Kapitalisme Sekuler Lahan Subur Bisnis Haram Prostitusi Online
Analisis
Watak hedonistik, pemuja kesenangan dan kepuasan ragawi banyak menjangkiti benak masyarakat
Di tengah kehidupan dengan tingkat stressing tinggi, keimanan individu masyarakat pun sedemikian rapuhnya
______________________________
Penulis Yuliyati Sambas
Tim Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS -Di era digital dengan kemajuan zamannya, semua urusan berjalan mengikuti kecanggihan teknologi, tak terkecuali bisnis. Sayangnya bisnis yang berkembang pesat kini bukan hanya bisnis halal dan menjadikan berkah bagi pelakunya, melainkan hingga bisnis haram, terlaknat, dan berkonsekuensi dosa.
Satu di antaranya adalah bisnis syahwat yang dikelola secara online. Tribunnews.com (14/3/2024) melansir usaha haram yang digeluti Dimas, sang germo prostitusi online yang dikelola di wilayah Kota Bogor,Jawa Barat. Ia menjajakan 20 wanita tunasusila sejak tahun 2019 dan telah meraup keuntungan hingga Rp300 juta. Dengan kecanggihan teknologi online, dirinya mengaku wilayah operasinya hingga seluruh Indonesia. Satu kali jasa seksual ditawarkan dengan tarif Rp3-30 juta, tergantung pilihan layanan yang dikehendaki pelanggan, apakah kencan short time atau long time.
Fenomena Gunung Es
Dimas beserta PSK (pekerja seks komersial) "binaannya" bukanlah satu-satunya komunitas yang menggeluti prostitusi online saat ini. Ibarat fenomena gunung es, kasus yang mampu dijerat pihak berwajib hanya puncak gunung es yang tampak seolah kecil, tapi yang sebenarnya ada dan tak terjamah jauh di bawah permukaan gunung es, sedemikian besarnya. Mengerikan!
Astagfirullah al-adhim. Ya, prostitusi online kian hari makin marak terjadi. Selain menjanjikan gepokan uang yang menggiurkan bagi germo maupun sang PSK, juga menawarkan saluran pemuas syahwat bagi si hidung belang berdompet tebal.
Bagaimana tidak, kini kondisi ekonomi tak bisa dibilang baik-baik saja. Lapangan kerja halal demikian sulit didapat. Jikapun pekerjaan sudah dapat, semua kebutuhan hidup, jangankan yang tersier dan sekunder, bahkan kebutuhan primer pun banyak masyarakat yang kesulitan menjangkaunya. Sandang, pangan, papan, begitupun kebutuhan akan akses kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semua serba mahal dan kian tak terjangkau. Bayang-bayang PHK pun senantiasa memghantui.
Di sisi lain watak hedonistik, pemuja kesenangan dan kepuasan ragawi banyak menjangkiti benak masyarakat. Di tengah kehidupan dengan tingkat stressing tinggi, keimanan individu masyarakat pun sedemikian rapuhnya. Ibarat kata, mendapat kecukupan hidup dari jalan yang halal itu sedemikian sulitnya, maka ketika ada jalan haram yang menjanjikan cuan melimpah dan mudah bagi germo dan PSK, juga saluran pemuas syahwat bagi si hidung belang, teknologi pun mendukung, berkembanglah prostitusi online.
Terlebih ketika sistem hukum di negeri ini sedemikian lemah dan rapuh. Untuk kasus di atas, khusus bagi sang germo, hanya dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) dengan ancaman sanksi yang sangat minim, pemenjaraan maksimal 15 tahun. Itu pun masih mengikuti prinsip sistem sanksi yang ada. Pemotongan masa tahanan sangat terbuka lebar bagi si pelaku kriminal, ketika pun hanya didapati yang bersangkutan dalam masa tahanan memperlihatkan perilaku baik. Di mana akan memberi efek jeranya?
Lantas bagaimana posisi PSK dan penikmat jasa seksual haramnya? Mereka sering dinarasikan sebagai korban yang kerap tak tersentuh hukum. Astagfirullah, nauzubillah.
Maka wajar saja, prostitusi online seolah mendapat lahan subur untuk tumbuh dan berkembang.
Problem Sistemik
Jika mau ditelisik hingga ke akar persoalannya, penerapan sistem kapitalisasme sekuler yang saat ini dianutlah biangnya. Problemnya bersifat sistemik!
Pertama bahwa sistem ekonomi kapitalisme telah menjadikan distribusi kekayaan di tengah masyarakat sedemikian timpangnya. Penguasaan aset-aset kekayaan alam terjadi secara bebasnya. Siapapun yang ber-uang, apapun bisa ia miliki. Laut, pulau, hutan, gunung, jalan umum, tambang garam, mineral bumi, gas alam, bahkan nikel dan emas sekalipun. Warga 1 persen bisa menguasai hampir semua kekayaan dalam sebuah negara, sementara yang 99 persen lainnya berebut mengais sisa kekayaan yang sangat sedikit.
Kedua, dalam sistem kapitalisme pula, semua urusan dan kebutuhan rakyat diserahkan kepada kaum ber-uang tadi untuk menyediakannya dengan mekanisme bisnis. Lantas negara ada di mana? Sangat disayangkan, ibarat wasit pemainan, negara hanya mengambil peran sebagai regulator. Bahkan makin miris ketika regulasi-regulasi yang dihasilkan pun tidak lain sekadar mengokohkan posisi kaum ber-uang dan oligarki dalam mengangkangi hak-hak rakyat ketika akan mengakses kebutuhan hidupnya. Kemiskinan sistemik pun tak terhindarkan. Kehidupan makin sulit. Ketika rakyat kian terengah mengakses kebutuhan asasinya, kaum ber-uang pesta pora berlimpah harta dengan kuasa sistemik yang mereka dapat.
Ketiga, dalam kondisi kemiskinan sistemik, negara pun menganut prinsip sekuler. Agama dienyahkan jauh-jauh dalam urusan kehidupan dan bernegara. Sistem pendidikan yang diselenggarakan, dimana semestinya mampu menjadikan pribadi-pribadi masyarakat beriman dan bertakwa menjalani hidup, kian jauh panggang dari api. Ditambah dengan gempuran budaya serta pemikiran kufur yang datang dari Barat. Mulai dari budaya liberal, individualistik, hedonistik, sampai permisif menjangkiti benak-benak masyarakat. Halal haram tak menjadi standar. Maka pilihan-pilihan hidup berupa jalan haram semisal prostitusi online pun kian diminati.
Sungguh, kapitalisme sekuler telah menjadi lahan subur bagi berkembangnya bisnis haram prostitusi online.
Islam Punya Solusi
Kasus prostitusi baik online maupun bukan, hakikatnya terjadi karena aturan Sang Pencipta dijauhkan dari kehidupan. Prinsip hidup kufur kapitalisme sekuler sebagai lahan subur bisnis haram tersebut tentu wajib dienyahkan dan diganti dengan diterapkannya syariat yang datang dari Allah Al-Khaliq Al-Mudabbir.
Sebagai agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, Islam memiliki beberapa tahap dalam menyolusikan prostitusi online dan membabatnya sampai tuntas.
Pertama, Islam memandang bahwa setiap perbuatan itu ada pertanggungjawabannya. Dalam Al-Qur'an surah Al-Zalzalah ayat 7 dan 8 Allah menegaskan, setiap perbuatan sekecil biji zarrah pun akan mendapat balasannya. Perbuatan baik dibalas pahala dan kasih sayang Allah, perbuatan buruk akan dibalas dosa dan azab-Nya. Baik dan buruk hakiki senantiasa standarnya adalah syariat Islam, bukan lainnya.
Hal demikian senantiasa dibinakan di tengah-tengah masyarakat, mulai dari level individu di keluarga. Ditambah dengan dibudayakannya prinsip amar makruf nahi mungkar sebagai bentuk saling sayang antar anggota masyarakat. Agar semua terikat pada aturan Zat Penguasa Jagat Raya semata.
Upaya pembinaan di atas disempurnakan oleh negara dengan menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis syariat dan berasas akidah Islam. Dengan pembinaan secara komprehensif dan holistik, didapatkan individu-individu yang senantiasa cinta akan ketaatan pada Allah, dan benci terhadap maksiat sekecil apapun.
Kedua, Islam mengamanahkan kepada penguasa untuk menjadi raa'in (pengurus) dan junnah (perisai) dalam kepemimpinan yang ia emban. Raa'in untuk mengurusi setiap urusan masyarakat, dan junnah agar masyarakat tidak terpapar dan terjerumus pada jalan maksiat ketika menjalani kehidupan.
Sabda Rasulullah saw., "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
Begitupun dalam sabda nabi saw., "Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu adalah junnah (perisai), dimana orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung dari musuh dengan (kekuasaan)nya." (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abi Dawud, dll)
Amanah sebagai raa'in di antaranya dengan mengurisi kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Urusan sandang, pangan, dan papan menjadi ranah tanggung jawab para laki-laki dewasa untuk memenuhinya. Negara dalam hal ini memberi iklim kondusif dengan menjadikan setiap kebutuhan asasi tersebut bisa didapat dan dijangkau dengan mudah oleh semua individu rakyat. Lapangan dan kesempatan kerja yang halal pun akan dibuka lebar-lebar oleh penguasa sebagai bentuk tanggung jawabnya agar semua pencari nafkah dapat menjalankan perannya dengan sempurna.
Adapun kebutuhan komunal semisal kesehatan, pendidikan, dan keamanan menjadi tugas mutlak penguasa untuk menyelenggarakannya. Pembiayaannya didapat dari pemasukan APBN berbasis syariat dari harta kepemilikan umum, satu di antaranya adalah dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah depositnya.
Dengan mekanisme tersebut, rakyat tak akan hidup dalam kesulitan. Jalan-jalan penghidupan haram tentu tak akan muncul dan diambil.
Penguasa (negara) sebagai junnah akan memosisikan sebagai perisai dari tersebarnya pemikiran dan budaya kufur. Negara dalam hal ini akan mem-block semua pengaruh buruk dari luar tanpa kecuali. Budaya liberal, individualistik, hedonistik, permisif dipastikan tak akan masuk dan menjadi virus di tengah masyarakat.
Ketiga, untuk menyempurnakan blocking prostitusi maupun kriminalitas lainnya, negara dalam sistem pemerintahan Islam membekali dengan sistem sanksi yang sesuai syariat (an-nizamul uqubat). Baik germo, PSK, maupun pelanggan jasa prostitusi akan dipandang sebagai kriminal yang masing-masing mendapat porsi hukuman yang bersifat jawazir (pemberi efek jera) dan jawabir (penebus dosa di yaumil akhir).
Untuk posisi germo maka sanksinya adalah takzir, dengan kadar dan jenis hukuman disesuaikan dengan kadar kejahatannya dan diserahkan kepada Qadhi (hakim) untuk memutuskannya. Sementara untuk PSK dan pelanggan jasanya, maka mereka akan mendapat sanksi sebagaimana pezina. Dimana akan dihukum rajam jika pelaku sudah menikah (muhshan), atau cambuk untuk yang belum menikah (ghair muhshan).
Begitulah Islam menyolusikannya, demikian menyeluruh dan mencerabut hingga ke akarnya. Wallahualam bissawab. []