Alt Title

Kehidupan Sandwich Ala Kapitalis

Kehidupan Sandwich Ala Kapitalis


Setiap kepala rumah tangga memiliki kewajiban menyediakan tempat tinggal bagi keluarganya

Adapun negara memiliki mekanisme untuk kemudahan para kepala keluarga mendapatkan Hunian yang layak untuk tinggal

_____________________


Penulis Inge Oktavia Nordiani

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - "Hidup ini sudah susah jangan ditambah susah". Kutipan kalimat di atas tampak nyata dengan representasi kehidupan hari ini. Begitulah yang terjadi dengan fakta baru-baru ini di Indonesia. Pemerintah kembali akan mengambil pungutan dari rakyatnya, yaitu Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Tampaknya Presiden Jokowi belajar dari iuran BPJS yang pernah menuai pro dan kontra, walau akhirnya setelah berjalan banyak orang yang merasakan manfaat karena mendapatkan perawatan tanpa pungutan biaya di rumah sakit. Lebih-lebih Presiden Jokowi menyatakan bahwa besaran pungutan Tapera ini sudah dihitung.


Sebagaimana yang kita ketahui sandwich adalah sebuah roti yang berlapis-lapis. Sering kita mendengar istilah generasi sandwich yaitu menggambarkan generasi tersebut menanggung beban tiga generasi yaitu dirinya, orang tuanya dan anaknya. Lalu, bagaimana dengan kehidupan sandwich?


Tidak jauh berberda yaitu kehidupan rakyat yang menanggung beban yang berlapis-lapis. Kali ini pungutan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Padahal beban hidup masyarakat telah banyak seperti pungutan pajak penghasilan (PPH), pungutan untuk BPJS Ketenagakerjaan, pajak pertambahan nilai (PPN) yang sudah menjadi 11% dan akan kembali naik menjadi 12% pada awal tahun 2025. Begitu pula Presiden Jokowi baru saja menyetujui kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras yang otomatis menambah beban pengeluaran warga.


Tentu pemerintah memiliki alasan yang logis untuk dapat meredam gejolak yang terjadi di masyarakat. Dengan tapera ini Pemerintah menganggap sebagai solusi penyediaan Perumahan bagi masyarakat yang belum memiliki perumahan. Terdapat 9,9 juta orang Indonesia yang belum memiliki rumah. Ada 14 juta warga berpenghasilan rendah yang tinggal di rumah yang tidak layaknya, ada 81 juta penduduk usia milenial usia 25 sampai 40 tahun kesulitan memiliki. Seakan terkesan gotong royong yang tinggi di antara masyarakat namun seharusnya pemerintah dapat menduduk posisikan bagaimana seharusnya, bukan langsung menetapkan dengan tergesa-gesa kebijakan yang kontroversilal lengkap dengan sanksi apabila menolak.


Apabila kita belajar dari kasus-kasus korupsi yang terjadi di negeri ini, sejatinya Indonesia merupakan negeri yang sangat kaya sumber daya alam melimpah. Namun, bila dikelola dengan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan memikirkan kepentingan kelompok, maka yang terjadi lagi-lagi rakyat yang dijadikan sebagai korban.


Contoh terdekat adalah uang senilai 271 Trilliun yang menjadi objek korupsi pejabat, ketika diratakan dengan jumlah penduduk Indonesia per orangnya akan mendapatkan 20 juta. Mental seperti apakah yang membentuk pribadi-pribadi serakah hingga terpisah perasaannya dengan kondisi rakyat? Sistem sekuler kapitalistik yang menormalisasi munculnya pribadi-pribadi yang bermental seperti ini.


Oleh karena itu, tidak cukup dengan memperbaiki kualitas pribadi tetapi yang harus diperbaiki adalah bagaimana sistem yang menjadi atmosfer kehidupan di negeri ini. Kapitalisme menjadi pendorong negara berlepas tangan dari kewajiban pelayanan terhadap masyarakat. Negara malah memaksa rakyat untuk saling menanggung kebutuhan hidupnya. 


Satu-satunya sistem yang memberi jaminan keadilan pada seluruh manusia adalah sistem Islam. Dalam Islam kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan asasi (primer) selain sandang dan pangan. Setiap kepala rumah tangga memiliki kewajiban menyediakan tempat tinggal bagi keluarganya sebagaimana dalam TQS At-Talaq: 6 : "Tempatkanlah mereka para istri di mana saja kalian bertempat tinggal sesuai dengan kemampuan kalian dan janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka."


Adapun negara memiliki mekanisme untuk kemudahan para kepala keluarga mendapatkan Hunian yang layak untuk tinggal yaitu: Pertama, Negara menciptakan iklim ekonomi yang sehat sehingga rakyat memiliki penghasilan yang cukup untuk memiliki rumah.


Kedua, negara melarang praktik ribawi dalam jual beli kredit Perumahan. Sebab, riba hanya akan mengantarkan kesengsaraan dan termasuk dosa besar. Sedangkan di dalam kapitalisme banyak orang yang memiliki kesulitan memiliki rumah karena terhalang dengan adanya bunga bank.


Ketiga, Negara harus menghilangkan penguasaan lahan yang luas oleh segelintir orang (korporasi). Namun di sistem saat ini, justru negara meniadakan batasan dan kontrol terhadap penguasaan lahan yang mengakibatkan banyaknya pengembang besar yang menguasai lahan yang amat luas yang dibutuhkan rakyat.


Keempat, negara dapat memberikan lahan kepada rakyat yang mampu mengelola tanah tersebut. 


Begitulah solusi Islam atas pengaturan problematika perumahan bagi rakyat sehingga rakyat dapat terjamin dalam urusan papan pada khususnya. Sehingga, kehidupan yang dijalani bukanlah sebagaimana sandwich. Wallahuallam bissawab. [Dara]