Wacana Di Balik Kenaikan Pajak Motor Bensin, Solusi atau Kepentingan Kapitalis?
OpiniKepemimpinan dalam Islam dibentuk atas asas ketakwaan kepada Allah.
Fungsi kepemimpinan Islam menempatkan fungsi negara sebagai raa’in yakni mengurusi urusan rakyat secara totalitas.
______________________________________________________________
Penulis Rifka Nurbaeti, S.Pd.
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan tiba-tiba mewacanakan perihal rencana untuk menaikkan pajak kendaraan bermotor konvensional atau berbahan bakar minyak (BBM) atau bensin.
Alasan rencana kenaikan pajak kendaraan motor itu sebagai upaya peralihan dana subsidi ke transportasi publik. Ia juga mengklaim bahwa pemerintah coba melihat ekuilibrium kebijakan dalam konteks mengurangi polusi udara. Di sisi lain, wacana kenaikan ini diambil untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik dan transportasi umum demi mengurangi emisi gas buang.
Berbagai hal dilakukan, misalnya dari penerapan ganjil genap hingga menaikkan pajak, sampai akhirnya menyiapkan infrastruktur agar masyarakat menitipkan mobilnya atau motornya. Di sampimg itu, wacana kenaikan ini diambil untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik dan transportasi umum demi mengurangi emisi gas buang. (CNBC Indonesia).
Sebagaimana kita ketahui bahwa kualitas udara di kota Jakarta tercatat kian buruk. Polusi udara tersebut disebabkan banyak hal di antaranya: Polusi yang dihasilkan dari sektor transportasi dan produksi energi, kasus kebakaran hutan, emisi transportasi, rumah tangga, industri konstruksi, debu jalan, emisi gas rumah kaca, pembuangan limbah sisa industri dan lain-lain.
Oleh karena itu, polusi kendaraan bukan satu-satunya penyumbang pencemaran udara di wilayah ibu kota. Realitasnya, pembangunan kapitalistik juga memungkinkan terjadinya industrialisasi besar-besaran turut memperparah pencemaran udara. Ditambah, lemahnya pengawasan analisis dampak lingkungan.
Kasus pembakaran hutan yang masih banyak belum tuntas terselesaikan karena melibatkan korporasi besar. Menaikkan pajak motor kendaraan untuk mengurangi kendaraan bermotor sebagai cara untuk mengurangi polusi udara, tentu bukanlah solusi yang tepat.
Terlebih lagi jika ada tujuan baik yakni mengurangi emisi dan pencemaran, sebaiknya tidak tercampuri dengan kepentingan bisnis kapitalisme. Ditambah lagi dengan menarik pajak yang menambah beban rakyat di tengah impitan ekonomi sulit.
Wacana kenaikan pajak tersebut disinyalir memiliki maksud lain, yakni kepentingan para kapitalis. Pemerintah menggenjot produksi kendaraan listrik yang ramah lingkungan dan melakukan investasi besar-besaran.
Seperti, merek mobil listrik yang berasal dari Cina, Build Your Dream atau BYD, resmi meluncur di Indonesia. Pada akhirnya, niat baik mengurangi polusi tercemari oleh tujuan dan kepentingan korporasi. Apalagi kita ketahui bahwa prinsip pembangunan kapitalistik banyak melakukan eksploitasi dan kerusakan lingkungan.
Kualitas udara di kota tidak akan selesai dengan solusi yang tidak menyeluruh. Sistem kapitalisme tidak akan dapat memberikan solusi karena hanya mengedepankan materi, bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Berbeda dengan sistem Islam yang hanya mengedepankan kesejahteraan rakyat. Kepemimpinan dalam Islam dibentuk atas asas ketakwaan kepada Allah. Fungsi kepemimpinan Islam menempatkan fungsi negara sebagai raa’in yakni mengurusi urusan rakyat secara totalitas.
Skema yang diberikan Islam dalam menyelesaikan persoalan di atas secara berkesinambungan di antaranya:
1. Negara membangun dan menyediakan infrastruktur publik, seperti jalan raya, trotoar, transportasi umum yang aman dan nyaman dengan tarif yang terjangkau. Sehingga rakyat dengan suka hati memilih menggunakan transportasi umum, sehingga penggunaan sepeda motor menurun.
2. Negara mengedukasi rakyat untuk memiliki kesadaran pola hidup sehat dan cinta lingkungan. Memahamkan kepada rakyat bahwa membiasakan pola hidup sehat dan cinta lingkungan adalah bagian dari keimanan kepada Allah, karena Allah memerintahkan hal tersebut. Sehingga memudahkan negara dalam mengatur regulasi dalam lingkungan.
3. Negara menyiapkan pendidikan yang berbasis akidah Islam yang melahirkan SDM yang unggul dan kelak mengabdi demi kemaslahatan rakyat. Dan dengan adanya SDM yang unggul, negara siap mengelola SDA sendiri tanpa harus mendatangkan dari luar.
4. Negara memperkuat inovasi dan teknologi dengan mendorong para ahli untuk mempelajari alam dan menemukan energi ramah lingkungan serta mengelolanya secara mandiri. Kalaupun harus mendatangkan sumber daya manusia dari luar, maka akadnya adalah kontrak kerja, bukan kemitraan bisnis seperti saat ini.
Seperti itulah paradigma Islam dalam mengatasi pencemaran serta mengelola sumber daya alam dan energi yang dimiliki. Bukan dibangun dengan asas keuntungan, tetapi penyelesaian masalah lingkungan diwujudkan dengan asas kemaslahatan untuk umat manusia. Wallahualam bissawab. [SJ]