Generasi Rusak, Dampak Diterapkannya Sistem Sekuler
Opini
Rusaknya generasi ini disebabkan penerapan sistem sekuler oleh negara
Artinya, negara menjamin semua warganya memiliki hak kebebasan asal tidak merugikan orang lain
______________________________
Penulis Ummu Bagja Mekalhaq
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sistem sekuler artinya memisahkan agama dari kehidupan. Oleh karena itu banyak umat muslim yang rusak moralitasnya, minim ilmu agamanya, hidupnya serba boleh/permisif. Sehingga banyak muslim yang hidup tanpa tujuan yang jelas.
Akhirnya banyak muslim termasuk Gen Z yang menjalani hidup bebas/sekuler, tidak mau diatur dengan aturan Islam. Akibatnya, generasi saat ini, gemar bermaksiat seperti pacaran seolah lumrah, meskipun di bulan Ramadan tetap bermaksiat, naudzubillaah.
Perlu diketahui rusaknya generasi ini disebabkan penerapan sistem sekuler oleh negara. Artinya, negara menjamin semua warganya memiliki hak kebebasan asal tidak merugikan orang lain. Oleh karena itu, ketika kita melihat maraknya pelaku maksiat, maraknya pacaran, zina, selingkuh, mabuk, dan lainnya, kita tidak punya kuasa melarang dan menghentikan mereka, betul?
Pada akhirnya gelombang maksiat terjadi di mana-mana. Contoh kasus yang terjadi di Lampung Utara, seorang remaja berusia 15 tahun dalam kondisi mengenaskan disiksa oleh 10 orang laki-laki dengan tidak berperikemanusiaan, serta banyak contoh lainnya.
Kondisi ini pun diperparah lagi oleh pemerintah yang menghukum pelaku kriminalitas tidak adil, berlaku hukum karet standar ganda. Ketika pelakunya pelajar disebut di bawah umur dan proses hukumnya ringan, tidak menimbulkan efek jera. Maka kriminalitas makin tinggi dan meningkat.
Padahal seharusnya pemuda hari ini pemimpin masa depan. Untuk itu perlunya mengembalikan ghirah pemuda kepada Islam kafah dengan cara sebagai berikut:
Pertama, menyadarkan pemuda secara individu memiliki keimanan tertinggi dengan cara pemuda tersebut harus mau ditasqif/dibina dengan akidah Islam agar memiliki keimanan yang kuat.
Kedua, setelah dibina harus mau berinteraksi dengan umat, yakni menyampaikan kembali hasil tasqif tersebut kepada masyarakat, mengajak masyarakat kembali kepada aturan Islam, bukan yang lain.
Ketiga, thalabunusrah minta dukungan kepada yang memiliki kekuasaan untuk bersama menerapkan aturan Islam kafah, sesuai Al-Qur'an dan Sunnah.
Keempat, elemen inilah yang harus ditempuh agar generasi kuat menjadi garda terdepan dalam mewujudkan Indonesia emas 2045.
Apalagi hal ini didukung oleh penguasa, karena satu-satunya yang sangat berpengaruh untuk mengubah sistem adalah sang pemilik kekuasaan/pemimpin/presiden dan jajarannya.
Ramadan Saat yang Tepat untuk Perubahan Hakiki
Ramadan bulan mulia, bulan penuh berkah, penuh rahmat dan ampunan. Di bulan Ramadan pula diturunkannya Al-Qur'an sebagai petunjuk, pedoman hidup bagi seluruh manusia yang beriman.
Dzalikalkitaabu laaraiba fiih huddan lilmuttaqiin
Artinya: "Kitab/Al-Qur'an ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 2)
Namun sayang, banyak umat Islam yang tidak menjadikan Al-Qur'an sebagai aturan hidup, petunjuk hidup, dikarenakan akidah Islam yang diyakininya tidak kuat. Imannya rapuh, gersang, bisa jadi hilang, terkalahkan oleh nafsu buruk yang lahir dari sistem sekuler.
Ditambah lagi, kurangnya ilmu agama dalam generasi. Kurangnya didikan keluarga, kurangnya kontrol masyarakat terdekat, tetangga sekitarnya. Sehingga menyebabkan para pemuda hidup permisif, hidup serba boleh tanpa aturan Islam.
Padahal, di bulan Ramadan yang seharusnya wajib puasa, tetapi banyak remaja muslim merokok di sembarang tempat, tidak merasa berdosa, naudzubillaah.
Pagi ini, serasa malu, saya menyaksikan sendiri, mendapati tiga orang pria remaja dan dewasa, kumpul duduk santai pukul 07.00 WIB sambil merokok. Ku hampiri mereka meski rasa takut itu ada, manusiawilah. Tetapi demi melaksanakan nahi mungkar, insyaallah siap dengan risiko yang terjadi saat itu.
Kuberanikan menyapa mwereka saat rokok tepat diisapnya, berdialoglah aku dan mereka.
Aku: Waduh, weyyy naon eta? (bahasa sunda)
"Waduh, apa itu?"
Mereka: Aaaa, calangap
(bahasa sunda) kaget, muka penuh malu
Aku: Difoto ku ibu, nyak! (Dikamera sama ibu, ya)
"Awas, tong didieu!" (Awas jangan di sini!). Aku mengusir mereka.
Mereka pun bubar, muhun sambil nunduk dan berkata, "Muhun ibu." (Iya ibu)
Alhamdulillaah, mereka masih nurut, masih ada rasa takut, coba kalau beringas, pasti bahaya menimpa.
Artinya betapa kurangnya rasa empati perhatian dan didikan keluarga, masyarakat, kerabat dan lingkungan terdekat untuk saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran. Padahal perkara saling nasihat diperintahkan dalam Al-Qur'anulkarim.
"Saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. (TQS. Al-Ashr: 3).
Namun saat ini perkara amar makruf nahi mungkar tidak dipraktikkan hanya di masjid dalam kegiatan pengajian saja. Tidak secara umum di mana pun, kapan pun, seperti yang Rasulullah saw. contohkan.
Tradisi amar makruf nahi mungkar terhalang oleh paham kebebasan, terkalahkan oleh paham sekularisme, di mana memisahkan agama dari kehidupan sudah tertancap kuat. Saat paham sekularisme ini dikenal oleh umat Islam, maka jadilah umat Islam hidup dalam ketidakpastian, artinya agamanya masih Islam, namun jauh dari ajaran Islam.
Jika kondisinya sudah seperti ini, maka tugas kita semua untuk memahamkan kembali ajaran Islam kafah, sebagai akidah yang harus diyakini dengan cara mentasqif/membina umat dimulai dengan penguatan akidah Islam.
Akidah, keyakinan adanya Allah sebagai Pencipta manusia, alam dan kehidupan dan Allah sebagai Al-Mudabbir/Pengatur manusia, alam dan kehidupan dengan memberi aturan hidup Al-Qur'an dan Sunnah.
Yang lebih penting dari aturan hidup/Al-Qur'an ini yakni harus ada seorang penguasa muslim tunggal/khalifah yang mampu menerapkan hukum Allah/Al-Qur'an.
Karena jika bukan penguasa yang menerapkannya, niscaya umat Islam diliputi kegelapan. Tidak paham dengan agamanya sendiri. Agama sekadar tulisan di KTP saja, nihil dari penerapan terhadap diri sendiri, masyarakat dan lebih luas nihil dari penerapan oleh negara.
Terakhir, bulan Ramadan seharusnya menjadi penguat iman perubahan kebangkitan dan peradaban Islam. Namun karena akidah yang diemban negara, adalah aturan demokrasi sekuler, akhirnya merusak umat Islam itu sendiri. Baik secara individu, masyarakat bahkan negara berlomba maksiat. Termasuk maraknya maksiat di bulan Ramadan saat ini.
Pandangan Islam Terkait Sekularisme
Sekularisme paham kebebasan yang memisahkan agama dari kehidupan tidak boleh dijadikan aturan hidup umat Islam. Jika diambil, maka rusaklah umat Islam. Sekularisme sangat bertentangan dengan akidah Islam.
Umat Islam adalah umat terbaik, hendaknya kembali kepada ajaran Islam kafah, sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. Buang jauh aturan sekularisme. Jika kembali kepada Islam kafah, maka otomatis semua amal akan sesuai dengan syariat Islam.
Jika Al-Qur'an sudah dijadikan pedoman hidup dan Sunnah Rasulullah saw. dijadikan contoh teladan, 100% diyakini kebenarannya, otomatis maraknya maksiat di bulan Ramadan bisa ditekan. Apalagi negara yang berkuasa menegakkannya. Wallahualam bissawab. [SJ]