Pengelolaan Air dalam Perspektif Syariat Islam
Opini
Paradoks pengelolaan air dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan air sebagai komoditi yang bebas diperjualbelikan
Paradoks logika ekonomi yang memberi hak kelola air hanya kepada para pengusaha besar
____________________
Penulis Muhammad Ayyubi
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Analis Mufakkirun Siyasiyyun Community)
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water ke 10 digelar di Bali International Convention Center (BICC) pada Senin, 20 Mei 2024. Di hadapan para pemimpin dunia, Joko Widodo mengajak semuanya untuk menjaga sumber daya air. Sebab, kelangkaan air dapat menyebabkan peperangan. Jokowi menekankan bahwa peran air sangat sentral bagi keberlangsungan hidup manusia. Bahkan, menurut Bank Dunia, kekurangan air dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi sampai 6 persen hingga tahun 2050. “Kelangkaan air bisa menjadi sumber bencana bahkan bisa sampai memicu perang. Too much water maupun too little water, keduanya dapat menjadi masalah bagi dunia,” ungkap Jokowi.
Penjagaan Sumber Daya Air Menurut Joko Widodo
Mantan Walikota Solo yakni Presiden Joko Widodo menyampaikan, dalam 10 tahun terakhir Pemerintah Indonesia telah memperkuat infrastruktur air dengan membangun 42 bendungan, 1,18 juta hektare jaringan irigasi, 2.156 kilometer pengendali banjir dan pengamanan pantai, serta merehabilitasi 4,3 juta hektare jaringan irigasi. “Air juga dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Waduk Cirata, sebagai PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara,” beber Jokowi.
KTT WWF ke 10 ini sangat strategis sebagai komitmen dan aksi nyata dalam mewujudkan manajemen sumber daya air terintegrasi. Menurut Jokowi, ada tiga hal yang konsisten didorong oleh Indonesia. Pertama, meningkatkan solidaritas dan inklusivitas untuk mencapai solusi bersama terutama bagi negara-negara pulau kecil dan yang mengalami kelangkaan air. Kedua,, pemberdayaan hydro diplomacy untuk kerja sama konkret dan inovatif serta menjauhi persaingan dalam pengelolaan sumber daya air lintas batas. Ketiga, memperkuat political leadership sebagai kunci sukses berbagai kerja sama menuju ketahanan air berkelanjutan.
Melalui forum ini, ia menambahkan bahwa Indonesia mengambil empat inisiatif baru. Yakni penetapan World Lake Day, pendirian Center of Excellence di Asia Pasifik, tata kelola air berkelanjutan di negara pulau kecil, dan penggalangan proyek-proyek air. Dilanjut dengan mengatakan bahwa air bukan sekadar produk alam, tapi merupakan produk kolaborasi yang bisa mempersatukan umat manusia. Sehingga, dibutuhkan upaya bersama untuk menjaganya.
Paradoks Pengelolaan Air dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme
Dalam tata kelola ekonomi kapitalis yang menganut prinsip leissses faire leisses passer, bahwa segala sesuatu termasuk air yang menguasai hajat hidup rakyat bisa menjadi komoditas ekonomi. Maka slogan Water For Shared Prosperity yang terpampang dalam World Water Forum hanya akan menjadi pepesan kosong. Gagasan untuk berbagi kemakmuran tidak akan pernah tercapai jika politik ekonomi yang berbasis freedom of busines masih dipertahankan.
Secara empiris penguasaan sumber daya air di negara penganut kapitalisme selalu diberikan kepada para pemilik modal besar. Di lapangan kita mengenal merk Danone, Aqua, Ades, Coca Cola, dan lain-lain yang merupakan sejumlah perusahaan yang bahan dasarnya berbasis air. Mereka tidak hanya melakukan produksi minuman kemasan semata tetapi juga menguasai sumber mata air di suatu negara.
Dampak akan hal itu, masyarakat sekitar sumber daya air akan kekurangan air karena pengeboran besar-besaran oleh perusahaan. Masih banyak sumber mata air akan tetapi biasanya ada di lokasi milik perusahaan yang terlarang untuk diambiil secara cuma-cuma. Masalahnya bukan pada sedikitnya sumber mata air akan tetapi pada tata distribusi ekonomi yang tidak merata. Sehingga air pada daerah tertentu menjadi barang mewah dan eksklusif. Bahkan untuk mendapatkannya harus diraih dengan harga yang tidak sedikit untuk keluarga dengan penghasilan pas-pasan.
Adapun terkait bendungan dan irigasi yang semestinya digunakan untuk mengatur debit air di musim kemarau tak jarang dalam praktek distribusinya kepada para petani tidak diberikan secara gratis. Tentunya hal ini membuat ongkos tanam menjadi lebih mahal dan menyulitkan. Beberapa bendungan juga tidak berair di musim kemarau karena sumber-sumber mata air telah habis dan kering. Kita tahu bahwa pepohonan di hutan berfungsi sebagai pengikat air di dalam tanah dan ke luar sebagai sumber mata air di musim kering. Akan tetapi jika pepohonan telah gundul akibat pembalakan liar dan alih fungsi hutan maka tidak ada lagi pengikat air sehingga pada musim hujan air turun begitu saja ke pemukiman dan menjadi banjir bandang yang terjadi berulang di beberapa provinsi di Indonesia.
Inilah paradoks pengelolaan air dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan air sebagai komoditi yang bebas diperjualbelikan. Ditambah paradoks logika ekonomi yang memberi hak kelola air hanya kepada para pengusaha besar. Namun di sisi lain penguasa ingin inklusivitas air demi kemakmuran bersama teraih. Dua hal yang tidak mungkin tercapai.
Pengelolaan Air dalam Syariat Islam
Islam memandang bahwa air dengan deposit banyak, baik berupa danau, embung, bendungan, laut, dan sejenisnya adalah komoditas yang menyangkut kebutuhan rakyat banyak. Dan air termasuk di dalam kepemilikan umum. Rasulullah pernah diminta ladang garam oleh Habib bin Abi Balta’ah, kemudian beliau memberinya, tetapi salah seorang sahabat lainnya berkata, "Wahai Rasulullah tahukah apa yang anda berikan? Sungguh itu bagaikan air yang mengalir." Maka seketika Rasulullah menarik kembali pemberian tersebut.
Menarik kembali pemberian oleh Rasululllah adalah indikasi bahwa memberikan komoditas yang banyak termasuk air kepada individu tertentu, yang mana hal tersebut akan menguasai hajat hidup rakyat adalah terlarang. Rasulullah saw. bersabda : "Manusia berserikat dalam tiga hal yakni air, padang gembala, dan api. Harga (menjual) ketiganya adalah haram." Ini menandakan bahwa pengelolaan sumber-sumber air dengan deposit melimpah tidak boleh diserahkan kepada individu atau perusahaan swasta atau asing. Negara yang melakukan eksploitasi dan kemudian mendistribusikan kepada rakyat secara gratis.
Negara juga menjaga sumber-sumber mata air, tidak untuk dikapling dan dijual ke swasta. Negara akan menjaga kelestarian hutan dan daerah-daerah yang mengikat air. Di dalam sistem Islam juga terdapat penerapan sistem sanksi yang tegas kepada pelaku pembalakan hutan yang akan memberikan efek jera. Karena, kerusakan hutan akibat pembalakan liar bersifat masif dan berkelanjutan. Akan butuh waktu panjang untuk merehabilitasinya. Pembanguan bendungan dan pendistribusian air kepada petani secara cuma-cuma dan kontrol atas hal tersebut dilakukan secara tegas dan tepat.
Syariat Islam yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya support sistem ekonomi dan sistem politik. Maka, penerapan sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam tidak bisa dinafikan demi pelaksanaan syariat Islam secara kaffah. Wallahualam bissawab. [Dara]