Kerusakan Moral Generasi, Buah Buruk Sistem Demokrasi
Opini
Capaian generasi gemilang tersebut didapat karena Islam memiliki sistem pendidikan yang kuat berasaskan akidah Islam
Dengan metode pengajaran talqiyan fikriyan
______________________________
Penulis Reni Rosmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tahun telah berganti, pemilu pun sudah berlalu. Namun, nampaknya kenakalan remaja di negeri ini masih terus melaju. Bahkan di bulan Ramadan yang mulia pun hal tersebut terus terjadi, bak jamur tumbuh di musim penghujan. Astaghfirullah, ada apa dengan generasi di negeri ini?
Dilansir oleh Kompas.com (15/3/2024), sekawanan remaja telah merudapaksa seorang pelajar SMP berinisial N (15) di Lampung Utara. Menurut keterangan kepolisian Lampung, korban awalnya dijemput pelaku D untuk menonton futsal, tetapi di perjalanan D mengarahkan motornya ke sebuah gubuk arah perkebunan di Tanjung Baru.
Di sanalah D dan sembilan kawannya memaksa N untuk melayani nafsu bejatnya selama 3 hari berturut-turut, tanpa dikasih makan dan minum. Korban pun ditemukan dalam kondisi mengenaskan dan trauma berat. Sementara itu polisi sendiri baru berhasil meringkus 6 pelaku dengan 3 di antaranya adalah anak di bawah umur. Adapun 4 pelaku lainnya masih buron.
Sementara itu, perang sarung antarpelajar kembali terjadi di beberapa wilayah di tanah air. Salah satunya di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, yang memakan satu korban jiwa. (CNN Indonesia, 16/3/2024)
Sistem Demokrasi Kapitalisme Penyebab Rusaknya Moral Generasi
Maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan mencerminkan kerusakan moral generasi di negeri ini. Di sisi lain menjadi bukti bahwa kurikulum pendidikan gagal mencetak generasi yang berkualitas, berakhlak mulia, dan dapat menahan diri dari nafsu syahwatnya.
Apabila ditelisik dengan saksama, kenakalan remaja di negeri ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya minimnya pemahaman agama (Islam) di kalangan remaja muslim.
Di sisi lain juga dipicu oleh lingkungan yang rusak dan maraknya tontonan yang ada, yang merusak akhlak, baik di media sosial maupun media massa. Disadari maupun tidak, lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian generasi. Pun demikian dengan tontonan yang juga turut berperan dalam merusak karakter generasi.
Faktor lainnya adalah lemahnya penegakan hukum bagi para pelaku kejahatan. Hukum yang berlaku tidak mampu memberikan efek jera, sehingga para pelaku kejahatan terus bertambah.
Inilah buah dari diterapkannya sistem demokrasi kapitalisme. Asas sekuler yang dimiliki sistem demokrasi kapitalisme, meniscayakan bahwa aturan agama harus dijauhkan dari kehidupan. Agama hanya boleh digunakan dalam ranah ibadah; salat, puasa, zakat, haji, dan nikah.
Sementara dalam pergaulan, masyarakat, juga bernegara agama tidak diperbolehkan turut campur. Bahkan pemerintah telah berencana akan menghapuskan pelajaran agama dari kurikulum pendidikan. Sebelum dihapus saja moral generasi demikian mengkhawatirkan, apalagi jika benar-benar ditiadakan.
Maka sudah bisa dipastikan aktivitas dan lingkungan di mana mereka berada akan semakin jauh dari aturan agama. Bukan saja kasus amoral dan asusila, tindak kejahatan lainnya pun akan mereka lakukan.
Padahal bagi seorang muslim, agama demikian erat kaitannya dengan pembentukan karakter seseorang. Karena agama adalah benteng penjaga manusia dari segala perbuatan maksiat.
Islam Solusi Tuntas Kerusakan Moral Generasi
Islam diturunkan Allah bukan hanya sebatas agama, melainkan sistem kehidupan. Tercatat dalam sejarah, Islam pernah diterapkan selama 13 abad di dua pertiga dunia. Selama itulah negara yang menerapkan sistem Islam mampu melahirkan generasi berkualitas, berakhlak mulia panutan umat sepanjang masa.
Seperti Muhammad Al-Fatih yang mampu menaklukkan Konstantinopel di usia 21 tahun, Ibnu Sina yang mampu menguasai ilmu kedokteran di usia 16 tahun, juga Imam Syafi'i yang hafal Al-Qur'an 30 juz pada usia 7 tahun, dan masih banyak lagi.
Capaian generasi gemilang tersebut didapat karena Islam memiliki sistem pendidikan yang kuat berasaskan akidah Islam, dengan metode pengajaran talqiyan fikriyan. Yaitu pemindahan ilmu kepada orang lain dengan cara mentransfer hasil penginderaan terhadap fakta melalui panca indra ke dalam otak yang dihubungkan dengan pemahaman sebelumnya.
Sehingga terbentuk pemikiran yang benar tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta apa hubungannya ketiganya dengan Sang Pencipta. Inilah yang akhirnya akan mampu mencetak generasi yang beriman bertakwa, jauh dari perbuatan dosa.
Islam memandang berakhlak mulia sebagai bagian dari menjalankan aturan syarak. Karena itu, negara yang menerapkan sistem Islam di masa lalu senantiasa mewajibkan rakyatnya untuk berbuat baik dan saling menyayangi.
Agar seluruh pendidikan terhadap generasi terwujud secara alami, maka Islam menetapkan harus ada keterlibatan keluarga, sekolah, lingkungan, dan negara untuk berperan aktif dalam mendukung tumbuh kembang generasi.
Setiap keluarga diwajibkan menanamkan akidah yang kuat kepada anggota keluarganya. Sebab, keluarga merupakan pilar pengokoh kepribadian Islam. Budaya amar makruf di tengah-tengah masyarakat pun senantiasa diterapkan oleh sistem Islam.
Sehingga jika ada yang melakukan perbuatan dosa bisa segera dicegah, sebab rakyat tak segan saling menasihati. Alhasil, setiap individu akan menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan senantiasa taat pada syariat.
Di sisi lain, negara juga mengawasi seluruh tontonan yang ada. Walaupun dahulu tontonan dan tayangan di media sosial juga media massa belum ada, tetapi setiap hal yang dikira akan merusak generasi dilarang keras dipertontonkan.
Hal ini didukung oleh penerapan hukuman yang tegas dan menjerakan. Sehingga tidak ada peluang bagi orang lain untuk melakukan kejahatan serupa.
Islam juga memandang penyaluran hasrat seksual tanpa ikatan pernikahan sebagai perbuatan tercela dan kejahatan. Adapun bagi pelaku pemerkosaan, maka hukumannya dapat disamakan dengan hukuman bagi pezina, yakni rajam atau dikubur hidup-hidup lalu dilempari batu hingga meninggal bagi yang sudah pernah menikah (mukhsan) dan dicambuk 100 kali bagi pelaku yang belum menikah (ghair mukhsan).
Karena pemerkosaan termasuk zina yang memaksa. Meskipun belum ada riwayat sahih yang menjelaskan hukuman tersebut bagi pelaku pemerkosaan, tetapi para ulama menyepakati, bahwa pelaku pemerkosaan tanpa disertai ancaman senjata tajam dijatuhi hukuman sebagaimana pezina.
Demikianlah betapa sempurnanya sistem Islam dalam mengatasi kenakalan remaja. Karena itu sebagai negeri yang mayoritas penduduknya muslim, sudah semestinya kita merindukan sistem Islam kembali diterapkan secara kafah (menyeluruh) dalam setiap sendi kehidupan. Sungguh, menolak sistem Islam diterapkan sama saja dengan kita menentang Allah dan RasulNya. Nauzubillah. Wallahualam bissawab. [SJ]