Alt Title

Friendship Marriage, Solusi atau Masalah?

Friendship Marriage, Solusi atau Masalah?

 


Pernikahan merupakan suatu ibadah yang sangat besar pahalanya

Sudah sepatutnya kita sebagai muslim melanggengkan ikatan pernikahan dan kehidupan keluarga sesuai tuntunan syariat Allah

______________________________


Penulis Alfaqir Nuuihya 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Ibu Pemerhati Sosial


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Hidup di dalam naungan sistem sekuler, sepertinya menjadi suatu hal yang wajar dan lumrah jika banyak terjadi penyelewengan dan penyimpangan dari segi pemikiran ataupun tingkah laku. 


Masih relevan hingga kini, ketika sologami (menikahi diri sendiri) tengah banyak diminati oleh masyarakat negeri K-pop, Korea Selatan. Saat ini, Jepang hadir dengan pemikiran bablas mereka tentang pernikahan. 


Friendship marriage atau pernikahan persahabatan kini tengah banyak digandrungi oleh masyarakat negeri pencipta anime ini. Sebuah konsep pernikahan yang menurut mereka modern karena mengusung konsep bisa melangsungkan pernikahan tanpa harus ada perasaan cinta dan tanpa harus terlibat seks. 


Pernikahan yang katanya adalah alternatif dari pernikahan tradisional ini adalah pernikahan yang sah menurut mereka. Sebab mereka bisa tetap hidup satu atap, hidup bersama, tetapi tetap dibebaskan untuk melakukan keinginan masing-masing. Bahkan bebas menjalin hubungan dengan orang lain sesuai kesepakatan yang mereka buat sebelum melangsungkan prosesi friendship marriage ini. 


Bagi mereka, friendship marriage adalah solusi dan banyak diminati oleh kaum aseksual, homoseksual, heteroseksual yang menghindari pernikahan tradisional. Bahkan jika mereka menginginkan keturunan, maka mereka diperbolehkan memiliki anak melalui inseminasi buatan. (Dikutip dari cnnindonesia.com, 30 Mei 2024)


Di tengah menurunnya populasi di Jepang akibat dari masyarakat yang enggan terikat hubungan pernikahan sakral, pernikahan ini menjadi solusi jitu untuk melangsungkan keturunan. Menurut laporan South China Morning Post (SCMP), sejak maret 2015, sekitar 500 anggota telah menjalin pernikahan persahabatan ini. Bahkan sekitar 12.400.000 orang Jepang telah menjadi kandidat potensial untuk melangsungkan pernikahan ini. 


Dengan dalih 80 persen pasangan ini mampu menjalani kehidupan yang bahagia dan sering kali memiliki anak, paradigma tentang pernikahan ini mampu menyebar dengan cepat, bahkan pernikahan ini telah diminati oleh masyarakat Singapura dan China. (Dikutip dari ERA.ID, 03 Juli 2024)


Konsep pernikahan ini lahir dari ketidakpuasan masyarakat Jepang terhadap ''pernikahan tradisional" akibat banyaknya pernikahan yang gagal, dan enggan memiliki anak. Didukung dengan fakta bahwa penduduk Jepang adalah mayoritas nonmuslim. Maka suatu hal yang wajar jika pemikiran yang menyimpang mampu berkembang dengan pesat. 


Jauh sebelum Jepang mencetuskan pernikahan persahabatan, Islam telah lebih dahulu memberikan gambaran yang indah tentang pernikahan. Di dalam Islam, ikatan pernikahan adalah sebuah ikatan persahabatan antarsuami dan istri, bukan hubungan syirkah atau kemitraan. Bukan pula hubungan otoriter bak atasan dan bawahan. 


Hubungan pernikahan dalam Islam adalah hubungan saling mengisi, melengkapi, bahkan saling memuliakan masing-masing pasangan. Tidak ada sikap otoriter dari salah satu pasangan, sekalipun dari suami yang berperan sebagai qawwam atau pemimpin.


Pasangan suami istri yang saling memahami tujuan pernikahan, yaitu ibadah kepada Allah akan mampu menciptakan keluarga sebagai tempat yang menyenangkan sekaligus menenangkan. Di tengah liku-liku, onak duri rumah tangga, akan mampu saling menasihati antarpasangan. Istri berhak memberikan masukan dan bukan berarti titah suami sebagai qawwam tidak bisa dibantah. Di sinilah salah satu tujuan pernikahan yaitu menciptakan sakinah akan terwujud.


Pernikahan yang sesuai tuntunan syariat Islam adalah satu-satunya solusi bagi manusia untuk pemenuhan gharizah nau' (meneruskan keturunan). Kita ketahui bahwa ketika seseorang memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis maka ini menuntut pemenuhan karena jika tidak dipenuhi akan menimbulkan kegelisahan. Walaupun demikian, pemenuhannya tidak bisa sembarangan. Hanya dengan cara Islam pemenuhan tersebut akan mewujudkan kebahagiaan dan ketenteraman.


Bagi muslim, pernikahan adalah satu-satunya jalan agar mampu memiliki keturunan yang beriman. Selain itu, memiliki anak bukanlah suatu beban, melainkan keharusan agar ada penerus untuk melanjutkan generasi pejuang Islam. 


Namun, yang tetap patut disoroti di Jepang, meskipun mereka tengah berkembang dalam pemikiran yang sekuler, faktanya penyebaran Islam pun tak kalah masif, mereka berbondong-bondong masuk Islam sesuai janji Allah pada surat An-Nashr.


Masuk Islam, buah dari proses berpikir yang mereka lakukan atas segala keburukan yang terjadi di masyarakat serta ketidakpuasan cara hidupnya selama ini. Bukan masuk Islam karena iming-iming duniawi. 


Liberalisme sekularisme bisa saja terus berusaha menggerus pemikiran manusia, tetapi dapat dipastikan pula manusia akan kembali ke fitrah masing-masing. Apalagi jika mereka menggunakan akal pikirannya dengan benar. 


Friendship marriage tidak akan pernah menjadi solusi bagi manusia, karena itu adalah buah dari pemikiran liberal. Justru pernikahan yang sesuai syariat Islamlah yang akan benar-benar menjadi solusi. Pernikahan yang ketika menghadapi masalah akan dikembalikan kepada Islam dan dicarikan solusi sesuai syariat Islam, bukan hawa nafsu.


Pernikahan merupakan suatu ibadah yang sangat besar pahalanya. Sudah sepatutnya kita sebagai muslim melanggengkan ikatan pernikahan dan kehidupan keluarga sesuai tuntunan syariat Allah. Wallahualam bissawab. [SJ]