Menjelang Ramadan Harga Pangan Naik, Ada Apa?
Opini
Alih-alih mencari solusi, Pemerintah justru melakukan impor dengan dalih mengatasi kelangkaan pangan
Padahal, akibat kebijakan impor petani terkena imbasnya
______________________________
Penulis Irmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Setiap menjelang bulan suci Ramadan, harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga yang sangat signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan harga komoditas pangan akan mengalami inflasi pada bulan Ramadan mendatang.
Hal ini seperti tahun sebelum-sebelumnya. Kenaikan harga itu disebabkan permintaan yang meningkat pada bulan Ramadan. Adapun beberapa komoditas yang berpotensi naik di antaranya daging ayam, minyak goreng dan gula pasir. Termasuk bahan pangan lainnya seperti beras.
Sepanjang awal tahun ini, harga beras mengalami kenaikan yang tinggi. BPS menyebut tingkat inflasi secara umum pada Februari 2023 mencapai 2,75% year on year dan 0, 37% month to month. Secara bulanan, beras mengalami inflasi sebanyak 5,32% dengan andil 0, 21% terhadap inflasi umum. Sementara secara tahunan, beras berkontribusi terhadap inflasi sebesar 0,67%. (CNBC Indonesia, 1/3/2024)
Selain itu, salah satunya di Kabupaten Muna Barat, menjelang bulan Ramadan harga telur ayam akan naik di sejumlah pasar tradisional hingga mencapai 70 ribu per rak. Kenaikan harga ini terjadi setelah adanya kenaikan harga beras yang hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Melonjaknya harga telur tak hanya berdampak bagi konsumen tetapit juga penjual karena merasa dirugikan.
Akibatnya, banyak omzet yang didapatkan tidak menentu setiap harinya jika dibandingkan dengan sebelumnya. Tetapi sebagai agen hanya menyesuaikan berdasarkan harga pasar dan penjualan yang ada. Diprediksi kemungkinan harga sembako akan terus naik menjelang Ramadan dan Idul Fitri. (Detik Sultra, 6/3/2024)
Fenomena naiknya harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan tidak lagi menjadi asing bagi masyarakat. Banyak masyarakat menganggap hal ini menjadi sebuah tradisi. Akibatnya, rakyat kesusahan dalam mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Di sisi lain, pendapatan berkurang dan mahalnya biaya hidup lainnya. Kondisi ini akan mengganggu kekhusyukan ibadah dalam bulan mulia ini.
Berbagai faktor yang menyebabkan kenaikan harga menjelang Ramadan. Misal adanya kesalahpahaman terkait tradisi yang semestinya beribadah dan beramal. Dengan eksistensi media sosial memengaruhi cara pandang masyarakat terkait menghadapi dan menjalani puasa hingga hari raya.
Akibatnya masyarakat bersifat konsumtif, di mana banyak masyarakat lebih membeli kebutuhan sebagai persediaan di rumah. Maka, harga q naik, mengingat ketersediaan pangan yang kurang dan terbatas. Hal ini sejalan bahwa semakin banyak permintaan, maka harga akan naik.
Selain itu, adanya penimbunan barang oleh para mafia yang menaikkan barang menjelang Ramadan. Banyaknya mafia melakukan penimbunan, penipuan dan memasang harga terlalu tinggi, hanya untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Tak hanya merusak rantai penjualan produk-produk dan merusak harga pasar.
Indonesia yang terkenal kaya dan memiliki lahan subur serta luas semestinya mampu membangun kemandirian dalam hal pangan. Termasuk dalam menjamin ketersediaan bahan pangan. Pemerintah bertanggung jawab dalam memberikan dan mencari solusi agar ketersediaan pangan dalam negeri terpenuhi.
Salah satunya dengan mendorong petani dan memfasilitasinya baik penyediaan lahan, bibit unggul secara gratis, menyediakan alat-alat penunjang agar mempermudah pekerjaan petani dan mendapatkan hasil maksimal untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Namun, alih-alih mencari solusi, Pemerintah justru melakukan impor dengan dalih mengatasi kelangkaan pangan. Padahal, akibat kebijakan impor petani terkena imbasnya, karena kalah saing sekaligus mematikan petani lokal. Pemerintah tidak optimal memberikan dan mengelola lahan dan memberdayakan para petani. Selain itu, sebelum terjadi lonjakan harga, tidak ada kebijakan pencegahan agar tidak terjadi monopoli.
Berulangnya kasus naiknya harga barang pangan menjelang Ramadan menunjukkan negara gagal menanggulangi masalah. Pasalnya, belum ditemukan akar permasalahannya dengan berpangkal pada konsep pengaturan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, negara hanya sebatas regulator dan fasilitator bukan penanggung jawab. Karena itu, pemerintah berlepas tangan dari tanggung jawabnya memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Banyak pengadaan kebutuhan dasar justru diambil oleh korporasi yang menjadikan proyek untuk mengambil keuntungan. Di berbagai sektor pertanian dan pangan perusahaan-perusahaan raksasa yang menguasai rantai usaha baik dari sektor produksi, distribusi hingga konsumsi.
Di samping itu, penguasa memberikan karpet merah untuk setiap korporasi yang bersedia menanamkan modalnya di negeri ini. Adapun penguasa tak memiliki rasa terhadap segala penderitaan rakyatnya.
Tak hanya itu, pemerintah pun dalam aspek konsumsi abai terhadap keamanan dan kualitas pangan yang dikonsumsi rakyat yang hanya terbatas pada mutu dan tanggal kadaluarsa yang hanya bergerak menjelang Ramadan atau lebaran.
Selama tata kelola sistem kapitalisme yang digunakan, stabilisasi harga tidak akan terwujud. Pasalnya, pengadaan barang hanya dikuasai oleh segelintir orang yang akhirnya bisa memainkan harga. Meski, harga pasokan rendah harga tetap naik. Apalagi yang digunakan dalam mengatasi lonjakan hanya sekadar menurunkan angka inflasi, bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Untuk mengatur stabilitas harga pangan menjadi peran negara. Akan tetapi, hanya dengan negara yang menerapkan Islam fenomena ini bisa ditanggulangi. Sebagaimana dalam Islam, negara memiliki peran untuk melayani rakyat, mengurusi segala keperluannya. Negara akan menyelesaikan dengan solusi tuntas segala permasalahan yang terjadi.
Menjelang bulan Ramadan setiap muslim akan didorong mempersiapkan diri dengan memperbaiki amal-amal dan banyak ibadah. Negara akan mempermudah urusan rakyat hingga rakyat mudah beribadah dan sukses meraih rida Allah, tanpa memusingkan masalah harga.
Adapun strategi untuk memenuhi kebutuhan pangan, negara akan menjamin tersedianya bahan pangan dengan harga yang terjangkau. Negara juga mengupayakan produksi bahan pangan secara mandiri demi kebutuhan masyarakat semata.
Selain itu, mekanisme akan terlaksana dengan baik. Segala bentuk distorsi seperti penimbunan, monopoli dan penipuan dilarang. Negara Islam menjaminnya dengan menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi semua orang yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak benar.
Oleh karena itu, hanya dengan sistem Islam secara sempurna, kesejahteraan rakyat bisa diraih. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 50:
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? (QS. Al-Maidah: 50)
Wallahualam bissawab. [SJ]