Pupuk Subsidi, Benarkah Dinikmati Seluruh Petani?
Opini
Dalam Islam semua rakyatnya dijamin dalam melakukan usaha, termasuk petani
Negara akan membantu semua petani yang mengalami kesulitan baik modal maupun sarana produksi pertanian termasuk pupuk
______________________________
Penulis Irmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Persoalan yang membelit petani sudah cukup lama dirasakan petani, harga pupuk terus mengalami kenaikan. Karena itu, para petani sangat membutuhkan pupuk bersubsidi. Akan tetapi, untuk mendapatkan pupuk bersubsidi para petani sangatlah sulit.
Dilansir dalam Kontan (18/04/2024), pada tahun 2024 pemerintah menambah alokasi pupuk subsidi sebesar 9,55 juta ton dari semula sebesar 4,7 juta ton. Akan tetapi, meski ada tambahan alokasi pupuk subsidi petani sepenuhnya belum terasa bagi para petani.
Kepala Pusat Pembenihan Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) Kusnan menyatakan petani masih kesulitan untuk memperoleh pupuk bersubsidi. Walaupun pemerintah telah menambah alokasi pupuk subsidi.
Akan tetapi, belum ada realisasi yang berarti. Selain itu, petani juga masih sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi dengan jatah 1 hektare hanya 100kg urea dan 70kg NPK per musim tanam.
Sehingga, jelas tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman. Tak hanya itu, proses untuk mendapatkannya pun mempersulit petani. Karena itu untuk mencukupi kebutuhan pupuk para petani perlu membeli pupuk nonsubsidi.
Sulitnya para petani mendapatkan pupuk bersubsidi disebabkan beberapa faktor. Di antaranya petani yang mendapatkan alokasi subsidi hanya yang tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam sistem informasi manajemen penyuluh pertanian, menggarap lahan maksimal 2 hektare dan menggunakan kartu tani untuk wilayah tertentu.
Selain itu, para petani yang terdaftar dipastikan menggarap sembilan komoditas yang telah ditentukan yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kopi, tebu rakyat dan kakao. Para petani dapat membeli pupuk subsidi dibatasi pada komoditas tertentu saja. Jika tidak menggarap komoditas tersebut, maka tidak berhak mendapatkan pupuk subsidi.
Persyaratan tersebut bagi kebanyakan petani dianggap menyulitkan dan ribet. Terutama mereka yang sudah tua karena gaptek dan mengalami kesulitan mendapatkan akses internet. Pada sisi yang lain kesulitan yang dihadapi para petani mendapatkan pupuk subsidi karena adanya mafia pupuk yang menimbun pupuk.
Apalagi stok pupuk yang terbatas, karena bahan baku yang digunakan tergantung pada impor. Ditambah pupuk subsidi juga biasanya dibeli banyak oleh perorangan sehingga petani lain sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi tersebut.
Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menyatakan bahwa anggaran subsidi rawan diselewengkan. Bentuk penyelewangan itu di antaranya mengoplos pupuk bersubsidi dengan nonsubsidi hingga mengganti kemasan menjadi nonsubsidi dan dijual dengan harga melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Tingginya harga pupuk membuat petani mengalami kerugian dan membuat petani terpukul karena harga hasil produksi sangat rendah ditingkat petani. Alih-alih memajukan pertanian nyatanya kesejahteraan petani tidak dipertimbangkan. Padahal, pupuk menjadi bagian penting dalam pertanian agar tanaman dapat tumbuh dengan subur. Kendati demikian, akibatnya banyak yang meninggalkan profesi petani.
Inilah realitas dampak akibat penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini meniscayakan abai terhadap pengurusan urusan rakyatnya. Negara hanya bertindak sebagai regulator bukan sebagai penanggung jawab seluruh kebutuhan rakyat. Mirisnya, negara menyerahkan urusan rakyatnya kepada pihak swasta termasuk dalam menyediakan pupuk.
Ketika negara menyerahkan pengurusannya kepada pihak lain dengan memberikan kebebasan dalam membuat aturan, sejatinya hanya akan menguntungkan mereka saja tanpa memikirkan kerugian bagi orang lain. Seperti halnya pupuk meski ada subsidi disediakan hanya dengan kualitas sekadarnya.
Tentu keadaan yang seperti ini harus segera diatasi karena sangat merugikan petani. Terutama petani yang tidak memenuhi persyaratan memperoleh pupuk subsidi. Islam dan kerangka aturannya yang berasal dari Sang Maha Pencipta mampu memberikan solusi atas berbagai masalah kehidupan.
Dalam Islam semua rakyatnya dijamin dalam melakukan usaha, termasuk petani. Negara akan membantu semua petani yang mengalami kesulitan baik modal maupun sarana produksi pertanian termasuk pupuk.
Apalagi petani berperan penting dalam menjamin ketersediaan bahan pangan dalam negeri. Terbukti dalam catatan sejarah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattaab yang memberi benih pada seorang pria untuk ditanam.
Islam juga akan melakukan revolusi di bidang pertanian agar kedepannya pertanian efektif dan efisien menggunakan teknologi tercanggih. Dengan demikian hasil pertanian akan meningkat sehingga bisa memenuhi kebutuhan seluruh rakyat.
Selain itu, negara dalam sistem Islam juga memperhatikan rantai distribusi. Dalam sistem Islam terdapat Qadi Hisbah yang bertugas memantau kondisi pasar agar tidak terjadi praktik curang penimbunan dan berbagai tindakan lainnya yang merugikan rakyat.
Jika harga melambung diakibatkan kelangkaan pupuk dan distribusi tersendat disebabkan karena bencana alam, penguasa berkewajiban untuk mengurai dan memperbaiki proses distribusi itu.
Misalnya dengan tindakan antisipatif dengan pembangunan gudang pupuk yang dekat dengan kawasan pertanian. Tak hanya itu, tindakan kuratif dapat berupa distribusi pupuk dari daerah-daerah kantong logistik pupuk terdekat. Agar kebutuhan petani dapat terpenuhi.
Jika terjadi kelangkaan barang karena penimbunan, maka pelaku diberi sanksi pidana oleh penguasa karena penimbunan termasuk perbuatan kriminal yang diharamkan Allah. Adapun jika terjadi kenaikan harga pupuk dunia, maka penguasa harus mampu keluar dari jejaring perdagangan internasional. Hal ini bertujuan untuk mengamankan kebutuhan pupuk dalam negeri tidak dikendalikan oleh standar harga internasional.
Dengan demikian, hanya dengan Islam berbagai permasalahan dapat teratasi. Bukan dengan sistem kapitalisme yang memberikan kerusakan di tengah masyarakat. Wallahualam bissawab. [SJ]