Tajir Melintir Ternyata Vampir
Surat Pembaca
Inilah potret hukum di negeri kapitalis. Di mana uang yang paling berkuasa. Hukum bisa dibeli
Tak heran makin hari, kasus korupsi tumbuh subur di negeri ini
______________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Vampir adalah tokoh fiksi rekaan manusia, keberadaannya tidak ada di dunia nyata. Namun, penyakit dan karakternya ada pada diri manusia. Vampir meminum darah, manusia haus kekuasaan.
Ketika ada mangsa, taring memanjang untuk mempermudah melubangi kulit korban. Tetapi manusia, jika ada kesempatan mulutnya memanjang untuk mempermudah aksi tipu daya. Konon katanya vampir tidak memiliki jiwa, sebab ketika bercermin penampakannya tidak ada.
Manusia dengan wajahnya yang tampan menawan, serta cantik rupawan, gagah penuh wibawa, tidak hanya cermin, seseorang pun bisa iri ketika melihatnya. Namun sayang orang tersebut tidak memiliki jiwa. Setelah diketahui, ketajiran yang melintir itu ternyata dia vampir yang suka mengisap uang negara dengan rakus demi sebuah kepentingannya.
Dilansir media online bahwa, Kejaksaan Agung membeberkan kerugian negara yang disebabkan oleh dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) tahun 2015 sampai dengan 2022.
Kasus tersebut saat ini menjadi sorotan publik setelah sejumlah nama beken ikut menjadi tersangka dan ditahan Kejagung, termasuk di antaranya crazy rich PIK Helena Lim dan suami dari pesohor RI Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Disebutkan bahwa kerugian ekologis, ekonomi dan pemulihan lingkungan dari korupsi tersebut dari hasil perhitungan ahli lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo mencapai Rp271 triliun. Perhitungan ini sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014. (CNBCIndonesia.com, 30/3/2024)
Kasus korupsi bagaikan cemilan sehari-hari, berita di TV seperti sarapan di pagi hari. Bukannya berkurang malah menjadi-jadi. Inilah para pejabat, dan pengusaha yang lahir dari sistem kapitalisme yang cacat sejak lahir.
Sanksi bagi para koruptor pun sangat ringan. Denda yang tidak sebanding dan masa tahanan beberapa tahun, jelas tidak membuat efek jera.
Sel yang mereka tempati pun terbilang nyaman dan dilengkapi sejumlah fasilitas sesuai pesanan. Bahkan ketika jenuh, mereka bisa staycation ke mana pun sekehendak mereka.
Inilah potret hukum di negeri kapitalis. Di mana uang yang paling berkuasa. Hukum bisa dibeli. Tak heran makin hari, kasus korupsi tumbuh subur di negeri ini. Dengan bangga pamer harta hasil korupsi, seolah-olah urat malu telah putus dari badannya.
Seorang koruptor, menurut ajaran Islam hanya bisa dengan sanksi yang diberikan dalam bentuk dipublikasikan, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.
Dengan begitu para pelaku korupsi/suap/kecurangan akan dibuat jera dan mencegah yang lain untuk melakukan hal serupa.
Sudah jelas hanya dalam sistem Islamlah aktivitas korupsi bisa diberantas. Negeri ini akan bebas dari korupsi, setidaknya bisa meminimalisir kasus korupsi.
Sudah saatnya, berganti sistem rusak dan merusak ini dari demokrasi kapitalis, menjadi sistem Islam yang akan menerapkan hukum sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah. InsyaAllah negeri ini berkah di dunia dan akhirat. Korupsi yang menggurita tak akan pernah ada dalam sistem Islam. InsyaaAllah. Wallahualam bissawab. [SJ]
Tati Ristianti
Aktivis Dakwah