Sistem Kapitalis Menyuburkan Penista Agama
Opini
Pelecehan atau al-istihza terhadap ajaran Islam bukan sekali dua kali tetapi sering dan berulang bahkan beragam bentuk dan ekspresinya
Dalam sistem sekuler, negara menumbuh suburkan istihza, mengolok-olok menjadikan bahan tertawaan dengan dalil kebebasan berekspresi. Sedangkan penyebaran syiar Islam justru dihambat
____________________
Penulis Kusmilah
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Belum lama ini nama Aulia Rakhman menjadi viral di media sosial. Ia adalah komika atau stand up comedian asal Lampung. Bukan prestasi melainkan kontroversi karena ucapan Aulia Rakhman diduga menghina Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam. Dalam video yang viral itu, Aulia membawakan materi kegiatan kampanye Anies Baswedan di salah satu kafe di Bandar Lampung pada Kamis (7/12/2023).
Ia mengatakan kepada peserta yang hadir bahwa berapa jumlah orang yang berada di dalam penjara bernama Muhammad? Dan sepenting apa nama Muhammad? Ujarnya. Atas kejadian tersebut, polisi menyelidiki kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan komika Aulia Rakhman. Dalam kasus ini, polisi telah meminta keterangan lima saksi ahli dan tujuh saksi. Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Umi Fadillah Astutik mengatakan, saat ini tersangka Aulia Rakhman telah ditahan di Mapolda Lampung, ujarnya.
Kasus ini menyeret tersangka Aulia Rakhmat dikenakan Pasal 156 huruf A KUHP subsider pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal 5 Tahun penjara. Menyusul viralnya video tersebut, Aulia Rakhman mengandung unsur penistaan agama. Dia berharap, langkah pihaknya melaporkan Aulia Rakhman ke polisi membuat jera, meski telah membuat video klarifikasi dan menyampaikan permohonan maafnya (iNews.id, 17/12/2023).
Penistaan Agama Terus Berulang
Pelecehan atau al-istihzâ terhadap ajaran Islam bukan sekali dua kali tapi sering dan berulang bahkan beragam bentuk dan ekspresinya. Dalam sistem sekuler, Negara menumbuh suburkan istihza mengolok-olok menjadikan bahan tertawaan dengan dalil kebebasan berekspresi. Sedangkan penyebaran syiar Islam justru dihambat.
Demokrasi kapitalis memang mengajarkan empat kebebasan yang sangat merusak, yaitu kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan berperilaku. Ajaran ini yang memunculkan berbagai penyimpangan orang-orang dalam berpikir dan bertindak sesuai hawa nafsu mereka.
Islam tidak melarang lawakan atau bercanda. Bahkan Rasulullah saw. dikenal sebagai sosok yang pandai dalam bercanda dengan merangkai kata tanpa mengandung unsur kebohongan. Hukum dasar bercanda (bergurau, senda-gurau, dan melawak) adalah mubah atau boleh (Imam An-Nawawi, Al-Adzkar). Sebagaimana yang ada dalam beberapa riwayat hadis berikut : Dari Abu Hurairah, bahwa para sahabat berkata, ”Wahai Rasulullah, sungguh engkau telah mencandai kami.” Rasulullah saw. menjawab, “Sesungguhnya tidaklah aku berbicara kecuali perkataan itu benar.” (HR Tirmidzi)
Anas ra. Meriwayatkan, pernah ada seorang laki-laki meminta kepada Rasulullah agar membawanya naik unta milik beliau. Rasulullah bersabda: ”Aku akan membawamu naik di atas anak unta”. Orang tadi merasa kebingungan karena ia hanya melihat seekor unta dewasa, bukan anak unta. Lalu Rasulullah berkata: “Bukankah yang melahirkan anak unta ini juga anak unta?” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasulullah pernah mencandai seorang gadis yatim di rumah Ummu Sulaim. Rasulullah saw. berkata kepada gadis yatim itu, ”Sungguh engkau masih muda, tapi Allah tidak akan membuat keturunanmu tetap muda." Ummu Sulaimah lalu berkata,”Wahai Rasulullah, Engkau berdoa kepada Allah bagi anak yatimku ini, agar Allah tidak membuat keturunannya tetap muda. Rasulullah pun menjawab, "Demi Allah memang dia tidak akan tetap muda selama-lamanya.” (HR. Ibnu Hibban, dari Anas bin Malik)
Seorang perempuan tua bertanya kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah, apakah perempuan tua seperti aku pantas masuk surga?” Rasulullah menjawab : “Wahai nenek, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”. Perempuan itu menangis. Lalu Rasulullah Saw membacakan firman Allah Swt. QS. Al-Waaqi’ah: 35-37, "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.”
Masyaallah. Begitulah Rasulullah saw. mencontohkan seni dalam bercanda. Bercandaan yang menenteramkan hati tanpa unsur kebohongan, bukan sekedar gelak tawa tak berarti yang justru semakin mengeraskan hati. Apalagi, jika candaan itu mengandung unsur penghinaan terhadap Islam. Hukumnya lebih keras lagi, yaitu sang komika dianggap kufur. Orang yang suka menghina atau mengolok-olok Islam adalah kaum kafir sama halnya yang dilakukan kaum kafir Quraisy.
Islam melarang umatnya untuk mengolok-olok Islam. Allah Swt. berfirman, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka tentang apa yang mereka lakukan, tentu mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan main-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 65-66)
Di dalam kitab Sullam at-Tawfîq disebutkan bahwa pelecehan atau penistaan terhadap Allah Swt., ayat-ayatNya, Rasulullah saw., dan ajaran Islam bisa menyebabkan pelakunya murtad. Imam an-Nawawi al-Bantani di dalam kitabnya Mirqât Shu’ûd at-Tashdîq fî Syarh Sullam at-Tawfîq, riddah (murtad) itu merupakan bentuk kekufuran yang paling tercela.
Al-Istihzâ` secara bahasa berarti as-sukhriyyah (ejekan/cemoohan). Hujjatul Islam al-Imam al-Ghazali di dalam Ihyâ` ‘Ulûm ad-Dîn (3/131) menyatakan, makna as-sukhriyyah adalah merendahkan dan meremehkan, menyoroti aib dan kekurangan seseorang.
Pada masa Khilafah Utsmaniyah, Khalifah Sultan Abdul Hamid II menghentikan rencana pementasan drama karya Voltaire yang akan menista kemuliaan Rasulullah Saw. Sultan berkata, “Jika mereka tetap akan mengadakan pementasan drama tersebut, saya akan mengeluarkan perintah kepada umat muslim dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!” Kerajaan Inggris pun ketakutan dan membatalkan pementasan seni tersebut.
Saat ini umat benar-benar membutuhkan sosok pelindung yang disegani dunia sebagaimana masa kejayaan Islam silam. Islam memandang bahwa akidah dan syariah Islam adalah perkara penting yang harus tetap ada di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, negara tidak akan mentoleransi pemikiran, pendapat, paham, aliran, atau sistem hukum yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Tiada pilihan lain untuk mengakhiri para penista agama selain menerapkan sistem Islam. Wallahualam bissawab. [Dara]