Alt Title

Cara Islam Atasi Tingginya Harga Beras

Cara Islam Atasi Tingginya Harga Beras

 


Indonesia masih terombang-ambing di antara kepentingan politik pangan dan politik dagang

Sayangnya, kontrol politik telah bercampur dengan kontrol ekonomi oleh oligarki, menyebabkan konflik kepentingan

______________________________


Penulis Ummu Hanan 

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras kemungkinan akan naik lagi karena produksi padi setelah puncak panen raya pada April-Mei 2024 menurun. Berdasarkan Kerangka Sampel Area BPS, produksi padi setara gabah kering giling (GKG) pada April dan Mei 2024 masing-masing mencapai 9,23 juta ton dan 6,21 juta ton.


Produksi padi pada Juni 2024 diperkirakan menurun menjadi 3,49 juta ton dan pada Juli menjadi 3,73 juta ton. Dengan demikian, produksi padi diprediksi turun sekitar 40-50 persen pada Juni-Juli 2024 dibandingkan dengan produksi pada puncak panen raya padi. (Kompas, 12/06/24)


Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menetapkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium, dengan tujuan menjaga harga tetap wajar di tingkat konsumen.


"Melalui Perbadan No 5 Tahun 2024 yang mengubah Perbadan No 7 tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras, harga beras medium dan beras premium diatur berdasarkan wilayahnya," kata Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi.


Dampak dan Penyebab Tingginya Harga Beras

Menanggapi fenomena ini, Pusat Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan (EQUITAS) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM menyampaikan hasil kajian terkait perberasan nasional.


Koordinator EQUITAS FEB UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, Ph.D., menyatakan bahwa naiknya harga beras berpotensi menghambat kemajuan ekonomi. Banyaknya perantara antara petani dan konsumen secara signifikan akan berkontribusi pada naiknya harga beras di tanah air.


Wisnu memberi penjelasan bahwa terdapat berbagai faktor yang memengaruhi kenaikan harga beras, seperti kelangkaan pasokan dan meningkatnya permintaan. Di Indonesia, volatilitas juga menjadi faktor penyebab naiknya harga. Ketidakstabilan pasokan sering kali dilatarbelakangi oleh tantangan logistik dan produksi yang tidak mencukupi.


Sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi tantangan logistik yang serius. Penelitian oleh Reardon dan Timmer (2012) menunjukkan bahwa di negara-negara berkembang, rantai pasokan ditandai oleh panjangnya jarak geografis dan sedikitnya jumlah perantara.


Wisnu kembali menegaskan bahwa banyaknya pihak perantara antara petani dan konsumen berkontribusi secara serius terhadap kenaikan harga beras yang cukup besar di wilayah Indonesia.


Fenomena ini menyebabkan harga beras di Indonesia lebih tinggi dibanding dengan negara-negara berkembang lainnya. Sebagai contoh, di India, harga beras berkisar antara Rp10.140-Rp32.136 per kilogram, sedangkan di Cina, harga berkisar antara Rp12.012-Rp23.868 per kilogram.


Menurut Wisnu, kesenjangan ini menunjukkan pengaruh kompleksnya rantai pasok terhadap keterjangkauan harga beras di Indonesia dibandingkan dengan harga beras di negara berkembang lainnya.


Cara Islam Atasi Tingginya Harga Beras

Indonesia masih terombang-ambing di antara kepentingan politik pangan dan politik dagang. Politik dagang yang dimaksud adalah membeli beras dari luar negeri dan menjualnya di Indonesia. Sayangnya, kontrol politik telah bercampur dengan kontrol ekonomi oleh oligarki, menyebabkan konflik kepentingan.


Berbeda dengan politik pangan dalam Islam, di mana negara berpihak pada rakyat. Negara tidak boleh kalah oleh pedagang yang mengejar keuntungan, sehingga politik pertanian dan pangan tidak berjalan dengan baik. Cara Islam Atasi Tingginya Harga Beras.


Selain itu, Islam menetapkan kebijakan untuk mengelola pangan demi melayani masyarakat. Pertama, memastikan pemenuhan pangan bagi setiap individu tanpa terkecuali. Negara mengoptimalkan penyediaan pasokan pangan dari dalam negeri dengan menerapkan konsep pertanian Islam.


Kedua, memaksimalkan potensi pertanian dalam negeri melalui modernisasi pertanian dan sinergi antarwilayah sehingga tidak perlu impor beras.


Hanya dengan sistem Islam, kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan harga terjangkau bahkan gratis, sehingga pemenuhan pangan dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Wallahualam bissawab. [SJ]