Ibadah Haji dalam Jeratan Sistem Sekuler Kapitalisme
Opini
Arab Saudi telah mengumumkan bahwa visa non haji terlarang untuk digunakan saat melaksanakan ibadah haji
Hal ini dikarenakan pemberlakuan visa sesungguhnya berdasarkan atas spirit nation-state
_________________________
Penulis Bunda Hanif
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Tenaga Pendidik
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Jumlah kuota haji Indonesia pada 2024/1445 H menjadi 241 ribu berkat tambahan kuota dari Arab Saudi. Biasanya kuota haji Indonesia berjumlah 221 ribu. Ini merupakan misi haji terbesar dalam sejarah haji Indonesia.
Indonesia memperoleh kuota haji tambahan 2024 sebesar 20 ribu jemaah dari kuota normal 2024 sebesar 221 ribu jemaah. Jumlah tersebut terdiri dari 213.320 jemaah haji reguler dan 27.680 jemaah haji khusus, dengan sekitar 40 ribu di antaranya merupakan jemaah lanjut usia.
Ibadah haji di negeri mayoritas muslim ini membuat masalah haji dan umroh penuh intrik. Mulai dari panjangnya daftar antrian, lamanya waktu tunggu keberangkatan, dugaan permainan kuota haji, pengelolaan dana haji hingga ulah nakal travel haji dan umroh. Sungguh semrawut tata kelola haji di negeri ini. Ibadah haji yang seharusnya merupakan sesuatu yang sakral harus ternodai dengan berbagai permasalahan. Kaum muslim pun enggan menyuarakan kritik dengan alasan menjaga kesucian ibadah.
Keinginan untuk berkunjung ke tanah suci membuat sebagian orang rela menempuh berbagai cara. Hingga akhirnya pemerintah Saudi Arabia memulangkan 37 WNI karena menggunakan visa non haji. Setelah diselidiki, akhirnya terkuak penggunaan visa non haji ini banyak dipraktikkan travel nakal. Bisnis haji dan umroh memang berperan besar dalam perputaran cuan. Hal ini yang akhirnya dimanfaatkan oleh oknum travel. Mereka menawarkan kepada jemaah visa ziarah, visa multiple atau visa kunjungan. Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya para calon jemaah haji. Keinginan yang kuat demi untuk ke tanah suci tetapi harus dihadapkan pada rumitnya tata kelola haji dan lamanya waktu tunggu, membuat mereka mengambil jalan lain.
Kuota haji yang membludak di negeri ini membuat daftar tunggu mengular hingga puluhan tahun lamanya. Akhirnya mereka yang memiliki kelebihan finansial memilih jalur khusus yakni haji furoda. Jemaah yang memiliki keterbatasan ekonomi, hanya bisa pasrah dan ikhlas, berangkat kapanpun dan dalam kondisi apa adanya mereka jalani.
Sistem Salah Melahirkan Masalah
Arab Saudi telah mengumumkan bahwa visa non haji terlarang untuk digunakan saat melaksanakan ibadah haji. Hal ini dikarenakan pemberlakuan visa sesungguhnya berdasarkan atas spirit nation-state. Prinsip ini telah membuat penyelenggaraan haji menjadi rumit. Berbeda dengan penyelenggaraan haji pada masa Kekhalifahan. Siapapun tidak membutuhkan visa untuk memasuki tanah suci karena wilayah ini merupakan bagian dari negara Islam.
Pemimpin negara Islam akan menjalankan tugasnya dalam menjamu tamu-tamu Allah dengan sebaik-baiknya. Akan ditunjuk seorang muslim yang amanah untuk mengelola urusan haji dengan menetapkan wilayah-wilayah mana yang dekat dari haramain untuk menjadi tempat persinggahan para jemaah haji.
Persiapan sarana haji dimulai tiga bulan sebelum musim haji. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan ibadah haji berjalan dengan lancar. Untuk mengatasi membludaknya jemaah dari berbagai pelosok negeri-negeri muslim, harus memperhatikan prinsip syariat secara mendasar bahwa wajibnya haji hanya sekali seumur hidup. Pemerintah melakukan edukasi kepada rakyat bahwa ibadah haji berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan kemampuan. Dengan tata kelola yang baik, negara mampu memfasilitasi warga negaranya untuk menjalankan ibadah haji seraya memastikan terpenuhinya wajib, sunah dan rukun haji secara paripurna.
Demikianlah, penyelenggaraan haji ini hanya dapat diselesaikan bila menggunakan sudut pandang akidah dan lensa sistem Islam yang telah Rasulullah wariskan, yakni sistem pemerintahan Islam. Selama menggunakan sistem rusak, yakni sistem sekuler kapitalisme, selama itu pula tata kelola ibadah haji akan terus semrawut. Sebab, sistem rusak ini hanya menjadikan materi sebagai tolok ukur dari setiap perbuatan. Hingga tidak heran jika penyelenggaraan ibadah haji yang harusnya menjadi sesuatu yang sakral berubah menjadi ladang bisnis yang mendatangkan cuan.
Allah Taala berfirman, “Ibadah haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah. Siapa saja yang mengingkari (kewajiban haji), sungguh Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran : 97). Wallahualam bissawab. [GSM]