Beras Mahal, Penerapan Syariat Islam Mampu Mengatasinya
Opini
Kenaikan harga beras pun diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok lainnya seperti, telor, daging, gula putih, dan lain-lain
Kejadian seperti ini selalu berulang, apalagi saat menjelang bulan suci Ramadhan
_________________________
Penulis Tinah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Meski ada wacana turun harga, beras masih menjadi komoditas yang sangat diburu oleh sebagian masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Pasalnya, penurunan harga beras sebesar Rp200-Rp500 per kg masih dirasa sangat memberatkan. Tak hanya harganya yang mahal, beras pun masih langka di pasar-pasar modern dan ritel di Indonesia, khususnya di Kota Bandung.
Dikutip dari TribunJabar.id (29-02-2024), Ade Suryana, Chip Distributor Center atau Kepala Gudang Yogya Grup saat disidak oleh tim Satgas Pangan Bareskrim Mabes Polri bersama Ditreskrimum Polda Jabar, mengatakan bahwa beras premium kemasan 5 kg sudah mulai langka sejak awal tahun 2024.
"Untuk beras memang mungkin sudah satu bulan terakhir ya, kiriman tidak seperti bulan-bulan sebelumnya yang melimpah" ujar Ade.
Sebelumnya Pemerintah Kota Bandung telah melakukan beberapa langkah untuk menekan lonjakan harga beras tersebut, di antaranya adalah operasi pasar murah yang digelar di seluruh kecamatan. Namun sampai saat ini belum juga membuahkan hasil yang signifikan, bahkan pasar murah sering kali salah sasaran. Dan, fakta di lapangan harga beras pun masih mahal. Ratusan warga Bandung harus rela antre berjam-jam demi untuk mendapatkan satu kemas beras medium yang dibandrol dengan harga Rp53.000. Meski begitu tidak semua warga Bandung bisa mendapatkan beras murah tersebut, selain stoknya terbatas, untuk dapat membelinya diharuskan membawa syarat-syarat yang telah ditentukan seperti foto copy KTP dan Kartu Keluarga (KK).
Kenaikan harga beras pun diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok lainnya seperti, telor, daging, gula putih, dan lain-lain. Kejadian seperti ini selalu berulang, apalagi saat menjelang bulan suci Ramadhan. Hal Ini menunjukkan adanya kebijakan yang salah, yang diambil oleh pemerintah pusat. Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator, bukan bertugas untuk mengurusi rakyat. Sebagai penghubung antara pengusaha dan rakyat, dimana, pengusaha sebagai penyedia barang dan rakyat adalah pihak yang membutuhkan. Di sinilah kesempatan terbuka lebar bagi pengusaha untuk mencari keuntungan.
Konvensi lahan pertanian secara besar-besaran juga mengakibatkan stok beras di negeri ini mengalami penurunan. Banyak petani kehilangan lahannya akibat dari alih fungsi lahan, dan pembangunan infrastruktur yang serampangan. Lihat saja, sawah-sawah telah berubah menjadi komplek perumahan elit, proyek pembangunan Jalan Tol, Bandara, dan lain-lain, yang dulunya sebagian besar adalah lahan persawahan.
Di sisi lain tidak adanya kepedulian pemerintah terhadap nasib para petani. Bagaimana susahnya mendapatkan bibit unggul, harga pupuk serta obat-obatan yang mahal, sampai pada pemasaran hasil pertanian pun harus dilakukan sendiri tanpa ada campur tangan dari pemerintah, yang terkadang menjadi santapan empuk bagi tengkulak nakal. Hal itu pun membuat gairah untuk bertani hilang, mereka lebih memilih profesi menjadi buruh pabrik, ojek online, dan lainnya. Dan, ini secara tidak langsung menciptakan jurang pemisah antara pengusaha dengan pekerja. Lagi-lagi rakyat kecil akan tetap tertindas, meskipun mereka berjuang sekuat tenaga.
Inilah potret buruk dari penerapan sistem kapitalisme. Sampai kapanpun selama negara menerapkan sistem kufur ini, maka swasembada pangan di tengah masyarakat tidak akan pernah terwujud. Berbeda halnya dengan negara yang berlandaskan sistem Islam. Dalam pandangan Islam, negara bertugas bukan sebagai regulator, melainkan negara bertugas sebagai pengatur semua urusan rakyat, termasuk urusan pertanian.
Kebijakan negara Islam dalam urusan pertanian diarahkan untuk memanfaatkan lahan pertanian sebesar-besarnya, sehingga kebutuhan akan pangan dalam negeri bisa teratasi. Negara akan memberikan kesempatan yang sama kepada siapa saja yang mampu dan bersedia berkecimpung dalam urusan pertanian. Negara juga akan mengambil alih kepemilikan atas tanah-tanah kosong, yang dibiarkan tidak produktif selama tiga tahun berturut-turut. Kemudian tanah-tanah tersebut diberikan kepada orang yang mampu dan bersedia untuk mengolahnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis, Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa saja yang memiliki tanah, garap lah tanah itu, atau ia memberikan tanah tersebut kepada orang lain, dan jika ia tidak melakukan hal itu, sita lah tanahnya" (HR Al-Bukhari).
Melalui baitulmal, akan menyediakan sarana pertanian seperti bibit unggul, pupuk murah, serta obat-obatan, agar produksi pertanian tetap stabil. Tak hanya itu, akan dibangun pula infrastruktur-infrastruktur seperti, alat angkut, jalan, saluran irigasi, rumah penggilingan padi, dan pasar di tiap-tiap daerah agar distribusi hasil pertanian bisa menjangkau seluruh masyarakat tanpa terkecuali, baik masyarakat yang di kota maupun desa.
Negara memberi sanksi tegas bagi setiap tindakan kecurangan seperti penimbunan, pengoplosan, pemalsuan merek, dan lain-lain. Negara juga tidak akan membiarkan praktik perampasan lahan pertanian, baik oleh negara, maupun swasta apapun alasannya. Karena perampasan lahan pertanian tergolong kepada tindakan yang diharamkan, bagi pelakunya diwajibkan mengembalikan tanah tersebut kepada pemiliknya. Mengenai hal ini, Rafi' bin Khadij menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa saja yang menanam di tanah suatu kaum tanpa izin mereka maka tidak ada hak atas dia dari tanaman itu sedikitpun dan biayanya dikembalikan kepada dirinya."(HR Ibnu Majah dan Ahmad)
Artinya, jika ada orang yang menanam di tanah orang lain tanpa izin dari pemiliknya, maka dia tidak berhak sedikitpun atas tanaman tersebut, berikut dengan hasilnya. Dia hanya berhak atas biaya yang telah dikeluarkannya
Sayang, ketegasan soal kepemilikan tidak akan terjadi jika negara kita masih menerapkan sistem kapitalisme. Sebab penguasa sejati dalam sistem ini adalah para oligarki dan pemilik modal yang selalu mencari keuntungan. Tidak ada jalan lain kecuali segera buang sistem kufur kapitalisme. Saatnya kita ganti dengan sistem Islam, karena hanya dengan diterapkannya sistem Islam, sejarah telah membuktikan selama 13 abad mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Wallahualam bissawab. [GSM]