Pesta Demokrasi Rawan Gangguan Mental
Opini
Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, dan harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan RasulNya
Karena sejatinya kedaulatan di tangan Allah
______________________________
Penulis Iis Sri Dewi
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz, meminta Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyiapkan layanan konseling maupun fasilitas kesehatan kejiwaan untuk calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024 yang stres karena gagal terpilih. Menurutnya, dua hal itu sangat diperlukan. "Belajar dari situasi dan kondisi di pemilu-pemilu sebelumnya, kecenderungan orang stres meningkat pasca pemilu," kata Aziz dalam keterangannya. (news.detik.com, 26/01/2024)
Menanggapi hal itu, psikiater sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional DR. Dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ mengatakan calon legislatif (caleg) yang mencalonkan diri namun tanpa tujuan yang jelas rentan mengalami gangguan mental.
Nova mengatakan, banyak pasien yang pernah gagal saat mencalonkan diri sebagai caleg kemudian terlilit utang atau kecewa berat hingga depresi dan mengakhiri hidupnya. (antaranews.com)
Menyikapi hal itu, akhirnya sejumlah rumah sakit di beberapa daerah mengantisipasi dengan menyiapkan ruangan khusus untuk calon legislatif (caleg) yang mengalami stres atau gangguan jiwa akibat gagal dalam pemilihan legistlatif (Pileg) di Pemilu 2024. Seperti halnya di Bandung Jawa Barat. (kompas.tv, 24/11/2023)
Ironi ketidaksiapan mental untuk jadi pemimpin, serta tidak siap kalah, karena dengan mengikuti pesta demokrasi ini banyak mengeluarkan finansial baik dari pribadi maupun dengan jaminan mengutang. Sehingga rawan sekali mengalami gangguan kejiwaan karena belum siap mental dan tidak jelas tujuannya.
Pemilu dalam sistem saat ini membutuhkan biaya yang tinggi, sehingga mengerahkan segala macam cara untuk meraih kemenangan. Di sisi lain, hari ini jabatan menjadi impian, karena dianggap dapat menaikkan harga diri atau prestise, juga menjadi jalan untuk mendapatkan keuntungan materi dan kemudahan fasilitas lainnya.
Demi mendapat kursi jabatan, melakukan segala cara entah dengan cara positif dan sportif atau cara negatif dan curang. Tentunya hal itu perlu modal yang besar, perhitungan tatkala terpilih jadi pemimpin, modal itu harus kembali bahkan harus bertambah.
Makanya banyak sekali kasus korupsi demi meraup untung dari modal yang pernah dikeluarkan saat pemilu. Di sisi lain dia harus bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpin, namun mereka juga punya misi atas kepentingan pribadinya.
Kekuatan mental seseorang akan menentukan sikap seseorang terhadap hasil pemilihan. Pendidikan hari ini berpengaruh terhadap kekuatan mental seseorang. Faktanya, pendidikan hari ini memang telah gagal membentuk individu yang berkepribadian kuat. Terbukti dengan meningkatnya kasus gangguan mental di tengah masyarakat.
Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, dan harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan RasulNya. Karena sejatinya kedaulatan di tangan Allah.
Hukum syariat harus dijalankan untuk memenuhi hak dan kewajiban seorang pemimpin atas rakyat yang dipimpin. Dan pemimpin juga wajib menjadi benteng umat, dan menjaganya dari jurang kemaksiatan dengan cara menerapkan syariat di tengah umat. Allah Swt. berfirman:
"Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir." (QS. Al-Maidah: 44)
"Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang dzalim." (QS. Al-Maidah: 45)
"Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik." (QS. Al-Maidah: 47)
Sistem pendidikan Islam menghantarkan individu untuk menjadi pribadi kuat, dan akan dipahamkan bahwasanya kekuasaan adalah amanah, dan beriman pada qada dan qadar yang telah ditetapkan Allah.
Pendidikan Islam melahirkan individu yang selalu menghiasi dirinya dengan sikap syukur dan sabar, dan bersikap tawakal atas ketetapan Allah. Sehingga tidak mudah terkena gangguan mental.
Dalam Islam diajarkan pula terkait sistem Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah, serta tata cara memilih seorang pemimpin. Bukan seperti saat ini penghitungan suara yang digunakan dalam pesta demokrasi, suara orang berilmu dan suara orang fasik nilainya sama.
Tata cara pemilihan seorang pemimpin dalam Islam, dilakukan dengan baiat oleh umat atau orang beriman yang berilmu untuk meneruskan kepemimpinan menjalankan hukum-hukum Allah. Tentu seseorang yang telah memenuhi kriteria menurut Islam. Yaitu harus muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, mampu melaksanakan amanah.
Maka melakukan pemilihan seorang pemimpin cukup dengan mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi, dan tidak harus dengan mengeluarkan biaya yang sangat banyak yang nantinya rawan terkena gangguan mental.
Sudah saatnya kita tinggalkan demokrasi dan kembali kepada Islam. Wallahualam bissawab. [SJ]