kebersihan.
Kesimpulannya, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memberikan jaminan kehalalan makanan bagi rakyatnya, bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak warga negara. Artinya negara seharusnya perlu mengawal dan berperan aktif dalam permasalahan ini. Wallahualam bissawab. [SJ]