Tarif Tol Meningkat, Rakyat Makin Melarat
Opini
Kenaikan tarif tersebut jelas memberatkan rakyat. Karena, secara langsung akan berdampak pada mereka
Inilah yang terjadi jika pengelolaan jalan dikendalikan oleh swasta
__________________
Penulis Nurul Aini Najibah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemerintah kembali membuat kebijakan yang membuat rakyat kian terpuruk, yaitu naiknya tarif tol. Sebagaimana dijelaskan oleh Jasamarga Transjawa, yang bertanggung jawab atas pengelolaan jalan tol Jakarta-Cikampek. Mereka berencana untuk mengatasi masalah tersebut dalam waktu dekat.
Kenaikan itu dirasa sangat mencolok terutama pada rute Jakarta-Kalihurip menuju Bandung. Misalnya, kendaraan golongan I seperti mobil sedan, jip, pick up, atau truk kecil, serta bus yang melewati Gerbang Jakarta IC-Cikampek adalah Rp20.000 naik menjadi Rp27.000 atau sekitar 35%. Keputusan ini dianggap memberatkan karena biasanya kenaikan tidak melebihi 10%. Adapun landasan hukum yang digunakan adalah Keputusan Menteri Perumahan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor: 250/KPTS/M/2024. (cnbcindonesia.com, 4/3/2024)
Bukan kali ini saja kenaikan tarif tol terjadi, sayangnya kebijakan ini tidak disertai dengan perbaikan kualitas pelayanan. Kondisi jalan banyak yang retak, bergelombang, berlubang, dengan tambalan di berbagai tempat. Akibatnya, menyebabkan pengendara harus pintar-pintar memilih jalur yang mulus. Selain, ketidaknyamanan juga untuk menghindari kerusakan kendaraan karena goncangan.
Jika kita cermati, pada dasarnya pembangunan jalan termasuk tol tidak semata ditujukan untuk kepentingan masyarakat melainkan memuluskan transportasi para kapitalis yang berhubungan dengan mega proyek dan beragam bisnis yang mereka garap. Kenaikan tarif tersebut jelas memberatkan rakyat. Karena, secara langsung akan berdampak pada mereka. Inilah yang terjadi jika pengelolaan jalan dikendalikan oleh swasta. Semua hanya dijadikan lahan bisnis untuk mencari keuntungan. Tentu, kondisi ini adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem ekonomi kapitalis, di mana negara hanya berperan sebagai regulator semata.
Seharusnya pemerintah dapat mengalokasikan berbagai sumber keuangan yang tersedia untuk proyek-proyek infrastruktur jalan atau hal lainnya yang berasal dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, jika mereka mengelolanya secara mandiri. Sayangnya, dalam negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis, pengontrolan tersebut berada di tangan para investor. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menolak selain memberi izin dan fasilitas kemudahan untuk pemodal. Sedangkan rakyat, selalu menjadi objek keserakahan dan korban pemalakan karena secara otomatis harus membayar pungutan pajak dan tanggungan utang luar negeri.
Pembangunan infrastruktur seharusnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan menambah beban. Prioritas juga harus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat serta mempermudah aktivitas mereka. Peran pemerintah tidak hanya sebatas sebagai penghubung dalam menyediakan berbagai fasilitas, tetapi bertanggung jawab untuk mencapai kebahagiaan seluruh rakyat. Persoalan ini tidak boleh difokuskan pada keuntungan para kapital semata, melainkan harus mengutamakan kemaslahatan maksimal bagi seluruh umat.
Oleh karena itu, ketika tatanan kehidupan diatur oleh aturan kapitalisme, fenomena politik oligarki akan semakin menonjol. Sebaliknya, penderitaan rakyat akan terus berlanjut. Satu-satunya solusi untuk mengakhiri derita ini adalah menghentikan penerapan sistem ini dan menggantinya dengan syariat Islam.
Dalam Islam, urgensi pembangunan jalan adalah demi kemaslahatan. Baik untuk manusia atau makhluk hidup lain yang melintasi jalan tersebut. Seperti, kisah Khalifah Umar bin Khattab, beliau sangat sedih ketika mendengar dari ajudannya bahwa ada seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang. Melihat kesedihan khalifahnya, ia bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?” Dengan wajah serius dan menahan marah Umar berkata: “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah kau lakukan ketika memimpin rakyatmu?” Ia berkata lagi, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’
Dengan demikian, Islam menjadikan negara sebagai raa’in yang akan mengurus dan memenuhi kebutuhan umat, termasuk adanya jalan tol. Rasulullah saw. bersabda : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)
Negara bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas jalan secara optimal dengan material yang berkualitas. Penguasa berhak memilih dan memilah mana pembangunan yang urgen dan tidak, dengan pembiayaan yang diambil dari baitulmal. Dengan sistem ekonomi Islam, sumber dana yang cukup, semua akan dioperasikan dengan harga yang murah bahkan gratis.
Demikianlah, negara memiliki sumber keuangan yang cukup besar untuk pembiayaan pembangunan yang terbagi dalam 3 pos, yaitu: Pertama, sumber keuangan negara seperti ghanimah, kharaj, ushr dan fa'i diperuntukkan ur dan gaji pegawai. Kedua, zakat untuk 8 asnaf. Ketiga, pengelolaan SDA digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Untuk itu, negara memiliki peran penting dalam merumuskan kebijakan dan melindungi kepentingan seluruh umat. Maka, langkah yang harus diambil adalah menggantikan sistem kapitalisme dengan penerapan syariat Islam. Sehingga, pembangunan infrastruktur bisa memberikan manfaat langsung kepada masyarakat tanpa campur tangan dari luar negeri. Alhasil, hal ini akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seluruh umat. Dengan demikian, semua permasalahan akan terselesaikan bila terwujudnya syariat Islam dalam kehidupan. Wallahualam bissawab. [Dara]