Menyoal Kembali Lemahnya Mitigasi Bencana di Indonesia
Opini
Berbagai kerusakan dan kerugian akibat banjir masih saja terjadi
Hal ini kian membuktikan lemah dan buruknya mitigasi bencana di Indonesia
_____________________
Penulis Ida
Kontributor Media Kuntum Cahaya, Apoteker dan Alumni UGM
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Cuaca ekstrem masih mengancam sebagian besar wilayah di Indonesia. Salah satu dampaknya adalah bencana banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah.
Di Kabupaten Lumajang misalnya, terdapat sembilan kecamatan terdampak banjir dan tanah longsor. Empat kecamatan terdampak banjir lahar Gunung Semeru, empat kecamatan terkena luapan debit air sungai, dan satu kecamatan terkena longsor. Bencana ini telah menelan tiga korban jiwa, merusak 17 jembatan serta rumah-rumah warga. (Kompas, 20/04/2024)
Banjir disertai tanah longsor juga melanda Kabupaten Lebong, Bengkulu. Setidaknya 195 rumah rusak sedang dan berat. Kerusakan infrastruktur terjadi di 35 titik seperti jembatan dan jalan serta 22 lokasi sentra perekonomian hancur tersapu banjir. Akibatnya, sebanyak 2.712 jiwa terpaksa mengungsi hingga banjir berangsur surut. (Kompas, 18/04/2024)
Peran Penting Mitigasi
Saat ini, hampir setiap wilayah di Indonesia memiliki kawasan yang disebut sebagai kawasan rawan banjir. Berbekal pengalaman dalam menghadapi banjir, seharusnya upaya mitigasi bencana banjir semakin baik perfomanya. Namun naas, masyarakat yang sudah ‘’langganan’’ banjir ini seperti dibiarkan sendirian menghadapi rutinitas ancaman bencana karena lemahnya mitigasi.
Memasuki musim penghujan, sudah dapat dipastikan sejumlah wilayah di Indonesia menjadi langganan banjir. Penyebab utamanya adalah curah hujan yang ekstrem serta buruknya sistem drainase. Peristwa banjir telah terjadi berulang-ulang tetapi masih tidak bisa diantisipasi dengan baik. Berbagai kerusakan dan kerugian akibat banjir masih saja terjadi. Hal ini kian membuktikan lemah dan buruknya mitigasi bencana di Indonesia.
Adapun mitigasi bencana adalah tindakan penting untuk mengurangi dampak dan resiko bahaya melalui tindakan proaktif yang diambil sebelum terjadi bencana. Kemudian, mengurangi kerusakan dan kerugian ekonomi termasuk infrastruktur yang mungkin ditimbulkan. Selain itu, meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi dan mengurangi resiko bencana.
Apabila mitigasi bencana dijalankan dengan profesional dan bersungguh-sungguh, maka berbagai dampak dan resiko bisa diminimalkan. Masyarakat tidak perlu berlama-lama mengungsi. Adanya korban jiwa bisa dicegah. Perekonomian masyarakat bisa terselamatkan dan cepat kembali pulih.
Sayangnya, negara masih terdeteksi gagap dalam melakukan mitigasi bencana. Sebagai contoh, dikutip dari laman berita Palangka Raya, Radar Sempit mengungkapkan buruknya mitigasi bencana banjir oleh pemerintah. Sebelum terjadi banjir, nyaris tidak ada upaya mitigasi dari pemerintah padahal peringatan ancaman bencana telah dikeluarkan oleh BMKG setempat. Akibatnya, dampak yang ditimbulkan sangat besar. Ribuan warga mengungsi dan aktivitas perekonomian warga terganggu.
Akibat dari kegagapan pemerintah ini, sudah pasti warga masyarakat akan menjadi pihak yang paling dirugikan. Dari sisi perekonomian, mereka kehilangan harta benda termasuk kehilangan sumber pendapatan karena harus mengungsi. Belum lagi jika rumah atau kendaraan rusak, mereka harus menghabiskan dana untuk memperbaikinya. Sedangkan dari sisi kesehatan, mereka yang terdampak banjir rawan terkena penyakit kulit dan diare.
Pemerintah tidak menjamin secara penuh kebutuhan pangan bagi para warga yang mengungsi. Seringkali bantuan lebih besar justru datang dari donasi masyarakat. Masyarakat yang tidak terdampak banjir bergotong royong menjadi sukarelawan untuk menolong korban banjir. Hal ini membuktikan absennya fungsi pengurusan rakyat oleh negara. Rakyat dituntut survive secara mandiri dan menyelesaikan persoalannya sendiri.
Solusi Islam
Negara di dalam Islam berkewajiban untuk mengurus rakyat dan bertanggungjawab terhadap nasib rakyat, terutama bila terjadi bencana. Upaya mitigasi bencana akan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berorientasi pada kenyamanan serta kesejahteraan rakyat. Rakyat tidak akan dibiarkan sendirian menghadapi bencana banjir yang sudah menjadi rutinitas.
Negara akan mengerahkan semua sumber daya demi menyelamatkan korban bencana sekalipun membutuhkan biaya yang besar. Negara tidak akan bergantung kepada swadaya masyarakat karena negara memiliki sumber pemasukannya sendiri yang khusus dialokasikan untuk bencana. Tentunya dana ini tidak diperoleh dari hutang maupun pajak, akan tetapi berasal dari fai, kharaj dan harta kepemilikan umum. Begitulah keunggulan Islam dalam menangani bencana. Wallahuallam Bissawab. [Dara]