Mampukah Proyek Sawah Cina Menjamin Ketahanan Pangan Indonesia?
Opini
Alangkah bijak jika pemerintah membangun kemandirian dengan memberdayakan masyarakatnya sendiri
Baik tenaga terampil maupun di universitas. Sehingga lahan pertanian dapat dikelola oleh negeri sendiri
______________________________
Penulis Siska Juliana
Tim Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia merupakan negara agraris. Hanya saja permasalahan pangan sepertinya menjadi permasalahan yang rumit. Buktinya saja, sampai saat ini Indonesia belum mampu mengatasi problematika pangan ini.
Baru-baru ini Indonesia dan Cina telah menyetujui kesepakatan untuk bekerja sama mengembangkan lahan sawah seluas 1 juta hektare di Kalimantan Tengah. Kesepakatan ini terjadi dalam Dialog Tingkat Tinggi dan Mekanisme Kerja Sama (HDCM) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur pada Jumat (19/4/2024).
Dalam pertemuan ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi selaku wakil Indonesia. Sedangkan Cina diwakili oleh Menteri Luar Negeri, Wang Yi.
Luhut mengungkapkan Cina akan memberikan teknologi padi mereka. Sebab mereka sukses mencapai swasembada beras. Menurutnya ini merupakan cara ampuh dalam mengatasi masalah beras nasional. Mengingat Indonesia kerap mengimpor beras antara 1,5 juta sampai 3 juta ton per tahun. (Kompas.com, 21/04/2024)
Hanya saja, para pakar ragu akan keberhasilan proyek ini. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Pamong Institute, Drs. Wahyudi al-Maroky. Beliau mengungkapkan masyarakat harus mewaspadai kerja sama ini. Pertama, adanya alih teknologi. Ini dikhawatirkan Cina menjadikan Indonesia sebagai pasar alat pertanian mereka.
Kedua, saat Cina mendatangkan pekerja dari negaranya dengan dalih tenaga kerja Indonesia belum mampu mengoperasikan alat pertanian dari Cina. Hal ini bisa menyebabkan pekerja di Indonesia semakin tergusur.
Ketiga, saat Cina membawa alat pertanian dari negaranya, maka itu dianggap utang. Sehingga negara kita makin terjerat utang.
Berbagai program telah dilakukan, tetapi pada realisasinya masih menemui jalan buntu. Apalagi ditambah adanya kerja sama dengan asing, yang faktanya malah mengancam kedaulatan dalam negeri.
Kekayaan bangsa di berbagai sektor hampir seluruhnya dikuasai asing. Misalnya pertambangan, rakyat tidak bisa menikmati kekayaan alam negerinya sendiri. Sekarang di bidang pertanian, makin berbahaya karena pertanian adalah lahan vital bagi rakyat.
Alangkah bijak jika pemerintah membangun kemandirian dengan memberdayakan masyarakatnya sendiri. Baik tenaga terampil maupun di universitas. Sehingga lahan pertanian dapat dikelola oleh negeri sendiri.
Akan tetapi, inilah fakta yang harus kita hadapi dalam sistem kapitalisme sekuler. Dalam sistem ini, prinsip penguasa bukanlah melayani dan mengurus rakyat, melainkan prinsip bisnis. Jika proyek ini berjalan, maka yang diuntungkan hanya segelintir orang bukan rakyat secara keseluruhan.
Tidak ada jaminan proyek ini dapat menstabilkan harga beras dan terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, juga tidak menjamin kesejahteraan bagi para petani lokal saat bekerja sama dengan asing.
Hanya saja yang pasti dan perlu diwaspadai adalah kerja sama ini dapat mengancam kedaulatan negara dan menguatkan penjajahan di negeri ini. Sudah jelas jika sistem kapitalisme ini hanya berorientasi pada keuntungan materi, bukan kepentingan rakyat.
Ini sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Dalam sistem Islam, negara hadir untuk melayani umat. Berbagai kebijakan dijalankan untuk menyelesaikan problematika umat di sektor pangan, karena sektor ini menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
Sebagaiamana sabda Rasulullah saw.,
"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)
Islam menerapkan hukum khusus terkait tanah pertanian. Jika ada tanah yang ditelantarkan lebih dari 3 tahun, kepemilikan tanah tersebut akan hilang dan diserahkan kepada negara.
Negara juga menjamin tersedianya sarana dan prasarana pertanian yang berkualitas dan terjangkau. Adapula riset dan teknologi serta pemasaran yang aman dan adil bagi petani.
Seluruh aktivitas tersebut didukung oleh sistem keuangan Baitulmal yang memiliki pemasukan dana melimpah. Sehingga dapat membiayai kebutuhan pertanian dan menyejahterakan rakyatnya. Negara Islam tidak akan bergantung pada modal swasta atau asing seperti yang terjadi saat ini.
Dengan demikian, terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan hanya akan terjadi dalam sistem kehidupan yang menerapkan Islam kafah. Wallahualam bissawab. []