Mewujudkan Ketakwaan Individu Muslim
Opini
Ternyata ini semua terjadi karena upaya membangun ketakwaan masih berlangsung secara individual
Padahal membangun ketakwaan merupakan kerja kolektif seluruh masyarakat muslim terutama negara
_________________________
Penulis Risa Fitriyanti, S
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ramadan telah usai dan umat Islam bersuka cita menyambut kemenangan.
Kemenangan setelah ramadan harusnya menjadikan seorang mukmin bertakwa kepada Allah sebagaimana tujuan puasa dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183,
"Wahai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Wujud ketakwaan kepada Allah Swt. adalah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara.
Imam Ali ra mendefinisikan takwa "Al-khauf minal jalil wal'amal bit-tanzil, wal qana'ah bil qolil, walisti'dad liyaumir rohil (perasaan takut kepada Allah Swt., ketaatan untuk melaksanakan hukum-Nya, perasaan cukup dan puas atas rezeki-Nya, meski sedikit serta persiapan menghadapi kematian/akhirat).
Meski demikian seorang mukmin yang bertakwa bukanlah sosok seorang malaikat yang tak pernah salah karena tidak memiliki nafsu atau para nabi yang memiliki sifat maksum. Namun figur mukmin yang bertakwa dapat dilihat pada pribadi para sahabat yang merupakan hasil didikan langsung Rasulullah saw.. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa memenuhi panggilan Allah Swt. baik dalam keadaan lapang ataupun sulit, baik dalam hal yang mereka sukai ataupun yang mereka enggan melaksanakannya. Sebagai contoh para sahabiyyah ketika kewajiban khimar (kerudung) turun, mereka segera mengenakan saat itu juga meski merobek kain-kain seprei mereka.
Mereka juga adalah pribadi-pribadi yang selalu siap berkorban, baik berupa harta, tenaga, pikiran, waktu bahkan jiwa dan raganya dalam rangka mewujudkan ketaatan. Itulah contoh pribadi-pribadi mukmin yang berhasil mencapai hikmah puasa.
Pertanyaannya mengapa hari ini kita belum bisa seperti mereka? Kaum muslim lebih suka berleha-leha melaksanakan perintah Allah Swt.. Bahkan pelaksanaannya pun tak lebih dari sekedar rutinitas harian, puasa sebagai rutinitas tahunan, dan seterusnya. Mirisnya apabila Ramadan telah usai, kondisi keimanan kembali seperti semula. Bahkan yang lebih memprihatinkan kini tak dapat dibedakan lagi bulan Ramadan dengan bulan-bulan lainnya. Kemungkaran masih terjadi seolah Ramadan tidak memberi bekas apa-apa.
Salatnya sama-sama lima waktu, puasanya juga sama yakni sebulan penuh selama Ramadan. Begitupun Al-Qur'an juga sama-sama tiga puluh juz. Lalu apa yang salah?
Ternyata ini semua terjadi karena upaya membangun ketakwaan masih berlangsung secara individual. Padahal membangun ketakwaan merupakan kerja kolektif seluruh masyarakat muslim terutama negara. Sebab untuk mewujudkannya di tengah manusia, tak mungkin bisa tanpa pelaksanaan hukum Islam secara menyeluruh dan juga hadirnya negara yang menerapkan syariat merupakan pilar dasar pelaksanaan Islam itu sendiri.
Negara Islam memiliki cara efektif agar ketakwaan individu benar-benar terwujud sekaligus agar Ramadan benar-benar berpengaruh.
1. Terus melakukan pembinaan kepada masyarakat. Baik dalam bentuk pendidikan formal atau kajian-kajian dan ceramah umum. Semua itu diwujudkan dalam rangka menanamkan akidah dalam kepribadian Islam pada diri mereka. Dengan akidah yang kuat, seseorang akan senantiasa menjaga tingkah lakunya.
2. Membentuk lingkungan yang kondusif untuk mewujudkan ketaatan kepada Allah Swt. Hal ini dilakukan dengan cara mendorong seluruh masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar. Sebab seberapa pun keimanan seseorang, ia kemungkinan besar tetap akan terpengaruh oleh lingkungan nya. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah saw..
"Seseorang itu tergantung pada agama temannya, maka hendaklah kalian memperhatikan siapa yang akan kalian jadikan teman."
(HR. Abu Dawud dan at Tirmidzi)
Oleh karena itu dalam Islam, negara juga bertugas untuk menjadikan masyarakat muslim menjadi masyarakat yang baik. Masyarakat juga dididik agar mampu menjadi pengontrol perilaku setiap individunya.
3. Penerapan hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk pemberlakuan sistem persanksian bagi pelaku pelanggaran. Penerapan Islam dengan benar akan mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Sebab hukum-hukum Islam tersebut pada dasarnya diturunkan bukan hanya sekedar taklif (beban hukum) bagi manusia namun juga solusi atas setiap problematika kehidupan yang dihadapinya.
Keadilan, kesejahteraan, kedamaian akibat penerapan Islam itu akan semakin mendorong seseorang untuk terikat pada hukum syariat. Penerapan sistem persanksian tetap wajib dilakukan. Dialah yang menjadi benteng terakhir bagi orang yang nekat melanggar hukum. Misal bagi seorang muslim yang tidak melaksanakan puasa tanpa ada uzur syar'i, maka negara akan bertindak tegas dan akan memberlakukan hukum ta'zir bagi si pelaku.
Demikianlah negara menjamin terwujudnya ketaatan tadi pada hukum syariat lainnya.
4. Meningkatkan aktivitas penyebaran Islam keseluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Puasa bukan alasan untuk bermalas malasan, justru puasa adalah latihan dalam persiapan bagi kaum muslimin agar mampu melaksanakan kewajiban terberat seperti jihad fisabilillah.
Inilah di antara cara negara Islam dalam mewujudkan ketakwaan seorang muslim kepada Allah Swt.. Hanya dengan cara-cara inilah, pelaksanaan bulan ramadan dapat memberikan bekas pada umat Islam. Wallahualam bissawab. [GSM]