Indonesia Darurat Utang, Butuh Solusi Paradigmatik dan Fundamental
Surat Pembaca
Risiko terbesar lainnya yaitu gagal bayar utang
Kegagalan ini menyebabkan negara harus melepas aset berharga negara seperti yang dialami oleh Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka dan Pakistan
_________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURATPEMBACA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengumumkan utang pemerintah mencapai Rp 8.253 triliun per 31 Januari 2024. Jumlah utang pemerintah jika ditanggung oleh tiap warga negara Indonesia maka setiap orang akan menanggung beban utang Rp30,5 juta (bisnis.tempo.co, 29/02/2024)
Menurut Awalil Rizky sebagai ekonom Bright Institute ada beberapa indikator risiko utang yang digunakan untuk mereview kondisi keuangan Indonesia kedepannya. Tidak cukup mereview dari kondisi utang dibandingkan dengan PDB saja (bisnis.tempo.co, 01/03/2024). Kondisi ini merupakan suatu bencana bagi negara dan rakyat di kemudian hari, menghentikan kebijakan ini akan sulit jika pemerintah masih menganggap utang menjadi hal yang lumrah untuk membangun negara.
Seyogianya utang membahayakan kedaulatan negara karena dapat menghantarkan pada dominasi asing atas negara atau penjajahan. Dominasi penjajah atas kebijakan politik dan ekonomi yang disetir sesuai arah keinginan mereka. Kurs rupiah akan terdepresiasi jika kebutuhan dollar untuk membayar utang meningkat. Kondisi akan lebih mengkhawatirkan ketika skema Ponzi terjadi, utang untuk bayar utang atau gali lubang tutup lubang yang berdampak kepada buruknya kondisi solvabilitas.
Mirisnya dalam sistem ekonomi kapitalis, utang berbasis riba adalah satu keniscayaan, bahkan menjadi salah satu cara yang wajar dalam membangun negara. Risiko terbesar lainnya yaitu gagal bayar utang. Kegagalan ini menyebabkan negara harus melepas aset berharga negara seperti yang dialami oleh Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka dan Pakistan.
Secara potensi, negeri ini punya modal besar untuk menjadi negara makmur sejahtera. Potensi geografis dan geostrategis semuanya kita miliki. Sumber daya alam dan potensi sumber daya manusia begitu melimpah ruah. Tambang, energi, pertanian, hutan, laut, semuanya ada.
Semua potensi yang dimiliki tidak bisa memberikan kesejahteraan hidup bagi rakyat bahkan masih banyak rakyat hidup dalam garis kemiskinan dan kesenjangan. Negara seakan tak berdaya selain menambal permasalahan tersebut dengan berutang. Tak heran jika dari masa ke masa kondisi ekonomi Indonesia makin miris. Karena sumber dayanya dikuasai gurita korporasi lokal dan internasional.
Masalah ini merupakan persoalan paradigmatik yang hanya bisa diselesaikan dengan perubahan paradigma. Paradigma tersebut tentu saja paradigma yang berbasis Islam. Negara yang menggunakan paradigma Islam akan menolak utang riba sebab ajaran Islam secara tegas melarang hal itu.
Mengadopsi paradigma Islam perlu diiringi dengan penerapan aturan Islam secara nyata dalam kehidupan termasuk dalam sistem pemerintahan dan sistem ekonomi. Pengelolaan keuangan negara mencakup apa saja yang ada dalam APBN yaitu sumber pendapatan dan alokasi belanja harus berkiblat kepada Islam.
Belanja negara akan dibiayai dari pos pos pendapatan yang diperbolehkan oleh syarak, di antaranya dari fa’i, kharaj, hasil pengelolan SDA yang melimpah di negeri ini seperti migas, mineral, batu bara dan lainnya. Sebab SDA merupakan harta milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh swasta apalagi asing.
Alhasil, utang dalam negeri maupun luar negeri itu harus segera diakhiri. Perekonomian juga harus segera dijauhkan dari riba. Perekonomian harus segera diatur sesuai syariah Islam. Hanya dengan kembali pada penerapan syariat keberkahan akan segera dilimpahkan kepada bangsa ini. Wallahualam bissawab. [GSM]
Nai Haryati, M.Tr.Bns
Pemerhati Politik - Ekonomi