Mengapa Narkoba Marak di Bulan Puasa?
Analisis
Ditambah dengan penegakan hukum yang tidak memberikan efek jera
Terlebih hukum dapat diperjualbelikan, bahkan oknumnya banyak yang terbukti terlibat
__________________
Penulis Nur Fitriyah Asri
Kontributor Media Kuntum Cahaya, Penulis Ideologis Bela Islam Akademi Menulis Kreatif
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Di bulan suci Ramadan, semua umat Islam menyambut gembira seruan Allah untuk menunaikan kewajiban puasa agar bertakwa, yaitu melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Sebagaimana firman-Nya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (QS. Al-Baqarah [2]: 187). Sayang sekali, banyak umat Islam yang mengabaikan seruan tersebut, bahkan perbuatannya justru melanggar syariat Islam.
Diwartakan oleh radarjemberjawapos.com, (15/3/2024), mengerikan! Polres Jember berhasil mengamankan sebanyak 35 tersangka dari 32 kasus penyalahgunaan narkotika, minuman keras (miras), dan obat keras berbahaya (okerbaya). Pihaknya berhasil mengamankan 1 kg sabu-sabu, 2 kg ganja, 82 ribu butir okerbaya, dan 45 botol miras. Sedangkan 12 kg ganja ditangani Polda Jawa Timur. Juga alat bukti lainnya seperti, handphone, alat timbangan dan pipet kaca.
Kapolres Jember AKBP Bayu Pratama Gubunagi, mengungkap ada tiga kasus menonjol selama 2024, yaitu jaringan sabu-sabu Malang-Jember hingga ganja dari Aceh. Meski, di bulan suci narkoba masih berpotensi beredar. Pada Januari 2024, ada 23 kasus dengan 33 tersangka. Pada Februari ada 32 kasus dengan 35 tersangka. Jadi, total 55 kasus dengan 68 tersangka. Oleh karena itu, kami melakukan beragam upaya pencegahan dengan pre-emptif, preventif, dan represif. Artinya, kami tidak menindak penggunanya tetapi pengedar dan bandarnya. Sehingga Kabupaten Jember bisa bebas dari narkoba, ungkapnya.
Benarkah Jember akan terbebas narkoba? Mustahil, faktanya Jember bukan kota pesantren lagi, tetapi menjadi Kota JFC (Jember Fashion Carnaval), artinya Jember berubah menjadi kota liberal. Apalagi dibuktikan dengan adanya jaringan sabu-sabu Jember-Malang-Aceh. Bisa jadi terhubung dengan jaringan skala nasional atau internasional.
Sindikat Jaringan Narkoba Menggurita
Masih segar dalam ingatan kita tentang sindikat jaringan narkoba yang dihukum mati bernama Freddi Budiman. Bukannya menjadikan jera yang lainnya, tetapi muncul Fredy Pratama yang kini masih buron. Bahkan, Fredy sebagai pengendali transaksi bisnis narkoba dalam dan luar negeri. Dalam kurun waktu tiga tahun (2020-2023), ada 884 tersangka yang terafilisasi sindikat narkoba Fredy Pratama. Fantastis! Barang bukti yang disita 10,2 ton sabu-sabu dengan aset yang disita total Rp10,5 triliun. Bisa jadi jaringan Fredy telah menyebar ke desa dan kota seantero Indonesia termasuk jaringan di Malang-Jember-Aceh.
Benny Marmoto membeberkan pengalamannya ketika menjabat sebagai Direktur dan Depuri Bidang Pemberantasan Narkotika di Badan Narkotika Nasional (BNN). Beliau menyebut Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan tempat pengendali narkoba. Setiap BNN menangkap kurir narkoba jaringan internasional pasti terhubung dengan napi yang ada di dalam Lapas. Ironisnya, ada yang bekerja sama dengan oknum petugas Lapas dan itu sudah berlangsung lama. Meski berbagai strategi sudah dibuat, tetapi praktik pengendalian narkoba di Lapas tetap saja terjadi dan sulit diatasi hingga menjadi hal biasa. (kompas.com, 6/10/2023)
Akibat Kapitalisme Sekuler
Maraknya kemaksiatan di bulan Ramadan termasuk narkoba merupakan cermin betapa rusaknya kondisi umat Islam saat ini. Hal tersebut akibat dari sistem sekularisme yang diterapkan oleh negara ini, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak boleh mengatur urusan publik termasuk sistem pendidikan. Dalam kurikulum pendidikan materi agama hanya diberikan dua jam pelajaran per pekannya. Wajar, jika generasi banyak yang tidak mengenal agamanya, tidak paham haram dan halal. Miris, akibat pendidikan sekuler anak didik akidahnya lemah sehingga mudah ikut-ikutan dan mengekor budaya Barat yang begitu derasnya masuk melalui media sosial tanpa filter.
Di sisi lain liberalisme (kebebasan) merupakan ciri khas sistem demokrasi kapitalis yang mendorong seseorang merasa bebas melakukan apa saja demi meraih kebahagiaan semu. Bagi mereka, kebahagian diukur oleh banyaknya materi sehingga bisa hidup hedonis dan dapat berperilaku konsumtif artinya semua keinginannya dapat terpenuhi. Mereka menganggap menjadi pengguna, pengedar, produsen narkoba (bandar) adalah sebuah solusi untuk mendapat ketenangan dan meraih cuan dengan cara mudah juga cepat. Sebab, narkoba merupakan bisnis yang menggiurkan dan Indonesia menjadi target utama pasar bisnis narkoba bagaikan surga bagi para bandar.
Apalagi dengan kondisi saat ini, kesempitan ekonomi tengah melanda. Sulitnya mencari pekerjaan, banyaknya PHK, semua bahan pangan naik, orang dibuat pusing tujuh keliling, bagaimana caranya agar bisa mencukupi kebutuhan hidup? Narkoba jawabannya. Mengapa? Karena narkoba salah satu obat penenang bagi yang lemah iman. Karena itu, narkoba disalahgunakan oleh orang-orang yang mengalami stres dan depresi, serta gaya hidup. Tidak heran jika setiap tahunnya banyak bermunculan pecandu dan pengedar narkoba dari berbagai kalangan, yakni pelajar, ibu rumah tangga, artis, hingga aparatur negara.
Ditambah dengan penegakan hukum yang tidak memberikan efek jera. Terlebih hukum dapat diperjualbelikan, bahkan oknumnya banyak yang terbukti terlibat. Memang benar diberlakukan hukum mati bagi bandar. Namun, keseriusan pemerintah dalam mencegah perdagangan narkoba antarnegara terlihat kurang serius. Banyaknya kasus penyelundupan narkoba menggunakan pelabuhan yang dinilai kurang penjagaan dan pengawasan. Lebih-lebih Lapas digunakan sebagai tempat pengendali transaksi bisnis narkoba. Lantas, bagaimana sindikat narkoba bisa diberantas?
Islam Solusi Tuntas
Wajar jika negara demokrasi sekuler menghasilkan generasi yang imannya lemah. Akibat kemaksiatan merajalela meski di bulan puasa. Sebab, agama hanya dimaknai sebatas ibadah mahdah (ritual) saja. Ironisnya, banyak yang mengabaikan. Padahal Islam adalah agama sempurna yang mengatur semua aspek kehidupan termasuk bagaimana cara memberantas narkoba.
Dengan akidah Islam sebagai asas negara akan mendorong terwujudnya ketakwaan pada masing-masing individu. Karena, merasa diawasi dan meyakini semua perbuatannya kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban Allah. Dengan ketaatan inilah individu akan meninggalkan semua larangan Allah, termasuk narkoba.
Untuk mewujudkan ketakwaan individu tersebut dibutuhkan peran penting dari keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga adalah tempat pendidikan utama dan pertama di mana anak harus mendapatkan edukasi fundamental tentang akidah, ibadah, akhlak, dan syariat Islam.
Sementara, sistem pendidikan harus berbasis akidah Islam. Bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikapnya berdasarkan Islam. Dengan dibekali tsaqafah Islam dan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi), maka akan lahir generasi yang siap mengarungi kehidupan.
Sedangkan negara memiliki kewajiban untuk menyediakan lapangan kerja bagi warganya. Selain itu, negara menyediakan kebutuhan pokok, seperti pangan, sandang, papan agar mudah didapat tentu dengan harga yang murah. Adapun kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan tidak dipungut biaya alias gratis. Hal ini diperoleh dari salah satu sumber pemasukan Baitulmal (APBN), yaitu hasil pengelolaan kepemilikan umum, seperti tambang, gas, minyak, emas, hasil hutan, laut, dan lain - lain yang hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Bukan diprivatisasi atau diserahkan kepada asing dan swasta seperti yang terjadi saat ini. Dengan begitu kebutuhan hidup rakyat tercukupi. Sebab, salah satu faktor terjadinya kejahatan narkoba dipicu oleh faktor ekonomi.
Adapun masyarakat dalam sistem Islam berperan penting dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Ketika ada indikasi perbuatan individu melanggar hukum syarak wajib menasihati atau mengingatkan. Jika dirasa tetap tidak berubah wajib mengadukan dan melaporkan ke pihak yang berwenang.
Oleh karenanya, negara harus memiliki perangkat keamanan yang memadai yang disebut syurthah (kepolisian). Senantiasa siap berpatroli dan menjaga keamanan di tengah masyarakat. Hingga jaringan narkoba dapat diberantas. Sebab, narkoba secara nash hukumnya haram. Dari Ummu Salamah dengan sanad sahih bahwa, "Rasulullah saw. telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan (muskir) dan melemahkan (mufattir)." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Di samping narkoba haram berdasarkan nash, juga haram karena kaidah figih, "Al ashlu fi al madhaar at tahrim artinya hukum asal benda yang berbahaya (mudharat) adalah haram." (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakshiyah Al Islamiyah, 3/457). Alhasil syarak mengharamkan terjadinya bahaya, sedangkan narkoba telah terbukti menimbulkan bahaya bagi penggunanya pun juga kepada orang lain.
Oleh sebab itu, bagi penyalahguna narkoba diberikan sanksi ta'zir. Jenis sanksi dan kadarnya ditentukan oleh qadhi (hakim). Adapun jenis sanksinya berbeda-beda tergantung dari tingkat kesalahannya, misalnya dipenjara, dicambuk, hingga hukuman mati. Demikian, mekanisme pemberantasan narkoba dalam sistem Islam. Hanya saja pemberantasan narkoba bisa tuntas, jika syariat Islam diterapkan secara kafah. Wallahualam bissawab. [Dara]