Penistaan Agama Subur dalam Sistem Kufur
Penerapan sistem kapitalisme sekuler, telah menjadikan negara dan penguasa gagal melindungi agama (Islam), kitab suci, ajaran, dan umatnya
Dalam sistem kapitalisme sekuler, para penista agama dibiarkan, bahkan dianggap biasa
___________________
Penulis Reni Rosmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Ibu Rumah Tangga
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Lagi, kasus penistaan agama kembali terjadi. Kali ini pelakunya datang dari seorang pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Diketahui pejabat Kemenhub berinisial AK melakukan penistaan agama lantaran bersumpah sambil menginjak Kitab Suci Al-Qur'an untuk meyakinkan istri atas tuduhan perselingkuhannya dengan seorang dokter kecantikan (N). AK sendiri dilaporkan ke pihak berwajib oleh istrinya (VK). Selain kasus penistaan agama, AK juga terjerat kasus KDRT. (Tribunnews.com, 18/5/2024)
Sementara, Polda Metro Jaya mengatakan akan segera memproses laporan tersebut dan akan melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor. Sampai hari ini Penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal masih berupaya mendalami dan mengumpulkan bukti-bukti dari para saksi perihal kasus penistaan agama yang dilakukan AK. (Kompas.com, 21/5/2024)
Berulang Terjadi
Faktanya, kasus penistaan agama (Islam) di negeri ini memang tiada habisnya. Sejumlah kasus penistaan agama kerap terjadi, pelakunya datang dari berbagai kalangan mulai dari orang biasa, YouTuber, hingga pejabat pemerintahan.
Melihat terus berulangnya kasus penistaan agama, mengonfirmasikan kepada kita betapa hukuman bagi para pelaku penistaan agama demikian lemah. Tidak memberikan efek jera. Di sisi lain hal ini membuktikan bahwa negara belum mampu melindungi agama Islam yang merupakan agama mayoritas dipeluk masyarakat Indonesia. Sehingga, kasus penistaan ini berulang terjadi dan melahirkan oknum-oknum baru.
Akibat Sistem Demokrasi Kapitalisme
Sejatinya, kasus penistaan agama yang senantiasa berulang tidak bisa dilepaskan dari sistem hidup yang diterapkan hari ini, yakni kapitalisme sekuler. Penerapan sistem kapitalisme sekuler telah menumbuhsuburkan sekularisme dan meniscayakan maraknya penistaan agama (Islam). Paham sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), serta paham liberal (kebebasan) yang dianut sistem kapitalisme telah melahirkan individu-individu yang jauh dari agama dan tidak takut akan dosa. Tidak heran, demikian banyak manusia yang senantiasa mengedepankan hawa nafsunya dalam segala hal, seperti selingkuh dan melakukan KDRT terhadap pasangan.
Paham sekuler yang telah menjadikan Islam dan umatnya tidak punya wibawa, karena tidak ada perisai dan pemimpin sejati yang memberlakukan Islam secara sempurna sebagai aturan hidup. Bahkan mirisnya, dalam sistem ini Kitab Suci Al-Qur'an yang notabene adalah firman Allah Swt. juga pedoman hidup bagi seluruh umat manusia, dianggap sama dengan barang biasa yang tak bermakna. Sehingga Al-Qur'an bisa diperlakukan sedemikian rupa, dibakar, dinista, termasuk diinjak. Astaghfirullah, nauzubillah.
Malangnya, penerapan sistem kapitalisme sekuler, telah menjadikan negara dan penguasa gagal melindungi agama (Islam), kitab suci, ajaran, dan umatnya. Dalam sistem kapitalisme sekuler, para penista agama dibiarkan, bahkan dianggap biasa. Hukuman bagi para penista agama Islam demikian lemah, alakadarnya, dan tidak memberikan efek jera. Sementara, para penyuara kebenaran yang menyebarkan paham Islam kafah dan kritis terhadap kebijakan negara ditakut-takuti dengan pasal karet, dipersekusi hingga berujung pidana, karena dianggap melakukan ujaran kebencian.
Islam Menindak Tegas Para Penista Agama
Sungguh, kasus penistaan agama Islam tidak akan pernah terjadi jika Islam diterapkan secara menyeluruh sebagai sistem kehidupan. Sejarah membuktikan hal ini. Selama 13 abad sistem Islam diterapkan sebagai aturan hidup oleh negara yang menggunakan sistem Islam, mampu melindungi Islam, Al-Qur'an, umatnya, dan seluruh ajarannya. Bahkan, tak pernah terdengar satupun berita ada ketidakharmonisan antar umat beragama, apalagi sesama umat Islam yang akhirnya memicu penistaan agama. Seluruh umat manusia hidup rukun di bawah naungan negara yang menggunakan sistem Islam baik muslim, maupun nonmuslim.
Islam melarang tegas menistakan agama baik itu agama Islam maupun bukan. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-An’am ayat 108 yang artinya: “Dan janganlah kalian mengejek sesembahan yang mereka sembah selain Allah. Karena nantinya mereka akan memaki Allah tanpa batas dan tidak dengan dasar pengetahuan….”
Penerapan sistem Islam kafah dalam sebuah negara akan menjadi kekuatan besar yang dapat melindungi agama Allah dan izzul Islam walmuslimin. Negara yang menerapkan aturan Islam, akan mengedukasi umat agar tepat bersikap terhadap agamanya serta menghargai dan memuliakan Kitab Suci Al-Qur'an. Karena, Al-Qur'an adalah firman Allah, bukan karangan manusia. Karena itu, memperlakukan Al-Qur'an dengan semena-mena seperti menginjaknya adalah perbuatan tercela, sama saja dengan menghina dan merendahkan Allah Swt..
Jika ada kasus penistaan agama, meski kemungkinannya sangat kecil, negara yang menerapkan aturan Islam akan segera menindak tegas pelaku, siapapun itu, mau muslim atau non muslim. Secara umum, hukuman bagi para penista agama Islam, apapun bentuknya adalah hukuman mati. Menurut ulama besar Mazhab Maliki, Khalil Ibnu Ishaq al-Jundiy, hukuman bagi siapa saja yang mencela, melaknat, mengejek, merendahkan Islam, menisbatkan yang buruk terhadap Allah dan Rasul-Nya, menghina umatnya, serta ajarannya adalah dibunuh.
Para khalifah di masa kejayaan Islam telah mencontohkan bagaimana menindak tegas para penista agama Islam. Seperti di masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khattab, ketika terjadi penistaan agama yang menghina Allah dan Rasul-Nya, Khalifah memerintah untuk membunuh para penista tersebut. Hal serupa juga dilakukan Sultan Abdul Hamid ll. Beliau pernah marah besar terhadap perbuatan pemerintah Prancis yang memuat berita tentang pertunjukan teater yang melibatkan Rasulullah di surat kabar. Bahkan, Sang Sultan mengatakan siap bangkit dari kematian jika penghinaan atas Islam dan Nabi saw. terus berlanjut.
Jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan, niscaya kasus perselingkuhan hingga KDRT kecil sekali kemungkinannya terjadi. Sebab, Islam memandang istri sebagai amanah (titipan yang harus dijaga). Dalam pandangan Islam, suami adalah imam (pemimpin) yang berkewajiban menyayangi, melindungi, mengayomi, dan membimbing anak serta istrinya agar senantiasa taat pada syariat. Sementara, istri berkewajiban menaati suami selama apa yang diperintahkannya sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya. Meski demikian, Islam memerintahkan para suami untuk memuliakan dan menjaga kehormatan para istri. Islam melarang suami berlaku sewenang-wenang kepada istrinya, seperti selingkuh dan KDRT.
Demikianlah hebatnya sistem Islam dalam mengatasi para penista agama dan melindungi setiap individu manusia dari perbuatan tercela. Hanya penerapan sistem Islam kafah yang mampu melindungi Islam, Allah, Rasulullah, ajarannya, umatnya, dan kitab suci Al-Qur'an dari para penista. Hanya sistem Islam yang dapat melahirkan suami-suami bertakwa dan takut akan dosa. Karena itu, sungguh menolak sistem Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan merupakan suatu kejahiliyahan, terlebih kita hidup di negara yang mayoritas beragama Islam, yang sudah sepatutnya rindu Islam dijadikan aturan hidup. Wallahuallam bissawwab. [Dara]