Proyek Sawah Cina, Akankah Ketahanan Pangan Terjaga?
Opini
Masuknya Cina dalam proyek ketahanan pangan sejatinya merupakan bentuk abainya negara pada kepengurusan rakyat
Siapa sebenarnya yang diuntungkan? Bukan rakyat, tetapi hanya segelintir orang
_________________________
Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd
Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ibarat menyodorkan diri dalam bahaya. Pemerintah meminta transfer teknologi padi agar Indonesia tidak lagi ketergantungan impor beras yang mencapai jutaan ton beberapa tahun terakhir. Pemerintah tidak merinci teknologi seperti apa yang diterapkan Cina di Kalimantan Tengah nanti. Seperti yang sudah-sudah, endingnya pasti bantuan yang membahayakan kedaulatan negara.
Untuk merealisasikan program ini, Luhut Binsar, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengungkapkan bahwa Indonesia dan Tiongkok sepakat mengembangkan pertanian padi di Kalimantan Tengah salah satunya di Pulang Pisau. Luhut menyebut Tiongkok akan menerapkan teknologi canggih dalam penanaman padi.
Lahan yang disediakan untuk proyek ini seluas satu juta hektare. Kata Luhut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh Indonesia adalah mencari mitra lokal untuk bekerja sama dalam mengembangkan pertanian dalam negeri. Rencana ini dimatangkan saat Menlu Tiongkok, Wang Yi bertemu Presiden Jokowi 19 April lalu. (Kompas TV, 24/4/2024)
Proyek yang Mengkhawatirkan
Proyek sawah Cina menjadikan kekhawatiran di kalangan para pakar. Seorang pakar pertanian, Khudori mengatakan, belajar teknik pertanian dari Cina, boleh-boleh saja. Akan tetapi mengintroduksi usaha-usaha tani secara khusus, seperti menghadirkan benih dari sana, itu tidak selalu menjadi solusi yang baik. Tidak selalu menjadi solusi yang aplikatif dalam waktu yang pendek. Pasti membutuhkan adaptasi, baik iklim, cuaca, sifat tanah dan penyakit. Adaptasi, tidak selalu mengalami keberhasilan.
Sementara Kepala Riset Tanaman Pangan BRIN, Yudhistira, sebut tak permasalahkan rencana pemerintah akan gunakan tanah di Kalimantan Tengah. Namun dia sebut, sudah ada tanaman padi yang dikelola petani setempat yang sesuai dengan kondisi kemasaman tinggi karena lahan sulfat masam. Pada kondisi lahan sulfat asam itu, petani biasanya hanya menanam varietas lokal. Penduduk asli suku Banjar, menanam padi lokal Siam.
Sementara pakar pertanian dari Unsoed, Totok Agung Dwi Haryanto, harapkan pemerintah tingkatkan indeks tanaman, meningkatkan produksi padi dan kesejahteraan petani dibanding membuka sejuta hektare lahan bagi Cina.
Dari pendapat para pakar dapat disimpulkan, sejatinya ada kekhawatiran terhadap proyek ini. Bahkan boleh dikatakan proyek sawah Cina itu tidak realistis. Sebab proyek serupa nyatanya telah dilakukan selama tiga dekade terakhir sejak era Soeharto. Namun menemui kegagalan. Hal ini mengkonfirmasi, kegagalan akan terus berulang berdasarkan fakta sebelumnya.
Upaya negeri ini untuk menciptakan lumbung pangan sebenarnya telah dilakukan dari satu pemerintahan ke pemerintah berikutnya. Namun usaha itu selalu menemui jalan buntu tanpa ada keberhasilan.
Untuk itu seharusnya dilakukan mitigasi mengapa upaya yang ada mengalami kegagalan, walaupun telah menempuh berbagai cara. Mengapa pemerintah tidak mengoptimalkan tanaman lokal dan memfasilitasi petani dengan berbagai kemudahan agar mencapai hasil maksimal. Misalnya subsidi pupuk, membangun infrastruktur pertanian dan hal lainya.
Ketidakpedulian pemerintah terhadap nasib petani membuat para petani kehilangan harapan dalam mengelola tanahnya. Inovasi apapun yang dilakukan tidak mampu meningkatkan kesejahteraan para petani. Hal ini dikarenakan biaya produksi yang amat besar sedangkan hasilnya sungguh jauh dari harapan. Untuk itu banyak petani berbondong-bondong meninggalkan lahannya dan mulai beralih profesi.
Pertaruhan Kedaulatan Negara
Masuknya Cina dalam proyek ketahanan pangan sejatinya merupakan bentuk abainya negara pada kepengurusan rakyat. Dapat dilihat siapa sebenarnya yang diuntungkan. Bukan rakyat namun hanya segelintir orang. Kerja sama ini bukanlah dilatarbelakangi oleh upaya mengurus kepentingan rakyat tetapi dilandasi oleh kepentingan bisnis.
Tidak ada jaminan bahwa dengan adanya proyek ini, harga pangan terutama beras akan stabil dan mencukupi kebutuhan pangan rakyat. Apalagi jaminan kesejahteraan bagi petani lokal. Proyek kerja sama dengan asing dan aseng menunjukkan negara berlepas tangan terhadap pemeliharaan urusan rakyat.
Ketika Cina bersedia memberikan bantuan, tentu tidak cuma-cuma. Harus dibayar mahal. Kedaulatan menjadi bayaran termahal bagi negara yang menerima bantuan. Maka ending-nya menguatkan penjajahan di negeri ini.
Semua ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalis yang diterapkan negeri ini. Penerapannya berorientasi pada materi, bukan pelayanan dan kepengurusan rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator berbagai regulasi yang digulirkan untuk memuluskan kepentingan koorporasi asing maupun aseng. Dengan sifat keserakahannya, mereka ingin selalu menguasai kekayaan SDA negeri ini, yang salah satunya adalah lahan.
Ketahanan Pangan Negara Islam
Berbeda dengan kapitalisme, dalam sistem Islam negara hadir sebagai pengurus rakyat. Maka orientasi seluruh pembangunan proyek untuk memenuhi kepentingan rakyat. Kebijakan yang digulirkan semata-mata untuk menuntaskan problematika umat dan memenuhi kebutuhan mereka.
Pangan merupakan sektor yang amat urgen dan sangat strategis. Untuk itu dibutuhkan keseriusan dalam menuntaskan segala permasalahannya. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Islam memandang bahwa kebutuhan pokok rakyat menjadi tanggung jawab negara dalam pemenuhannya. Negara harus memastikan bahwa rakyat telah terpenuhi kebutuhan pokoknya secara individu per individu.
Penguasa memikul tanggung jawab tersebut di hadapan Allah Swt. kelak di hari penghisaban, untuk memenuhi kewajiban sebagai pemimpin yang amanah. Rasulullah saw. bersabda :
"Imam (pemimpin) adalah ra'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)
Untuk itu negara akan menerapkan hukum-hukum yang berkaitan dengan tanah pertanian. Negara harus memastikan bahwa tidak ada sejengkal tanah pun yang tidak dikelola. Siapa saja yang memiliki tanah, maka wajib untuk dikelola dan tidak boleh di terlantarkan. Islam memandang, bagi pemilik tanah yang tidak dikelola dengan berbagai alasan selama tiga tahun maka ia harus siap kehilangan lahannya.
Sarana prasarana pertanian yang berkualitas dan terjangkau menjadi tugas negara dalam penyediaannya. Penelitian dan riset untuk pengembangan bibit unggul dan teknologi juga akan terus dikembangkan. Jaminan kemudahan pemasaran dan kestabilan harga akan terus dikawal oleh negara. Begitu juga dengan mitigasi cuaca, agar hasil pertanian optimal.
Sistem keuangan berbasis baitulmal menjadikan negara memiliki dana yang cukup untuk modal pertanian. Sehingga negara tidak perlu meminta bantuan modal kepada pihak swasta, terlebih pihak asing dan aseng. Kedaulatan ketahanan pangan hanya akan terwujud dengan penerapan sistem Islam secara kafah. Wallahualam bissawab. [GSM]