Dalam Sistem Kapitalis, Ilusi Guru Mengaji Sejahtera
Analisis
Sejatinya, guru mengaji jangan dijadikan tumbal perubahan pembentuk karakter dan akhlak
Selama sistem kapitalis sekuleris bercokol di negeri ini mustahil dan ilusi guru mengaji sejahtera
___________________
Penulis Ummu Bagja Mekalhaq
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Dilansir, COMPAS.com Bupati Dadang Supriatna mengajak masyarakat untuk terus menerus meningkatkan rasa syukur atas nikmat iman Islam dan ihsan. Hal itu disampaikan beliau dalam pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) kabupaten Bandung, masa khidmat 2023-2028 di Hotel Grand Sunshine Soreang kabupaten Bandung, Jawa Barat (27/4/2024)
Dadang Supriatna mengapresiasi atas peran FKDT dalam ikhtiar pembinaan pendidikan agama Islam di kabupaten Bandung. Beliau berharap pelantikan DPC FKDT ini menjadi momentum untuk terus menerus meningkatkan dan memajukan pendidikan agama Islam agar pendidikan tersebut mampu membentuk karakter dan akhlak anak-anak kabupaten Bandung. Peran tersebut tidak terlepas dari tiga muatan lokal yang dimasukkan dalam kurikulum TK, SD, SMP setelah dilantik 26 /4/2021.
Kurikuluhm tiga mulok tersebut yaitu: Pendidikan Pancasila & UUD 45, budaya atau bahasa sunda, mengaji dan menghafal Al-Qur'an bagi TK, SD, SMP. Dari tiga mulok itu lahirlah guru mengaji yang diberi tunjangan insentif Rp.350.0000,00/bulan, katanya. Karena, menurut Dadang pemerintah kabupaten Bandung telah menggelontorkan dana insentif sebesar 109 M/bulan untuk 17.000 guru mengaji. Dan telah terealisasi untuk 15.800 guru mengaji.
Sungguh beragam upaya pemerintah kabupaten Bandung untuk bisa mensejahterakan guru mengaji salah satunya dengan memberikan uang insentif 350.000/ bulan. Uang senilai 350.000,00 bukan hanya jumlahnya yang sedikit dan tidak akan mampu untuk menutupi kebutuhan hidup, terlalu kecil nilainya, tidak sesuai dengan tenaga waktu dan pikiran yang dicurahkan guru mengaji untuk membina serta mendidik anak-anak agar berkarakter juga berakhlak.
Di mana, untuk meraih harapan tersebut dibebankan tugasnya kepada guru mengaji saja. Seharusnya hal ini menjadi tugas bersama saling berkaitan satu sama lainnya. Artinya, semua elemen masyarakat harus ikut berperan mulai dari keluarga, para orang tua, harus paham bahwa mendidik anak adalah tugas orang tua.
Sesuai firman Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an Surat At-Tahrim: "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka"
Dan firman Allah Ta'ala dalam Al - Qur'an Surat An Nisa 9 : "Janganlah meninggalkan generasi lemah dibelakangmu"
Selain tugas orang tua, harusnya pemerintah memberi jaminan hidup sejahtera kepada para orang tua. Agar mereka fokus mendidik anak-anak. Karena, anak-anak yang saleh, yang baik akhlaknya lahir dari orang tua yang saleh dan baik.
Namun masalahnya, para orang tua merasakan beratnya beban hidup untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Sehingga banyak dari mereka atau ibu yang bekerja di luar rumah. Tidak fokus mengurus rumah tangga, mendidik anak. Pengasuhan anak tergantikan oleh gadget yang isinya banyak membahayakan anak.
Ditambah lagi minimnya wawasan orang tua terhadap ajaran Islam. Sehingga tidak mampu membentengi diri anak dari buruknya media sosial. Akhirnya, perkembangan jiwa anak dan kesucian rohani anak hilang dari nilai Islam. Tumbuhlah anak dalam kehidupan sekuler memisahkan agama dari kehidupan.
Mereka hidup dalam alam kebebasan, tidak memiliki aturan agama dalam menjalani hidup ini. Jadilah, generasi lemah iman dan lemah akhlak. Dari kondisi seperti ini, lahirlah kekhawatiran semua pihak baik keluarga, masyarakat sampai tingkat pemerintahan Bupati. Yang akhirnya, Bupati bertindak tegas untuk memberikan solusi dari permasalahan yang dihadapi yakni mengembalikan jati diri anak kabupaten Bandung menjadi pribadi berkarakter dan berakhlak.
Namun sayang, jalan yang ditempuh oleh bupati Bandung, bukan sebuah solusi tuntas. Tetapi solusi parsial, karena ada kesalahan kurikulum tiga muatan lokal yang diterapkan, yakni pendidikan Pancasila. Sejauh mana hasil dari pendidikan Pancasila, yang katanya mampu membentuk karakter dan berakhlak.
Hal ini tidak bisa dicapai dengan kurikulum tiga mulok yakni: pendidikan Pancasila, yang nihil dari keberhasilan pendidikan. Seperti yang kita ketahui begitu banyak para koruptor yang paham dengan Pancasila. Namun, amoral merampas harta negara, merugikan negara yang berdampak pada kesengsaraan rakyat.
Kedua, mulok bahasa atau adat sunda. Tidak efektif dengan kurikulum ini karena budaya atau bahasa bukan satu-satunya kurikulum untuk membentuk karakter dan akhlak. Bahasa adalah alat komunikasi, sedangkan adat adalah kebiasaan orang sunda yang tidak semuanya berasal dari ajaran Islam. Maka, tidak mungkin mulok ini mampu membentuk karakter dan akhlak anak kabupaten Bandung.
Ketiga, kurikulum mengaji atau menghafal Al-Qur'an tidak akan mampu membentuk karakter dan akhlak. Selama tidak mengakui bahwa Islam sebagai Ideologi atau aturan hidup. Sebaliknya, mengaji atau menghafal Al-Qur'an akan mudah jika sudah benar mengakui Islam sebagai mabda atau ideologi hidup. Jika ini benar-benar diakui, mengaji atau menghafal Al-Qur'an akan mudah.
Artinya, tugas guru mengaji akan berhasil untuk membentuk karakter dan akhlak anak kabupaten Bandung. Jika satu-satunya aturan yang diterapkan adalah aturan Islam, bukan demokrasi sekuler seperti saat ini. Karena, tidak akan berhasil sekeras apapun usaha Bupati menugaskan guru mengaji dari TK hingga SMP tanpa difokuskan kepada pembentukan karakter dan akhlak yang sesuai ajaran Islam serta bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunah.
Sebesar apapun dana yang digelontorkan untuk guru mengaji ketika cara berpikir yang ada saat ini sekedar memasukkan tiga mulok tersebut. Tanpa disadari ketiga mulok itu ternyata menghilangkan jati diri anak kabupaten Bandung. Mereka dibenturkan pada dua pendidikan, yaitu:
1. Pendidikan pertama, dari ajaran Islam yang sesuai Al-Qur'an dan As-sunah serta pada umumnya disampaikan oleh para ulama.
2. Pendidikan kedua yakni kurikulum tiga mulok yang harus disampaikan oleh guru mengaji yang sudah diatur agar mau mempraktekan tiga mulok tersebut. Sehingga wawasan yang diterima anak-anak makin bingung. Akhirnya ambyar, apa yang dicita-citakan oleh Bupati tidak akan mungkin terealisasi, tetapi sekedar seremonial di dunia pendidikan.
Terbukti sejak adanya tiga mulok tersebut anak kabupaten Bandung makin banyak terlibat kasus kriminalitas. Kasus-kasus tersebut justru terjadi setelah adanya Kurikulum mulok. Kriminalitas makin meningkat pelakunya mulai dari anak TK sampai SMP.
Sejatinya, guru mengaji jangan dijadikan tumbal perubahan pembentuk karakter dan akhlak anak karena selama sistem kapitalis sekuleris bercokol di negeri ini mustahil dan ilusi guru mengaji sejahtera.
Solusi Islam Agar Guru Mengaji Sejahtera
Islam adalah aturan yang sempurna dan paripurna. Maka, untuk kesejahteraan guru mengaji diatur oleh seorang khalifah. Terbukti pada masa kekuasaan Khalifah Umar Bin Khathab, beliau mampu menggaji 3 orang guru ngaji sebesar Rp15.000.000 perorang di setiap bulannya.
Saat Islam berkuasa gaji guru mengaji benar benar diperhatikan, kesejahteraanya. Sehingga, menghasilkan murid-murid cerdas, berkualitas, beriman, bertakwa, serta mampu menjadi pemimpin masa depan gemilang. Karena, fokus mendidik anak-anak kepada penguatan akidah Islam. Jika akidah Islamnya kuat maka mampu mempraktekan aturan-aturan yang ada dalam Al-Qur'an dan As-Sunah.
Jika aturan Al-Qur'an dan As-Sunah dipraktekan. Yang kita dapati dari anak didik adalah berkarakter Islami, berakhlak mulia sesuai Al-Qur'an dan As-sunah. Bukankah Rasulullaah saw adalah manusia sempurna berakhlak Al-Qur'an? Semoga, sampai saat ini hanya sosok Rasulullaah saw yang wajib ditiru bukan yang lain.
Khatimah:
Bagi semua kalangan yang berharap memiliki anak-anak berkarakter dan berakhlak mulia. Kembalilah kepada Al-Qur'an dan As-sunah bukan kurikulum mulok atau yang lainnya. Wallahuallam bissawab. [Dara]