Tunjangan Tidak Merata, Nasib Pegawai Kian Merana
Opini
Pembagian tunjangan harus dilakukan dengan adil dan merata
Bukan malah yang gajinya kecil tunjangan kian sirna sedangkan yang gajinya berlimpah tunjangan makin ditambah
_________________
Penulis Tutik Haryanti
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tunjangan Hari Raya (THR) sangat dinantikan masyarakat, khususnya para pegawai. THR memberikan angin segar dalam menyambut lebaran yang penuh sukacita bersama sanak keluarga. Nantinya, THR ini dapat dibelanjakan berbagai kebutuhan untuk lebaran, seperti makanan, pakaian juga ongkos untuk mudik.
Namun sayangnya, pemerintah telah memastikan bagi tenaga honorer dan perangkat desa tidak mendapatkan THR dan gaji ke-13. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers tentang pemberian THR dan gaji ke-13 yang dihadiri oleh tiga menteri. Melalui PP (Peraturan Pemerintah) No.14 Tahun 2024, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan bahwa THR dan gaji ke-13 bagi seluruh pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) akan diserahkan 100% pada tahun ini.
Sedangkan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menjelaskan, tidak ada anggaran THR untuk perangkat desa termasuk kepala desa. Karena, mereka tidak termasuk pegawai ASN. Begitupun yang disampaikan oleh Menpan RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), Aswar Anas menjelaskan, tenaga honorer tidak mendapatkan THR dan gaji ke-13, kecuali yang sudah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (Antaranews, 15,03,2024)
Melihat keputusan tersebut, miris rasanya. Pasalnya, tunjangan ini sangat diharapkan bagi para tenaga honorer juga perangkat desa. Guna membantu terpenuhinya kebutuhan sehari-hari dan saat lebaran tiba. Mengingat saat ini, harga kebutuhan pangan sedang melambung tinggi, yang diikuti kenaikan harga kebutuhan lainnya.
Mengapa pembagian THR harus dibedakan, bukankah semua pegawai negara berhak untuk mendapatkannya? Bagaimana cara Islam memandang dalam pembagian tunjangan di tengah masyarakat?
Harusnya Adil dan Merata
Bagi tenaga honorer dan perangkat desa, selayaknya mereka berhak mendapatkan tunjangan, sebagaimana halnya ASN dan para pejabat negara. Sebab, mereka sama-sama bekerja sebagai abdi negara, sebagai pelayan masyarakat. Negara wajib memperhatikan para pekerja, tidak boleh tebang pilih seperti saat ini. Tunjangan ini sudah dinantikan beberapa bulan lamanya, sama halnya gaji ke-13 bagi mereka.
Para tenaga honorer dan perangkat desa mendapatkan gaji yang kecil, bila dibandingkan dengan ASN dan pejabat negara. Untuk itu, harusnya mereka lebih mendapat perhatian dari negara, dalam pemberian tunjangan. Pembagian tunjangan harus dilakukan dengan adil dan merata. Bukan malah yang gajinya kecil tunjangan kian sirna sedangkan yang gajinya berlimpah tunjangan makin ditambah.
Buruknya Kapitalisme
Pemberian tunjangan dengan cara tebang pilih ini, tak lain dari hasil penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Negara akan mengambil anggaran APBN untuk pembagian tunjangan bagi pegawai. Sedangkan kondisi APBN sangat devisit, karena sudah dipergunakan untuk anggaran lain, seperti pembangunan infrastruktur, PSN, subsidi motor listrik, biaya impor dan lainnya.
Padahal, APBN sendiri lebih banyak diperoleh dari pungutan pajak yang harus dibayar oleh rakyat. Kendati demikian, faktanya penggunaannya justru diperuntukkan para pemangku negara dengan berbagai kepentingan. Bukan untuk menyejahterakan rakyatnya.
Sistem ini telah membedakan dan tampak nyata tebang pilih. Negara lebih mengutamakan para pejabat tinggi negara yang lebih banyak memberikan manfaat, daripada rakyat kecil atau pegawai kecil yang tak terlihat manfaatnya. Dianggapnya rakyat kecil atau pegawai honorer hanya menjadi beban negara. Maka jelas, sistem ini tidak berpihak kepada rakyat. Wajar bila hidup rakyat kecil (pegawai honorer dan perangkat desa) jauh dari kata sejahtera, tetapi mereka malah makin sengsara. Keadilan di sistem kapitalis hanya sebuah mimpi belaka.
Tunjangan dalam Islam
Islam hadir sebagai agama yang sempurna dalam mengatur seluruh aspek kehidupan bukan hanya perkara ibadah saja. Termasuk di dalamnya, mengatur urusan pemberian tunjangan kepada para pegawai negara. Islam memiliki sumber pemasukan yang sangat banyak, untuk keperluan anggaran negara. Dari hasil sumber daya alam, laut seperti migas, tambang, perikanan. Kemudian hasil darat, dari infrastruktur transportasi, jalan tol, pariwisata, kehutanan dan lain sebagainya.
Oleh karenanya, bagi negara sangat mudah untuk memberikan tunjangan tanpa harus membedakan tingkat jabatannya. Baik mereka sebagai pejabat tinggi negara maupun sekadar pegawai biasa. Negara akan memberikan tunjangan sesuai dengan kadar pekerjaannya. Al-Qur'an menegaskan bahwa harta dan kekayaan harus didistribusikan secara adil dan merata, tidak boleh berhenti atau berputar di kalangan elite saja. (QS Al-Hasyr: 7)
Bahkan, negara bukan saja memperhatikan tunjangan bagi pegawai negara saja, tetapi bagi seluruh rakyatnya. Baik yang kaya maupun miskin, baik muslim atau nonmuslim. Mereka akan mendapatkan pelayanan yang sama, dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dari mulai kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lainnya.
Islam mengajarkan kepada kaum muslimin untuk tidak menggantungkan rezekinya kepada manusia. Allah Swt. berfirman dalam QS. Ali Imran: 37: "Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada yang dikehendaki-Nya."
Jadi, para pegawai dan seluruh rakyat tidak perlu kawatir menjelang lebaran. Apalagi ini adalah hari rayanya kaum muslimin. Maka, rakyat tidak boleh bersedih hati, karena tidak mendapatkan THR. Semua rakyat harus bergembira menyambut hari raya. Allah memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Negara akan menjamin kesejahteraan bukan hanya di saat momen lebaran, tetapi dalam kehidupan keseharian akan selalu diperhatikan.
Dengan demikian, saatnya kita tinggalkan sistem kapitalisme yang menyengsarakan. Beralih ke negara yang menerapkan sistem Islam dibawah naungan sistem pemerintahan Islam yang membawa kemaslahatan bagi seluruh rakyat. Wallahualam bissawab. [Dara]