Persoalan Limbah Plastik Tak Kunjung Usai? Islam Punya Solusinya
Analisis
Minimnya penegakan hukum dan anggaran pengelolaan menunjukkan kurang seriusnya pemerintah menyelesaikan masalah sampah
Tumpukan sampah plastik adalah bukti lalainya negara dan rendahnya kesadaran masyarakat atas bahaya sampah plastik
_____________________
Penulis Kusmilah
Konstributor Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Persoalan sampah di negeri ini menjadi masalah serius yang tak kunjung usai. Bagaimana tidak, penggunan sampah setiap harinya terus bertambah seperti sampah jenis organik, non organik, sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan sebagainya. Di indonesia, sampah yang dihasilkan di tahun 2023 mencapai 12,87 juta ton sampah plastik.
Rosa Vivien Ratnawati selaku Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia. Beliau mengatakan bahwa kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 yang diperingati 21 Februari juga untuk mengenang peristiwa longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah di Jawa Barat pada tahun 2005. Tumpukan sampah tersebut menyebabkan longsor dan telah menewaskan lebih dari 140 orang yang bekerja sebagai pemulung. Dilansir Antara, Rabu (7/2/24).
Peringatan HPSN tersebut berjudul, “Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif.” HPSN 2024 diharapkan menjadikan posisi Indonesia lebih unggul dalam International Legally Binding Instrument on Plastic Pollution. HPSN juga mengonfirmasikan kesiapan Indonesia dalam melaksanakan komitmen Zero Waste Zero Emission 2050.
Ia mengatakan, judul yang diambil tersebut sesuai dengan target pengurangan sampah plastik yang ada di laut yaitu 70 persen pada tahun 2025 mendatang. Hal itu tercantum dalam Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Namun sayangnya, peringatan demi peringatan dilewati setiap tahunnya, tetapi tidak menyelesaikan masalah sampah.Tahun lalu, sekitar 30 TPA di sejumlah daerah di Indonesia terbakar. TPA sampah yang terbakar umumnya masih menggunakan cara penanganan sampah yang sederhana. Lalu, langkah apakah yang harus diambil pemerintah untuk menyelesaikan masalah sampah, termasuk sampah plastik?
Masalah Pengelolaan Sampah Plastik
Persoalan sampah bukan hanya di indonesia bahkan di seluruh dunia. Masalah limbah plastik dianggap sebagai masalah pengguna. Dalam arti, masalah penggunaan plastik merupakan tanggung jawab setelah pakai dibebankan pada pengguna. Hal ini tidak sepenuhnya salah, tetapi melupakan beberapa aspek di luar kuasa pengguna. Aspek Tersebut antara lain:
Aspek pertama regulasi. Jika kantong plastik dianggap berbahaya, pertanyaannya mengapa masih tetap diizinkan beredar di tengah masyarakat? Seharusnya, ada peraturan tegas dari pemerintah bahwa kantong plastik tidak boleh digunakan. Pemotongan dari hulu ke hilir melalui regulasi akan menyelesaikan masalah secara lebih cepat tanpa harus membuat perda masing-masing. Regulasi ini bukan beban masyarakat, melainkan tugas pemerintah.
Aspek Kedua pertimbangan ilmiah. Memang ada beberapa jenis kantong plastik, bahkan diklaim lebih ramah lingkungan. Pertanyaannya, apakah pernyaan itu benar? Ternyata tidak juga. Sebagai catatan, agar “tas belanja ramah lingkungan” bisa dikatakan lebih ramah lingkungan dari pada kantong plastik, tas belanja itu harus digunakan setidaknya 7.100 kali. Mengasumsikan seseorang belanja setiap hari dalam setahun, maka “tas ramah lingkungan” itu baru dapat dikatakan ramah lingkungan setelah dipakai selama 19,45 tahun. Jika tidak belanja setiap hari, waktunya akan jauh lebih panjang lagi.
Namun, apakah model pengganti seperti ini dapat menjadi pembenaran secara ilmiah? Lagi-lagi, ini bukan tugas pengguna untuk menilai, melainkan tanggung jawab komunitas ilmiah dan menjadi pertimbangan oleh negara sebagai pemegang kebijakan.
Aspek ketiga, pengelolaan dan pengolahan setelah pakai. Pada dasarnya, pengelolaan limbah adalah tugas negara karena limbah rumah tangga yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak tidak memungkinkan untuk dikelola sendiri secara individu maupun kelompok. Persoalannya, pengelolaan sampah oleh negara tidak baik seperti semestinya. Pemisahan limbah plastik tidak pernah dilakukan secara konsisten dan sistematis. Sosialisasi tentang pemilihan limbah tidak pernah dilakukan terhadap masyarakat. Apalagi membangun kesadaran tentang pentingnya pengelolaan limbah.
Sekurang-kurangnya tiga aspek ini bukanlah tugas masyarakat umum. Ada otoritas lebih tinggi yang seharusnya mengusahakan terlebih dahulu secara optimal. Sayangnya, fungsi tersebut tidak berjalan dengan seharusnya. Jadilah berbagai lembaga masyarakat dan kelompok yang harus bergerak secara komunal untuk berupaya menyelesaikan masalah limbah plastik.
Persoalan sampah terus terjadi, tetapi minimnya penegakan hukum dan anggaran pengelolaan menunjukkan kurang seriusnya pemerintah menyelesaikan masalah tersebut. Tumpukan sampah plastik adalah bukti lalainya negara dan rendahnya kesadaran masyarakat bahwa bahayanya sampah plastik. CEO dan founder Waste Change, Mohamad Bijaksana Junerosano mengatakan, tidak adanya panduan yang jelas menyebabkan pengelolaan sampah menjadi tumpang tindih antara pemerintah dan pihak lainnya.
Hal yang mengherankan bagi publik, ternyata Indonesia tetap mengimpor bahan baku kertas dan plastik sebanyak 3,43 juta ton per tahun. Padahal limbah sampah plastik makin menumpuk di negeri ini. Ditambah lagi, salah satu pabrik daur ulang di Indonesia juga mengimpor sampah plastik dari Amerika Serikat sebanyak 4.000 ton per bulan. Hingga, persoalan sampah negeri ini menduduki posisi terburuk kedua penghasil sampah plastik di dunia.
Walhasil, Indonesia menjadi negeri darurat sampah, sedangkan pemerintah justru tidak menindak tegas perusahaan atau pabrik yang mengimpor sampah plastik tersebut. Dalam industri daur ulang, sampah plastik bernilai jual rendah, seperti kantong kresek dan plastik kemasan, dianggap tidak bernilai hingga akhirnya tidak terkelola dengan baik.
Berbagai terobosan untuk mengatasi masalah limbah plastik tidak berhasil. Seorang jurnalis bernama Dandy Laksono berpendapat, ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi limbah sampah plastik. Pertama, di level kultural. Masyarakat setidaknya diedukasi mengurangi konsumsi plastik. Kedua, kebijakan politik. Penegakan hukum yang tegas harus dilakukan karena individu dan level kultural.
Jadi bukan hanya individu saja yang harus sadar tetapi negara juga harus sadar dan saleh. Sebaliknya, negara yang tidak menerapkan sistem yang benar sesuai yang Allah Swt. perintahkan tidak akan mampu menyelesaikan masalah limbah plastik. Oleh karena itu, limbah sampah plastik membutuhkan solusi yang menyeluruh untuk menyelesaikanya.
Solusi Islam dalam Menangani Limbah Plastik
Sistem kapitalisme tidak lagi memperhatikan kerusakan lingkungan dan memperdulikan keselamatan manusia. Hal yang utama yang menjadi perhatian para penguasa dan pejabat dalam sistem ini ialah mendapatkan keuntungan dan terpenuhi kepentingannya saat berkuasa saja. Lemahnya pengetahuan untuk menyelesaikan masalah limbah plastik terbukti dari adanya kerja sama yang dilakukan sejumlah pemerintah daerah dengan asing dalam pengelolaan sampah yang ada.
Seharusnya, masalah sampah menjadi tanggung jawab negara. Seperti, dalam Islam yang mengharuskan negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus urusan rakyatnya dengan mengedukasi bahaya plastik bagi keselamatan lingkungan dan manusia. Beberapa hal yang ditempuh dalam Islam untuk menyelesaikan sampah plastik yaitu secara holistik di antaranya:
Pertama, negara akan mengembangkan penelitian terpadu untuk menemukan teknologi terbaik, menyediakan kemasan alternatif yang ramah lingkungan maupun dalam teknologi pengelolahan sampah yang memadai.
Kedua, negara akan memberikan bantuan khusus untuk penyediaan cara alternatif plastik yang didanai oleh negara.
Ketiga, negara akan memperhatikan pendirian pabrik untuk mendaur ulang limbah sampai plastik yang diizinkan oleh negara. Limbah plastik yang tidak dapat didaur ulang akan diproses dahulu sebelum dibuang sehingga ketika dibuang tidak akan membahayakan bagi kehidupan makhluk hidup.
Keempat, negara akan membentuk tim ilmuwan untuk meneliti dan mengembangkan cara baru untuk membersihkan limbah yang tidak dapat didaur ulang untuk menghilangkan risiko dan bahaya bagi rakyatnya.
Islam melarang manusia melakukan kerusakan alam, sebab lingkungan merupakan hal terpenting untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Allah Swt. mengingatkan kita pada QS Ar-rum: 14. “Telah tampak kerusakan di laut dan di darat disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat ulah perbuatan mereka sendiri, agar mereka kembali ke jalan yang benar,”
Sistem pemerintahan Islam akan berupaya maksimal untuk menjaga kelestarian, hewan, lingkungan keselamatan jiwa manusia. Tidak rindukah kita kepada aturan yang bisa menyelesaikan masalah bagi manusia, alam semesta, dan kehidupan? Wallahualam bissawab. [Dara]