Kelaparan Keniscayaan dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme
Opini
Sulitnya masyarakat dunia dalam mengakses kebutuhan pokok terutama berupa pangan merupakan hasil dari konsep ekonomi kapitalisme
Kalaupun diberi akses, masyarakat dituntut harus membayar dengan harga yang cukup mahal
______________________________
Penulis Elin Nurlina
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sungguh miris, tingkat kelaparan di dunia sampai pada tingkat akut sehingga menjadi sebuah ancaman yang menyayat hati. Sebagaimana yang diungkapkan Organisasi Pangan Dunia atau FAO, di mana organisasi ini berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
FAO menyatakan bahwa masih banyaknya kelaparan akut di 59 negara atau wilayah akibat permasalahan pangan akut, dengan jumlah 1 dari 5 orang di negara itu mengalami kelaparan.
Berdasarkan laporan tersebut yang bertajuk Global Report on Food Crises 2024, tercatat sebanyak 282 juta orang di 59 negara mengalami tingkat kelaparan akut yang tinggi pada 2023. Jumlah orang kelaparan pada 2023 itu dan mengalami peningkatan sebanyak 24 juta orang dari tahun sebelumnya. (CNBC Indonesia, 4/5/2024)
Kelaparan akut dan ancaman kelaparan di dunia meningkat tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal ini disebabkan karena meningkatnya cakupan laporan tentang konteks krisis pangan serta penurunan tajam dalam ketahanan pangan, terutama di Jalur Gaza dan Sudan.
Persoalan kelaparan seperti tiada habisnya. Berita kelaparan demi kelaparan di berbagai belahan dunia makin menambah peliknya kehidupan yang semakin hari semakin sulit. Berbagai fenomena kemiskinan semakin mewarnai setiap kehidupan masyarakat.
Ini memang sebuah bagian dari ujian tapi tidak terlepas juga sebagai salah satu akibat dari salahnya manusia dalam menerapkan sebuah aturan yang sifatnya sistemik yaitu dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme global di dunia.
Sistem ini tidak memiliki mekanisme dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Fenomena banyaknya pengangguran pun menjadi wajah dari sistem ini. Tentu ini disebabkan karena ketersediaan lapangan kerja sangat sedikit ditambah rendahnya upah semakin memperburuk keadaan.
Untuk bisa sekadar makan saja, rakyat diminta berjuang sendiri. Pemandangan yang menyakitkan mencari makan sehari-harinya di tempat sampah menjadi sebuah potret buram yang membuat miris hati.
Atau hanya sekadar minta-minta karena beratnya beban kehidupan yang makin hari makin mencekik. Sementara mereka yang memakan harta rakyat hidup dalam kemewahan. Akibatnya terjadi kesenjangan kesejahteraan.
Tidak cukup sampai di situ, sistem kapitalisme juga meniscayakan penguasaan SDA di berbagai negara miskin sebagian besarnya dikuasai oleh segelintir orang dan berkembang melalui penjajahan gaya baru.
Buruknya lagi ada penjarahan sistemik dan dikemas secara legal terhadap kekayaan publik dan negara. Sistem ini menafikan kepemilikan umum, akhirnya kebebasan kepemilikan diakui dan diberlakukan. Tentu saja pemberlakuan sistem ini menjadikan siapa saja yang memiliki modal besar akan diberi jalan untuk melakukan penguasaan dan pengelolaan SDA sesuka hatinya.
Sulitnya masyarakat dunia dalam mengakses kebutuhan pokok terutama berupa pangan merupakan hasil dari konsep ekonomi kapitalisme. Kalaupun diberi akses, masyarakat dituntut harus membayar dengan harga yang cukup mahal.
Sebab ini terjadi karena adanya liberalisasi sumber daya alam oleh pihak swasta/pemilik modal. Sehingga tidak heran meniscayakan kapitalisasi yang berorientasi pada untung atau bisnis semata, bukan ingin menyejahterakan umat.
Berbeda halnya dengan Islam, kesejahteraan rakyat akan menjadi kenyataan. Islam memiliki sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. Negara sebagai periayah akan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya dan menjamin pemenuhan apa yang diperlukannya.
Dari kebutuhan dasar mereka, karena mereka menyadari bahwa hal itu adalah kewajiban yang Allah bebankan kepadanya dalam mengurusi urusan rakyatnya. Negara akan berusaha memudahkan rakyat untuk dapat memuaskan kebutuhan sekunder bahkan tersiernya.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) adalah pengembala (pemimpin), sehingga ia bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyat yang dipimpinnya).” (HR. Bukhari)
Konsep kepemilikan dalam Islam menjadikan pengelolaan SDA oleh negara. Negaralah yang akan mengelolanya dan menjadi sumber pemasukan negara serta akan mengembalikannya untuk kemaslahatan rakyat dengan memberikan layanan publik yang berkualitas bahkan gratis. Kalaupun ada biaya, rakyat tidak membayar dengan harga mahal seperti saat ini.
Penguasaan SDA juga dijamin akan membuka lapangan kerja yang sangat luas dan beragam dengan gaji yang besar. Sehingga rakyat terpenuhi kebutuhan pangan, sandang maupun papannya. Adapun kesehatan, pendidikan dan keamanan dijamin langsung oleh negara.
Demikianlah kesejahteraan yang akan diberikan oleh negara Islam. Maka solusi tuntas untuk mengatasi kelaparan akut di berbagai dunia adalah diterapkannya sistem ekonomi Islam, bukan kapitalisme. Karena ekonomi kapitalisme sudah terbukti gagal menyejahterakan rakyatnya. Wallahualam bissawab. [SJ]