Kasus DBD Meningkat, Butuh Penanganan Tepat
Opini
Meningkatnya kasus DBD ini merupakan problem sistemik ala kapitalisme sekular
Perubahan cuaca atau iklim ekstrem merupakan akibat dari pengelolaan alam yang tidak bertanggungjawab
____________________
Penulis Ummu Zhafira
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus demam berdarah dengue (DBD) mengalami peningkatan di berbagai daerah di Indonesia, begitu pun di Bekasi. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, setidaknya per 17 Mei 2024 ada 20 orang warganya yang meninggal dunia akibat penyakit ini. Sedangkan jumlah keseluruhan kasusnya pada tahun ini sudah mencapai 2.078, dengan kasus terbanyak yakni 354 orang ditemukan di Kecamatan Jatiasih. Angka paling sedikit ada di Kecamatan Medansatria dengan kasus sebanyak 77 pasien. (Kompas.com, 29/05/2024)
Kejadian serupa juga terjadi di wilayah Kabupaten Bekasi. Jumlah kasus DBD mengalami peningkatan tahun ini. Sebagaimana catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat terdapat 736 kasus DBD terhitung sejak Januari hingga pertengahan Mei 2024. Jumlah tersebut ternyata sudah melebihi jumlah kasus sepanjang tahun lalu yakni 736 kasus. Dari angka tersebut, setidaknya sudah ada 4 korban meninggal dunia. (Radarbekasi.id, 17/05/2014)
Dilansir dari Jabar.go.id (09/03/2024) Dinas Kesehatan Jabar juga menyatakan adanya peningkatan kasus DBD, bahkan datanya sudah terlihat sejak Maret lalu. Kasus di Jabar sendiri telah mencapai 7.654 kasus dengan jumlah kematian kematian sebanyak 71 kasus. Tentu angka ini akan makin besar jika ditambah kasus dua bulan terakhir.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar Vini Adiani Dewi, perubahan cuaca dan kondisi lingkungan yang kurang baik menjadi faktor banyaknya kasus. Sebab, keduanya menjadi pendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti. Untuk itu, solusi utama yang mesti dilakukan dalam rangka pencegahan adalah dengan menjadikan lingkungan sekitar lebih bersih dan rapi. Tentu hal ini dilakukan seiring dengan penanganan yang lainnya.
Selain itu, pemerintah juga melakukan kerjasama dengan lembaga kesehatan dan para peneliti untuk mengembangkan riset guna mengendalikan penyebaran nyamuk dengan menerapkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia. Riset ini telah diuji pada pertengahan November 2023 lalu di lima kota, yaitu Yogyakarta, Jakarta Barat, Semarang, Bontang dan Kupang. Namun sayangnya, hingga saat ini apa yang sudah diupayakan belum mampu menuntaskan problem penyakit DBD.
Tentu saja faktor perubahan cuaca, perilaku hidup sehat masyarakat dan kondisi kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk. Cuaca yang tidak menentu dengan curah hujan tinggi mengakibatkan banyaknya genangan air yang menjadi tempat terbaik bagi perkembangbiakan si nyamuk penyebab DBD. Ditambah lagi lingkungan yang kurang mendukung, juga gaya hidup kurang sehat masyarakat akan semakin menambah tinggi penyebaran penyakit mematikan ini.
Kasus DBD tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja sehingga menelan lebih banyak lagi korban jiwa. Harus ada penanganan yang tepat. Meningkatnya kasus DBD ini merupakan problem sistemik ala kapitalisme sekular. Perubahan cuaca atau iklim ekstrem merupakan akibat dari pengelolaan alam yang tidak bertanggungjawab. Banyak hutan dibabat habis hanya demi ekploitasi oleh kerakusan para pemilik modal.
Begitu pun tata kelola kota yang asal-asalan tanpa mengindahkan kelestarian lingkungan. Semua disulap atas nama bisnis properti, tidak lagi memikirkan kawasan hijau atau lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan. Semua hanya berpikir soal cuan tanpa mempertimbangkan keselamatan dan kelestarian lingkungan.
Belum lagi kemiskinan ekstrem yang dilahirkan oleh sistem ini. Orang miskin cenderung kesulitan bahkan tidak punya akses pendidikan yang baik. Hal ini, berpengaruh pada daya saingnya di dunia kerja dan perilaku hidup mereka. Untuk itu, bagaimana mungkin mereka bisa berperilaku hidup sehat dan mampu mencukupi kebutuhan gizi yang baik? Alhasil, imunitas mereka rendah sehingga rentan sakit. Apalagi dengan lingkungan tempat tinggal yang pastinya tidak kondusif bagi kesehatan.
Wajar saja jika semua hal di atas seperti benang kusut yang membelenggu hidup masyarakat. Ketika akhirnya sakit mereka kesulitan dalam mengakses kesehatan yang serba mahal atau harus menghadapi pelayanan yang serba terbatas. Biasanya mereka enggan berobat sebelum benar-benar dalam keadaan kritis. Tidak mengherankan kasus kematiannya cukup tinggi. Maka, ini harus benar-benar dievaluasi.
Untuk itu, penyelesaian meningkatnya kasus DBD tidak bisa dilakukan jika masih menggunakan paradigma kapitalisme sekular. Harus dengan Islam, karena Islam memiliki sistem yang sempurna sebagai problem solving bagi seluruh problematika kehidupan umat manusia. Di dalam Islam, negara berperan sebagai pengatur seluruh urusan umat.
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan menempel di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan adil, maka bersamanya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab selanjutnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Negara akan mengelola kekayaan alam berdasarkan syariat Islam. Tidak akan ada penguasaan hutan, tambang atau lahan bagi kapitalis untuk keperluan eksploitasi. Semuanya diatur demi kemaslahatan umat secara keseluruhan. Dengan begitu kelestarian lingkungan terjaga, kenyamanan dan keamanan hidup umat bukan sekedar mimpi belaka.
Pendidikan diselenggarakan oleh negara sebagai bentuk pengurusan negara terhadap umat. Pendidikan berkualitas bisa diakses oleh siapa pun dengan terjangkau bahkan gratis. Dari sini akan lahir masyarakat yang terdidik dan memahami bagaimana berperilaku sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya, yang mana mencintai kebersihan dan kesehatan demi menunjang aktivitas ibadah.
Negara juga mempunyai tanggungjawab untuk memastikan seluruh umat dalam keadaan sejahtera individu per individu. Masyarakat akan dimudahkan dengan tersedianya lapangan pekerjaan, umat juga dibekali skill atau modal yang bisa digunakan untuk mencari nafkah. Begitu juga bagi umat dengan kondisi khusus yang tidak memiliki kemampuan bekerja dan tidak punya pihak yang bisa menanggung nafkahnya maka negara akan turun tangan mencukupi kebutuhan.
Fasilitas kesehatan diberikan negara untuk seluruh umat karena paradigma kepengurusan. Ini menjadikan negara akan senantiasa melakukan upaya terbaik dalam menyediakan sarana prasarana dalam menunjang kebutuhan kesehatan umat. Akan ada mekanisme preventif sekaligus kuratif dalam menangani berbagai macam kasus wabah, semisal DBD ini.
Maka jelas, penanganan tepat untuk menyelesaikan persoalan meningkatnya kasus DBD yang telah menelan banyak korban jiwa ini tidak lain adalah dengan kembali pada syariat Islam yang diterapkan secara menyeluruh di semua lini kehidupan. Islam akan mewujudkan kondisi lingkungan yang terjaga, kehidupan masyarakat sejahtera sehingga kenyamanan dan keamanan hidup benar-benar bisa dirasa. Kalau dengan sistem kapitalisme sekuler, mana bisa? Wallahuallam bissawab. [Dara]