Mudik Oh Mudik
Analisis
Agar problem mudik dapat teratasi, maka paradigma bisnis yang kental dalam kapitalisme harus dibuang
Diganti dengan paradigma Islam yang benar-benar memperhatikan urusan rakyat
__________________
Penulis Yani Ummu Qutuz
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member AMK Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Suasana perayaan Idulfitri atau yang kita kenal lebaran merupakan waktu yang istimewa bagi seluruh kaum muslimin. Pada momen inilah biasanya seluruh keluarga bertemu, berkumpul, dan bersilaturahmi dengan keluarga besar dan sanak famili. Masyarakat berbondong-bondong pulang ke kampung halaman atau yang biasa disebut mudik. Lebaran dan mudik seperti saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan, momen yang ditunggu-tunggu khususnya oleh umat muslim yang merantau.
Kata mudik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Vl Daring Kemendikbud ristek memiliki dua arti. Arti pertama adalah berlayar/pergi ke udik (hulu sungai/pedalaman) dan pulang ke kampung halaman. Mengutip buku Mudikpedia Lebaran 2024 yang dikeluarkan Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, kata mudik berasal dari bahasa Jawa yang merupakan singkatan dari "mulih dilik" yang berarti pulang sebentar.
Tradisi mudik ini ternyata bukan hanya ada di Indonesia. Faktanya tradisi mudik juga terjadi di negara lain. Negara tetangga kita yang terdekat Malaysia, masyarakatnya biasa menyebut Hari raya idulfitri dengan Hari raya Puasa. Masyarakat Malaysia memiliki tradisi mudik yang biasa mereka sebut "balek kampung", umumnya dilakukan seminggu sebelum idulfitri.
Tradisi mudik juga kita temukan di Turki. Hari raya idulfitri di Turki lebih populer dikenal dengan istilah Seker Bayram. Masyarakat Turki memanfaatkan momen Syeker Bayram untuk bersilaturahmi juga untuk berziarah. Sementara, di Mesir tradisi mudik dilakukan saat Hari raya iduladha. Hal ini dikarenakan perayaan Hari raya iduladha kerap dirayakan lebih meriah dan idulfitri dianggap hari raya kecil. Selain tiga negara ini, tradisi mudik juga dilakukan di Arab Saudi juga India.
Mudik merupakan peristiwa tahunan yang lazim di negeri ini. Tradisi mudik lebaran masih mengakar kuat terlebih pada masyarakat urban. Arus mudik makin meningkat sesuai dengan perkembangan penduduk dan migrasi dari desa ke kota. Mengutip laman Indonesia Baik milik Kominfo, survei menyatakan momen mudik lebaran 2024 menjadi yang termeriah sepanjang sejarah jika melihat jumlah pemudik dalam waktu 10 tahun terakhir. Betapa tidak, diproyeksikan mudik akan membawa pergerakan secara nasional sebanyak 193,6 juta orang. Angka ini menjadi rekor tertinggi dibanding mudik pada lebaran tahun-tahun sebelumnya dengan presentasi 71,7% dari jumlah penduduk Indonesia.(detik.com, 8/03/2024)
Berdasarkan survei dari Kemenhub, asal pergerakan masyarakat selama mudik Lebaran 2024 ini diprediksi didominasi dari Pulau Jawa (sebanyak 115,26 juta pemudik atau 59,54% dari jumlah pemudik). Jawa Timur menjadi penyumbang asal pemudik terbesar (31,3 juta pemudik atau 16,2%), diikuti Jabodetabek (28,43 juta pemudik atau 14,7%), dan Jawa Tengah (26,11 juta pemudik atau 13,5%).(Sumber www.beritasatu.com)
Setiap tahun tradisi ini selalu menorehkan cerita sedih. Seperti tahun-tahun sebelumnya para pemudik harus berjibaku dengan kemacetan. Waktu dan rute yang ditempuh seringkali menyiksa dan membuat lelah para pemudik. Belum lagi ongkos yang sangat mahal naik sampai 300%, hingga tragedi kecelakaan lalu lintas yang memakan banyak korban.
Kemacetan mengular di mana-mana, seperti penumpukan penumpang terjadi pada tol menuju merak. Menurut informasi, kemacetan di Tol Tangerang-Merak berlangsung sejak Sabtu (6-4-2024) pagi. Kemacetan bus dan kendaraan pribadi dari arah Jakarta menuju Merak mengular hingga KM 90. Sampai ada di antara penumpang yang mengaku terjebak macet hingga lebih dari empat jam.
Satu di antara banyaknya kecelakaan maut terjadi di ruas Tol Jakarta-Cikampek KM 58, wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Senin (8/4/2024) yang mengakibatkan 12 orang tewas terdiri dari 7 laki-laki dan 5 wanita. Insiden tragis ini terjadi sekitar pukul 08.15 WIB. Polisi mengatakan bahwa ini adalah kecelakaan beruntun yang melibatkan tiga kendaraan yaitu bus Primajasa, Granmax, dan Daihatsu Terios.(detik.com, 9/4/2024)
Pemerintah senantiasa mengklaim telah melakukan berbagai upaya mitigasi untuk memperkecil kasus dan dampaknya. Namun faktanya, di lapangan setiap tahun kondisinya semakin memburuk. Tahun ini menurut rilis data Korlantas Polri hingga 14 April 2024 menyampaikan, selama Operasi Ketupat ini ada 2.419 kasus kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal sebanyak 358 orang.
Fenomena mudik membawa perputaran ekonomi yang cepat baik darat, laut, dan udara, yang berujung pada perputaran ekonomi secara nasional. Namun dibalik itu semua, tantangan kecelakaan dan kemacetan menjadi problem tersendiri. Merki solusi rekayasa lalu lintas seperti pemberlakuan ganjil-genap, one way, contraflow, hingga pembatasan operasional kendaraan angkutan barang sumbu lll diterapkan.
Fenomena mudik ini menunjukkan ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. Pembangunan sangat masif terjadi di kota-kota besar. Layanan publik tersedia luas di daerah perkotaan seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Infrastruktur kota lebih nyaman untuk diakses seperti jalan arteri, jalan tol, jembatan, gedung-gedung pemerintahan, dan lainnya. Wajar, jika terjadi urbanisasi karena sentra ekonomi berpusat di kota.
Para urban meninggalkan kampung halaman untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan lebih banyak pekerjaan di kota. Mereka kembali ke kampung halaman untuk momen istimewa seperti idulfitri. Ini menunjukkan gambaran ketimpangan pembangunan yang nyata. Kondisi yang wajar terjadi jika sebuah negara menerapkan sistem yang orientasi aturannya berlandaskan materi, yaitu sistem Kapitalisme.
Alaminya, manusia pasti ingin mencari penghidupan yang layak, baik untuk kebutuhan pokoknya seperti pakaian, makanan, dan tempat tinggal. Maupun kebutuhan dasar publiknya seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Salah satu penunjang manusia untuk mendapatkan semua kebutuhan yang layak adalah pemerataan pembangunan. Sistem kapitalisme gagal mewujudkan pemerataan ini.
Mudik erat kaitannya dengan problem pembangunan infrastuktur yang menjamin terlaksananya mudik yang nyaman dan manusiawi. Saat ini, kebijakan kapitalistik telah memberikan peran penting ini pada swasta, begitu juga dalam pembangunan infrastruktur peran swasta cukup besar. Dengan swastanisasi aset-aset umum berdampak pada penyelenggaraan pelayanan umum berbasis bisnis alias untung rugi. Para pemudik harus merogoh kocek yang banyak untuk memperoleh fasilitas umum sepanjang perjalanan. Dengan memperhatikan hal ini, maka problem mudik bisa diselesaikan dengan rekayasa sistemis dan komprehensif agar perjalanan mudik terasa aman dan ibadah tidak terabaikan
Mengurus umat adalah spirit utama negara dalam mengurus rakyatnya. Pembangunan sarana transportasi (darat, laut, udara) begitupun sarana pendukungnya adalah menjadi tugas negara. Negara harus memastikan agar kebutuhan rakyat terpenuhi saat menggunakan fasilitas tersebut. Tanggung jawab ini tidak boleh dialihkan pada siapa pun.
Islam mampu mewujudkan pemerataan pembangunan. Infrastruktur daerah dibangun berdasarkan sesuai kebutuhan daerah tersebut. Pemerataan pembangunan ini membuat warga mudah mengakses kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar publik. Seandainya ada urbanisasi karena keinginan pribadi, yaitu ingin sholat di masjid ibu kota yang diimami oleh Khalifah.
Dalam Islam, fasilitas umum (marofik Al jama'ah) seperti jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya tidak boleh dimiliki individu. Semua itu merupakan bagian dari infrastruktur kebutuhan masyarakat. Wajib bagi negara membangunnya secara mandiri dan digunakan rakyat secara gratis. Negara harus menyediakan fasilitas pendukung untuk memenuhi kebutuhan pemudik. Seperti rest area yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas memadai untuk memenuhi kebutuhan pengendara seperti Makan, menjalankan ibadah, memenuhi hajat, mengisi bahan bakar kendaraan, sekaligus beristirahat.
Agar problem mudik dapat teratasi, maka paradigma bisnis yang kental dalam kapitalisme harus dibuang. Diganti dengan paradigma Islam yang benar-benar memperhatikan urusan rakyat. Wallahuallam bissawab. [Dara]